NERACA
Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal memperkirakan lima paket stimulus yang diberikan pemerintahan Prabowo Subianto belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi ke level 5 persen.
Faisal menilai dampak lima paket stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga, juga tidak akan sebesar yang diharapkan, apalagi hingga menyentuh angka 5 persen. “Kalau dari proyeksi CORE, pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini prediksi maksimal di 4,8 persen. Nah jadi (paket stimulus) belum akan banyak mengangkat, paling mungkin di level 4,9 itu maksimal ya,” kata Faisal seperti dikutip Antara, kemarin.
Ia menekankan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih ambisius, dibutuhkan langkah-langkah yang lebih berkelanjutan. Ini termasuk upaya untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi masyarakat secara lebih permanen.
Faisal mengatakan stimulus ekonomi yang berlaku dalam jangka waktu tertentu cenderung hanya memberikan dorongan sesaat pada tingkat konsumsi. Misalnya, bantuan subsidi upah yang diberikan hanya dua bulan, dampaknya terhadap peningkatan konsumsi pun akan bersifat sementara. Efek sesaat ini juga berlaku untuk diskon tiket kereta api, pesawat, dan kapal laut, yang hanya berlaku pada momen liburan, yaitu Juni—Juli 2025.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2025, yang turun menjadi 4,87 persen secara tahunan. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,11 persen. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah menggelontorkan lima paket stimulus ekonomi senilai total Rp24,44 triliun selama dua bulan, yaitu Juni dan Juli. Dari jumlah tersebut, Rp23,59 triliun berasal dari APBN dan sisanya Rp0,85 triliun dari sumber non-APBN.
Stimulus ini mencakup diskon tiket transportasi dan diskon tarif tol. Selain itu, ada penebalan bantuan sosial berupa tambahan kartu sembako senilai Rp200 ribu per bulan dan 10 kg beras untuk 18,3 juta penerima. Pemerintah juga memberikan bantuan subsidi upah sebesar Rp300 ribu per bulan selama dua bulan kepada 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta.
Terakhir, diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar 50 persen yang berlaku selama enam bulan untuk pekerja di sektor padat karya. Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Senin, mengatakan paket stimulus ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan geopolitik. “Kami berharap pada kuartal 2 pertumbuhan ekonomi dapat dijaga mendekati 5 persen dari yang tadinya diperkirakan akan melemah akibat kondisi global,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menilai kebijakan stimulus ekonomi yang digulirkan pemerintah belum sepenuhnya menjangkau kalangan kelas menengah. Padahal kelompok ini memiliki peran penting dalam menopang konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kami setuju kalangan kelas menengah belum sepenuhnya menjadi sasaran utama dalam stimulus ini. Padahal, mereka adalah kelompok konsumtif sekaligus produktif. Mereka bekerja, membayar pajak, membangun bisnis, dan mendukung roda ekonomi,” ujar Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (HIPMI) Anggawira, seperti dikutip Antara, kemarin.
Menurut dia, untuk mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah perlu merancang kebijakan afirmatif yang menyentuh langsung kelas menengah, tidak dalam bentuk bantuan langsung tunai tetapi melalui insentif yang bersifat produktif. Tanpa keterlibatan aktif dari kelompok ini, ia khawatir pemulihan konsumsi akan stagnan dan tidak mencapai potensi optimal. Maka dari itu, HIPMI pun mengusulkan sejumlah stimulus yang dapat diarahkan ke kelas menengah.
Himpunan pengusaha itu mengusulkan adanya potongan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi untuk segmen penghasilan menengah, subsidi bunga KPR untuk pembelian rumah pertama, serta insentif transportasi publik dan kendaraan listrik. Selain itu, insentif pendidikan berupa voucher pelatihan dan dukungan biaya sekolah anak juga dinilai penting untuk menjaga daya beli sekaligus mendorong produktivitas jangka panjang. Anggawira juga menyebut pentingnya stimulus berupa fasilitas pembiayaan usaha mikro dan rumah tangga produktif. bari
NERACA Jakarta - Pengusaha mengaku kapok ikut menggarap proyek infrastruktur dan layanan publik pemerintah dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan…
Jakarta-Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI Mufti Anam mengritik keras terkait batalnya diskon tarif listrik bagi masyarakat. Dia…
Jakarta-Pemerintah menunda penerapan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan, yang seharusnya mulai 1 Juli 2025, diundur hingga akhir…
NERACA Jakarta - Pengusaha mengaku kapok ikut menggarap proyek infrastruktur dan layanan publik pemerintah dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan…
Jakarta-Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI Mufti Anam mengritik keras terkait batalnya diskon tarif listrik bagi masyarakat. Dia…
NERACA Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif…