Industrialisasi Rokok

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap 31 Mei menjadi catatan penting dari ancaman industrialisasi rokok, bukan hanya secara nasional tapi juga global. Terkait ini, tema global mengacu WHO yaitu: “Unmasking the Appeal : Exposing Industry Tactics on Tobacco and Nicotine Products” (“Mengungkap Daya Tarik : Membongkar Taktik Industri Tembakau dan Nikotin”) sementara tema nasional adalah: “Lindungi Anak dari Campur Tangan Industri Produk Tembakau”.

Tema yang diusung secara tidak langsung menjadi peluang dan tantangan bagi industri berbasis tembakau dan rokok khususnya di era now untuk semakin berani mereduksi ancaman dampak sistemik dari produk rokok. Meski tidak mudah faktanya rokok dengan berbagai variannya tetap membahayakan dan karenanya beralasan jika gempuran terhadap rokok cenderung semakin masif saat ini.

Selaras dengan tema diatas maka tidak bisa mengelak dari tuntutan nasional terutama hal ini mengacu aspek kesehatan yaitu menciptakan manusia yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan dengan misi menurunkan angka kematian ibu - bayi, menurunkan angka stunting balita, memperbaiki pengelolaan terhadap jaminan kesehatan dan meningkatkan kemandirian dan penggunaan produk farmasi – alat kesehatan.

Tujuan strategis dibalik tema diatas yaitu harapan peningkatan derajat kesehatan lewat pendekatan siklus hidup, penguatan pelayanan kesehatan dasar - rujukan, peningkatan terhadap pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengelolaan kedaruratan kesehatan dan juga peningkatan sumber daya kesehatan.

Sayangnya, ini semakin sulit dicapai karena dari kasus demam berdarah dan gizi buruk saja kita tidak beres memberantasnya. Untuk kasus lain misalnya seputar problem rokok, toh juga tidak pernah beres. Paling tidak, ini terlihat di kasus perda larangan merokok di tempat-tempat umum yang telah diberlakukan dan ternyata tidak mendapat respon dari publik padahal ada ancaman denda tidak kecil (jutaan rupiah).

Ironisnya di sisi lain fakta membuktikan bahwa sumbangan cukai rokok cukup besar dan imbasnya terhadap orang yang masuk dalam daftar terkaya juga cukup signifikan. Fakta atas dilema ini tidak bias diremehkan dan karenanya industri rokok cenderung bersifat dualisme di semua negara.

Mengapa persoalan rokok tidak pernah beres, terutama terkait dengan aspek kesehatan? Ada banyak argumen yang mendasari, tidak saja kepentingan ekonomi, tetapi juga aspek  sosial-budaya dan perilaku. Bahkan, seiring gencarnya kampanye anti rokok sedunia, ternyata saat ini kebiasaan merokok merambat ke anak-anak, mereka tidak memperdulikan bahaya rokok yang mengandung nikotin-tar.

Salah satu faktor yang memicunya adalah tayangan iklan di tv (meski waktunya digeser dan tidak boleh ada visualisasi orang yang merokok). Oleh karena itu beralasan jika muncul wacana untuk melarang iklan rokok di media massa. Meski kini jam tayang iklan rokok di televisi dibatasi, yakni pukul 21.30 - 05.00 wib, toh tetap saja terus terjadi pelanggaran. Yang jelas, jika iklan rokok di media massa lolos dari UU Penyiaran, mereka berhadapan dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Meski iklan rokok dan peredarannya cenderung dibatasi dan terus terbatas tapi faktanya produksi rokok terus bertambah sebagai konsekuensi dari tingginya konsumsi rokok saat ini. Bahkan, kini juga semakin marak peredaran rokok elektrik. Meski promosinya dapat mereduksi bahaya rokok tetapi faktanya masih menjadi perdebatan.

Oleh karena itu, hal mendasar untuk kedepannya adalah bagaimana membangun kesadaran publik untuk bisa mereduksi ketergantungan terhadap konsumsi rokok. Situasi semakin ironis ketika kasus keluarga miskin ternyata kebutuhan terhadap rokok cenderung lebih tinggi dibandingkan kemampuan untuk melakukan konsumsi bahan pokok.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Kedaulatan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan   Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…

KEM PPKF 2026 Menuju RAPBN 2026

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro…

Merger Bank Syariah, Peluang atau Tantangan?

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Tahun 2025 menjadi era baru bagi bank syariah di Indonesia—dimana banyak terjadi merger antar…

BERITA LAINNYA DI

Industrialisasi Rokok

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…

Wujudkan Kedaulatan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan   Pemerintah menyampaikan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun…

KEM PPKF 2026 Menuju RAPBN 2026

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Setiap tahun, pemerintah memulai siklus penyusunan APBN dengan menyerahkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro…