Jakarta-Kalangan pengusaha menghadapi sejumlah kendala saat mau ikut program vaksinasi gotong royong (mandiri) untuk kepentingan karyawannya, padahal sebelumnya pemerintah menunjuk Kadin untuk mengatur kegiatan program tersebut. Sementara itu, Kementerian Kesehatan tidak mengizinkan empat jenis vaksin Covid-19 untuk program vaksinasi gotong royong yaitu Sinovac, AstraZeneca, Pfizer dan Novavax.
NERACA
Dalam pelaksanaannya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sinta Kamandhani mengaku mengalami beberapa kendala. Salah satunya dalam hal pendaftaran peserta vaksin gotong royong yang sangat detil. Ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih peserta yang akan mengikuti vaksinasi.
"Dari segi pendaftaran ini sangat detil. Kita gak mau datanya ini tumpang tindih sama program pemerintah, jadi harus satu data. Makanya ini harus pakai data rinci," ujarnya dalam diskusi online: Siap Jaga Indonesia dengan Vaksinasi Gotong Royong, Jakarta, Rabu (16/6).
Menurut dia, tidak sedikit perusahaan yang mendaftarkan karyawannya untuk ikut dua program vaksinasi. Ini dilakukan agar karyawannya lebih cepat mendapatkan vaksin. "Banyak perusahaan cari yang cepat, jadi dia daftarkan karyawannya di program pemerintah dan program vaksinasi gotong royong," ujarnya.
Akibatnya, terjadi kendala saat proses verifikasi dan memakan waktu yang lebih lama. Untuk itu, dia meminta agar perusahaan tidak mendaftarkan nama yang sama dalam dua program sekaligus.
Sinta menyarankan perusahaan untuk membagi dua kelompok untuk melakukan pendaftaran vaksinasi. Sebagian didaftarkan untuk program vaksin gotong royong dan sebagian lagi didaftarkan untuk vaksin program pemerintah. "Makanya perusahaan sebaiknya langsung bagi dengan jelas, mana yang pakai vaksin gratis dari pemerintah dan vaksin gotong royong," tutur dia.
Kendala lain yang dihadapi yakni saat memilih fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pihak eksekutor. Dalam hal program vaksin gotong royong perusahaan tidak boleh menggunakan instansi milik pemerintah. Sehingga mereka harus memilih sendiri tempat untuk vaksinasi.
Di sisi lain, tidak semua fasilitas kesehatan memenuhi syarat sebagai pelaku vaksinator. Untuk itu dalam hal ini pemerintah perlu melakukan standarisasi khusus. "Fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) ini tidak boleh yang pemerintah, harus fasyankes yang swasta," ujar Sinta.
Dia mengatakan pada alokasi vaksinasi kedua nanti, Bio Farma yang akan memberikan rekomendasi fasyankes yang bisa melakukan vaksinasi. Sementara itu, di saat yang sama Bio Farma akan melakukan pendataan dan pemeriksaan kepada fasyankes yang mengajukan diri sebagai tempat untuk melakukan vaksinasi. "Jadi nanti untuk alokasi yang kedua, Bio Farma yang mengatur fasyankes mana yang bisa digunakan. Jadi perusahaan nanti tinggal memilih dari daftar yang ada," ujarnya.
Menurut Shinta, alokasi vaksin gotong royong tahap pertama hanya mendapatkan 500 ribu dosis. Jumlah dosis vaksin tersebut harus dibagi dua antara perusahaan BUMN dan perusahaan swasta. "Alokasi pertama ini ada 500 ribu yang diberikan untuk swasta dan BUMN," ujarnya.
Pada alokasi pertama ini, Sinta mengatakan perusahaan swasta mendapatkan jatah 330 ribu dosis. Sehingga hanya 165 ribu orang yang akan mendapatkan vaksinasi. Pada alokasi kedua, diperkirakan akan ada 1 juta dosis untuk dua kali vaksin. Sehingga hanya akan ada 500 ribu orang yang akan ikut dalam program vaksinasi gotong royong.
Alokasi kedua ini juga akan dibagi dua untuk perusahaan BUMN dan perusahaan swasta yang telah mendaftar lewat Kadin. Meski begitu, pihaknya tidak mengetahui jumlah dosis vaksin untuk perusahaan swasta. "Ini nanti dibagi lagi antara BUMN dan swasta, berapa jumlahnya lagi kita tunggu kabarnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, sudah ada 28 ribu lebih perusahaan swasta yang mendaftar untuk ikut dalam program vaksinasi gotong royong, yang berarti sekitar 0,5 juta karyawan yang telah didaftarkan.
Pada tahap distribusi, vaksin akan diberikan terlebih dahulu kepada yang mendaftar pada tahap pertama di bulan Februari. Namun, mengingat ketersediaan vaksin yang terbatas, Kadin akan kembali menyeleksi perusahaan yang bisa lebih dulu mendapatkan vaksin. Vaksin akan diprioritaskan kepada perusahaan sektor manufaktur yang berada di zona merah. "Sesuai arahan pemerintah, jadi yang kita prioritaskan sektor manufaktur di Jabodetabek dan zona merah," ujar Sinta.
Empat Jenis Vaksin
Sementara itu, Kementerian Kesehatan mengizinkan penggunaan jenis vaksin Covid-19 yang sama antara program vaksinasi pemerintah dengan vaksinasi Gotong Royong. Dengan ketentuan bahwa jenis vaksin Covid-19 untuk vaksinasi program yang diperoleh dari hibah, sumbangan ataupun pemberian baik dari masyarakat maupun negara lain.
Namun, ada empat jenis vaksin Covid-19 program pemerintah yang tidak bisa digunakan dalam vaksinasi Gotong Royong. Yaitu Sinovac, AstraZeneca, Pfizer dan Novavax. "Ke empat jenis vaksin ini hanya boleh dipergunakan untuk program vaksinasi pemerintah dan tidak dapat dipergunakan untuk vaksinasi Gotong Royong," ujar Jubir Kemenkes Siti Nadia Tarmizi yang dikutip dari siaran pers kemkes.go.id, Rabu (16/6). Adapun jenis vaksin Covid-19 program vaksinasi pemerintah yang bisa digunakan dalam vaksinasi Gotong Royong, misalnya Sinopharm.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan memperbarui aturan mengenai pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 untuk meningkatkan cakupan program vaksinasi nasional.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 yang disahkan oleh Menteri Kesehatan pada 28 Mei 2021. Aturan ini menggantikan Peraturan Menkes No.10 Tahun 2021 dengan sejumlah perubahan menyesuaikan situasi dan kondisi saat ini.
Selain mengizinkan penggunaan sejumlah jenis vaksin Covid-19 yang sama antara program vaksinasi pemerintah dengan vaksinasi Gotong Royong, PMK yang baru ini menegaskan vaksin Covid-19 tidak boleh diperjualbelikan dan harus diberikan tanda khusus yang bisa dikenali secara kasat mata.
Dalam PMK tersebut juga mengatur mengenai penanganan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi Covid-19 yang membutuhkan pengobatan dan perawatan di faskes sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan. Adapun aspek pembiayaan, bagi peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maka akan ditanggung melalui mekanisme JKN dan dapat dilakukan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Untuk peserta nonaktif dan bukan peserta JKN akan didanai melalui mekanisme pendanaan lain yang bersumber dari APBN sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. Adapun pelayanan kesehatan yang akan diberikan setara dengan kelas III program Jaminan Kesehatan Nasional atau di atas kelas III atas keinginan sendiri dengan selisih biaya ditanggung oleh yang bersangkutan.
Pembaruan ketentuan ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan sebagai penyelenggara program vaksinasi nasional untuk mempercepat kegiatan vaksinasi dalam rangka mencapai kekebalan kelompok dengan terus memerhatikan kebutuhan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta - Pengusaha mengaku kapok ikut menggarap proyek infrastruktur dan layanan publik pemerintah dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan…
Jakarta-Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI Mufti Anam mengritik keras terkait batalnya diskon tarif listrik bagi masyarakat. Dia…
NERACA Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif…
NERACA Jakarta - Pengusaha mengaku kapok ikut menggarap proyek infrastruktur dan layanan publik pemerintah dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan…
Jakarta-Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI Mufti Anam mengritik keras terkait batalnya diskon tarif listrik bagi masyarakat. Dia…
NERACA Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif…