Hubla-1

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) akan memiliki pemimpin baru menyusul pensiunnya pejabat petahana pada Agustus nanti. Sekelumit catatan, Dirjen Hubla incumbent, R. Agus H. Purnomo. Dia dilahirkan di Sleman, Yogyakarta, pada 24 Agustus 1961. Berarti, yang bersangkutan akan tepat berusia 60 tahun pada Agustus tahun ini. Menurut ketentuan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) No K.26-30/V.7-3/99 tentang Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil, pejabat yang menduduki posisi sebagai pimpinan tinggi utama atau eselon 1a batas usia pensiunnya adalah 60 tahun.

Pertanyaannya sekarang adalah sosok seperti apakah yang layak menjadi Dirjen Hubla berikutnya? Tulisan ini hanya akan bahas kriterianya saja. Kriteria itu adalah pertama, calon harus memahami dengan saksama kondisi transportasi laut nasional. Ia harus pula memahami perkembangan teknologi/sistem transportasi laut dan aspek-aspek lain yang terkait dengan transportasi laut seperti pelabuhan, intermodal, dll. Lebih lanjut, tak kalah pentingnya untuk dipahami oleh kandidat Dirjen Hubla adalah praktik dan tren bisnis transportasi laut yang terus berkembang. Pola  perdagangan internasional melalui laut (sea trade) hari ini tak lagi sama.

Dahulu, negara-negara maju, sering diistilahkan sebagai OECD, hanya mengimpor sebesar 3,5 ton per kapita sementara negara non-OECD hanya 1 ton per kapita. Kini, angka tersebut sudah berubah. Negara maju mengimpor hanya 37 persen dari total impor dunia dan terus turun dengan kecepatan 1 persen per tahun. Padahal, pada era 1960-an, mereka menguasai hingga 75 persen impor global. Kekuatannya sudah diambil oleh negara-negara yang berada  di kawasan Asia-Pasifik.

Hal lainnya, ketika bisnis pelayaran modern mulai bergerak beberapa dekade lalu isu iklim bukan masalah yang besar. Sehingga, pencemaran udara yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal di tengah lautan maupun di pelabuhan tidak perlu dipusingkan oleh operator dan pemilik kapal.

Kriteria kedua yang harus dimilik oleh calon Dirjen Hubla adalah akses yang luas ke komunitas maritim internasional yang meliputi pelayaran, pelabuhan, perbankan, asuransi, dsb. Dirjen Hubla terpilih nanti harus mampu menjadi marketer bagi sektor transportasi laut Indonesia, khususnya di luar negeri. Ia tidak lagi hanya sebagai administrator seperti fungsi yang diemban saat ini.

Jujur, orang atau pegawai dengan kriteria ini sebetulnya ada di dalam tubuh Ditjen Hubla sendiri saat ini. Mereka sebagian besar mengenyam pendidikan di bidang transportasi laut dan sempat berlayar keliling dunia sebelum bergabung di Kemenhub sebagai PNS. Karena itu saya menyebut mereka “orang laut”. Melihat kondisi transportasi laut nasional dengan tantangannya yang tidak ringan ke depan sudah saatnya “orang laut” diberi kesempatan untuk memimpin Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Kedaulatan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan   Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…

KEM PPKF 2026 Menuju RAPBN 2026

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro…

Merger Bank Syariah, Peluang atau Tantangan?

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Tahun 2025 menjadi era baru bagi bank syariah di Indonesia—dimana banyak terjadi merger antar…

BERITA LAINNYA DI

Wujudkan Kedaulatan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan   Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…

KEM PPKF 2026 Menuju RAPBN 2026

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro…

Merger Bank Syariah, Peluang atau Tantangan?

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Tahun 2025 menjadi era baru bagi bank syariah di Indonesia—dimana banyak terjadi merger antar…