Oleh: Marwanto Harjowiryono
Pemerhati Kebijakan Fiskal
Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) kepada DPR-RI. Dokumen ini bukan sekadar formalitas teknokratis, tetapi pijakan awal yang menentukan arah kebijakan fiskal dan ekonomi nasional pada tahun berikutnya. Untuk RAPBN 2026, dokumen tersebut diserahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa ( 20/6).
KEM PPKF 2026 memuat proyeksi indikator ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga, serta harga dan produksi minyak dan gas bumi. Semua itu adalah variabel kunci yang memengaruhi postur APBN dan kebijakan belanja negara. Dalam KEM PPKF 2026, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,2% hingga 5,8%, inflasi 1,5% hingga 3,5%, dan nilai tukar Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS. Suku bunga SBN 10 tahun diperkirakan berada pada 6,6% hingga 7,2%.
Berlandaskan pada asumsi ekonomi makro tersebut, selanjutnya disusun pokok-pokok kebijakan fiskal yang akan ditempuh di tahun depan. Kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, melindungi dunia usaha dan daya beli masyarakat, dan tetap untuk mengawal kredibilitas APBN dengan meningkatkan penerimaan negara, efisiensi belanja, serta pengelolaan aset dan kekayaan negara
Berdasarkan asumsi tersebut, pendapatan negara tahun 2026 diperkirakan berada di kisaran 11,71% hingga 12,22% dari PDB, sedangkan belanja negara akan mencapai 14,19% hingga 14,75% dari PDB. Konsekuensinya, defisit anggaran diproyeksikan sebesar 2,4% hingga 2,53% dari PDB. Proyeksi ini menggambarkan upaya pemerintah menjaga keseimbangan fiskal di tengah tekanan kebutuhan pembangunan dan risiko global yang masih tinggi.
Namun, di balik angka-angka tersebut terdapat tantangan klasik kebijakan fiskal, terutama bagaimana mendorong pertumbuhan tanpa mengorbankan keberlanjutan fiskal. Jika ingin pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, maka belanja negara harus ditingkatkan. Tapi peningkatan belanja memerlukan penerimaan yang lebih besar, terutama dari pajak.
Di sisi lain, kenaikan pajak bisa membebani pelaku usaha dan berisiko menahan laju pertumbuhan itu sendiri. Sementara, bila penerimaan pajak tidak beranjak naik, untuk memenuhi kebutuhan belanja yang meningkat, utang harus naik. Inilah dilema yang yang dihadapi, ibarat bejana berhubungan, satu kebijakan mempengaruhi kebijakan lain.
Pemerintah juga perlu berhati-hati dalam menentukan prioritas belanja. Belanja negara yang tinggi tanpa efisiensi bisa kontra produktif, dapat menggerus ruang fiskal, atau mendorong utang. Sebaliknya, penghematan yang terlalu ketat juga bisa memperlambat pemulihan dan menurunkan daya saing. Karena itu, penyusunan RAPBN 2026 harus benar-benar mempertimbangkan keseimbangan antara keberanian dalam mendorong transformasi ekonomi dan kehati-hatian menjaga stabilitas fiskal.
Dokumen KEM PPKF 2026 memberi kita gambaran awal arah kebijakan fiskal yang akan ditempuh. Namun pengawasan dan partisipasi publik tetap krusial. RAPBN bukan hanya milik pemerintah atau DPR, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, proses penyusunannya harus terbuka, akuntabel, dan menjawab kebutuhan riil masyarakat. Dengan proses itu, APBN dapat menjadi instrumen pembangunan yang adil, efisien, dan berkelanjutan.
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Tahun 2025 menjadi era baru bagi bank syariah di Indonesia—dimana banyak terjadi merger antar…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kondisi perekonomian nasional saat ini tengah menghadapi tekanan berat akibat memburuknya perekonomian…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Tahun 2025 menjadi era baru bagi bank syariah di Indonesia—dimana banyak terjadi merger antar…