Oleh: Prof. Firmanzah., PhD
Rektor Universitas Paramadina dan Guru Besar FEUI
APBN-P 2015 baru saja disahkan melalui rapat paripurna DPR-RI (13/02) dan menandakan awal kebijakan fiskal di era Presiden Jokowi. Tantangan kebijakan fiskal bagi Indonesia saat ini sangatlah besar. Mengingat kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Selain itu juga, tantangan untuk terus lebih memperkuat fundamental ekonomi nasional menjadi semakin tinggi. Kebijakan fiskal di era Presiden Jokowi sangat ditandai dengan alokasi pembangunan infrastruktur yang sangat besar. Diharapkan dengan alokasi belanja negara di sektor ini maka fundamental ekonomi, terutama dari sisi supply-side, akan semakin kuat di kemudian hari.
Dalam postur APNP 2015, disepakati antara pemerintah dan DPR-RI sejumlah indikator makro seperti target pembangunan ekonomi sebesar 5,7%, inflasi 5%, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) untuk 3 bulan sebesar 6,2%, harga ICP US$ 60/barel, lifting minyak sebesar 825 ribu barel/hari dan lifting gas sebesar 1,22 juta barel. Selain itu juga, ditetapkan total belanja negara sebesar Rp 1.984,1 triliun. Sementara itu total pendapatan negara dan hibah ditetapkan sebesar Rp 1.761,6 triliun yang terdiri dari penerimaan pajak non-migas sebesar Rp 1.439,7 triliun. Defisit APBNP disepakati Rp 224,1 triliun atau merepresentasikan 1,92% dari PDB.
Hal yang paling penting dalam postur APBN-P 2015 adalah realokasi anggaran subsidi khususnya energi keanggaran infrastruktur. Dalam APBN-P 2015 ditetapkan besaran anggaran subsidi energi Rp. 312,97 triliun yang terdiri dari subsidi BBM, BBN, LPG dan LGV sebesar Rp. 276,1 triliun ditambah dengan subsidi listrik Rp 68,68 triliun. Penghematan anggaran subsidi BBM dialokasikan ke sejumlah proyek pembangunan infrastruktur untuk mewujudkan ketahanan pangan, infrastruktur dasar, perumahan rakyat serta sistem logistik nasional.
Selain itu juga, usulan pemerintah untuk program penyertaan modal negara (PMN) ke beberapa BUMN yang dianggap strategis merupakan salah satu kebijakan penting dalam postur fiskal nasional kita saat ini. Disepakati anggaran PMN sebesar Rp 32,27 triliun untuk baik memperkuat struktur permodalan atau memperbesar kekutan BUMN nasional dalam belanja modal (capital expenditure). Diharapkan dengan BUMN yang semakin kuat maka pembangunan infrastruktur akan semakin gencar. BUMN diposisikan sebagai kepanjangan tangan dari Negara untuk menjalankan tugas-tugas strategis utamanya percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur.
Tentunya kita semua berharap dengan disahkannya APBNP-2015 maka pemerintah akan segera menjalankan postur fiskal kita. Anggaran negara, selama ini, menjadi salah satu penggerak utama dalam penguatan fundamental perekonomian nasional. Selain pembangunan infrastruktur, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah menjaga kekuatan daya beli masyarakat. Fungsi APBNP 2015 selain untuk penguatan belanja infrastruktur, juga memperkuat daya beli masyarakat. Mengingat fundamental ekonomi tidak hanya dari sisi produsen (supply-side) tetapi juga sisi konsumen (demand-side).
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Sudah hampir dua pekan perang Timur Tengah antara Iran–Israel menjadikan sorotan dunia dan keperhatinan…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Pelaku wirausaha menjadi subjek penting dalam pembangunan. Oleh…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Indonesia tahun ini kembali mencalonkan salah satu putranya untuk…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Sudah hampir dua pekan perang Timur Tengah antara Iran–Israel menjadikan sorotan dunia dan keperhatinan…