TEMUAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK): - Pemborosan Pembelian Pupuk Bersubsidi Rp2,92 T

 

 

Jakarta:Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pemborosan pembelian pupuk subsidi oleh pemerintah sebesar Rp 2,92 triliun pada periode 2020-2022. PT Pupuk Indonesia (Persero) atau PIHC bakal menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut.

NERACA

Temuan tersebut tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024. Dari angka pemborosan belanja pupuk subsidi Rp 2,92 triliun tadi, mayoritas merupakan pembelian pupuk urea Rp 2,83 triliun ke Pupuk Indonesia.

 "Terdapat pemborosan belanja subsidi pupuk pemerintah selama tahun 2020 s.d. 2022 sebesar Rp2,92 triliun, di antaranya sebesar Rp2,83 triliun karena pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT PI belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi operasional masing-masing anak perusahaan produsen pupuk," tulis BPK dalam IHPS II 2024, dikutip Sabtu (31/5). 

BPK mencatat, kebijakan alokasi produksi pupuk bersubsidi masih dititikberatkan pada produsen dengan biaya produksi paling tinggi, sedangkan produsen dengan biaya produksi paling rendah lebih diprioritaskan untuk produksi pupuk nonsubsidi.

Selain itu, hasil perbandingan antara alokasi pada kontrak dengan rata-rata tertimbang kapasitas operasional menunjukkan bahwa pembagian alokasi produksi pupuk bersubsidi belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi masing masing produsen pupuk.

BPK memberikan rekomendasi yang perlu dijalankan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero). Yakni, meminta Dewan Komisaris perusahaan memberikan peringatan kepada Dewan Direksi. Khususnya berkaitan dengan tidak cermatnya mengambil keputusan dalam tata kelola yang baik. Serta kurang mempertimbangkan efisiensi produksi.

"BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia agar memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PT PI yang tidak cermat melanggar tata kelola yang sehat dan kurang mempertimbangkan efisiensi dalam penetapan alokasi pupuk bersubsidi kepada anak perusahaan," seperti dikutip dari IHPS II 2024.

Menanggapi temuan itu, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKB, Nasim Khan mengaku akan mempelajari temuan BPK itu. Dia juga meminta PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan.

"Yang pasti kami akan mempelajari temuan BPK tersebut, juga diharapkan PI (Pupuk Indonesia) dapat menindak lanjuti rekomendasi BPK, karena apapun yang dilakukan dalam kebijakan subsidi dan nonsubsidi diharapkan sesuai secara aturan," ujarnya seperti dikutip  Liputan6.com, Sabtu (31/5). 

Dia mengamini inefisiensi pabrik yang jadi temuan BPK. Nasim bilang, harga pokok produksi (HPP) tinggi dalam produksi pupuk subsidi imbas dari kondisi pabrik hanh sudah tua. "Temuan pemborosan dan efisiensi yang dimaksud BPK karena memang ada pabrik yang boros sehingga HPP-nya tinggi dan membebani subsidi atau apapun wajib PI menindaklanjuti rekomendasi BPK. Yang pasti langkah-langkah penyempurnaan wajib dilakukan pihak PI kedepan," tutur dia. 

Nasim melihat solusi untuk mengurangi biaya tadi, misalnya dengan membangun pabrik baru atau melakukan pembenahan pada pabrik eksisting. Adapun beberapa pabrik Pupuk Indonesia sudah berusia di atas 40 tahun. "Akhirnya Pupuk indonesia saat ini sedang membangun beberapa pabrik baru di Palembang, di Papua dan juga sedang revamping pabrik di PKT (Pupuk Kalimantan Timur) Bontang," ujarnya. 

"Semua tujuannya selain menambah kapasitas, juga meningkatkan efisiensi konsumsi gas dengan teknologi yang lebih hemat energi, kami harapkan pekerjaan selesai dengan benar juga dilakukan secara profesional sehingga bisa cepat dengan benar," ujarnya.

Lebih lanjut, Nasim mengatakan pemerintah perlu mendukung proses efisiensi produksi tadi. Diantaranya, memberikan akses harga gas murah untuk produksi pupuk sehingga tidak meningkatkan biaya produksi.

"Memang pabrik-pabrik pupuk kita sebagian besar sudah tua dan tidak efisien konsumsi bahan baku gas-nya. Oleh karena itu, perlu didukung pembangunan pabrik-pabrik baru agar semakin efisien sehingga HPP atau biaya produksinya semakin hemat sehingga tidak terjadi pemborosan," terangnya.

"Kebijakan (yang diambil pemerintah) sebaiknya dijalankan dengan benar bila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, distribusi PI produsen sampai ke bawah sudah bagus tinggal diperbaiki dan kontrol, juga masalah banyak di regulasi dan data sistem kementerian hingga ke bawah perlu di update evaluasi dengan benar dan tepat sasaran," ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan resmi membentuk kelompok kerja (pokja) untuk mengawasi proses penyaluran pupuk bersubsidi. Sejumlah kementerian terlibat dalam pokja tersebut.

Kelompok Kerja Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pupuk Bersubsidi yang dibentuk tersebut akan mengawasi pengaluran 9,55 juta ton pupuk subsidi tahun ini. "Jadi ini pokja Pupuk Bersubsidi, ya. Jadi yang 9,55 juta ton (pupuk) itu bukan barang dagangan, itu kan pupuk bersubsidi, oleh karena itu perlu diawasi," kata Menko Zulkifli dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (11/3). 

Pembentukan Pokja Pupuk Subsidi itu tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pangan Nomor 06/M.Pangan/Kep/02/2025. Setidaknya ada 30 pihak yang jadi anggota pokja, termasuk 1 ketua, 2 wakil ketua, dan 1 sekretaris pokja.

Menanggapi temuan BPK tersebut, VP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Cindy Sistyarani mengatakan perusahaan akan menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. "Terkait temuan tersebut, tentu Pupuk Indonesia menghargai temuan BPK dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan," ujarnya. 

Cindy menambahkan, temuan BPK terkait inefisiensi juga membuka sudut pandang, bahwa inefisiensi disebabkan oleh usia pabrik-pabrik yang sudah tua. "Temuan ini menunjukkan bahwa revitalisasi pabrik lama dan pembangunan pabrik baru yang efisien menjadi langkah penting," tutur dia.

"Namun, saat ini ruang bagi Pupuk Indonesia untuk berinvestasi di sektor ini masih sangat terbatas, sehingga dibutuhkan kebijakan, skema-skema baru, yang dapat mendorong efisiensi dan mendukung keberlanjutan," ujarnya. bari/ibnu/fba

BERITA TERKAIT

Paket Stimulus Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan 5%

    NERACA Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif…

PELAYANAN BPJS KESEHATAN: - Pemerintah Tunda Penerapan Sistem KRIS

Jakarta-Pemerintah menunda penerapan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan, yang seharusnya mulai 1 Juli 2025, diundur hingga akhir…

Pasar Saham Tunjukkan Penguatan di Tengah Tensi Perang Dagang

NERACA Jakarta – Meski dihantui sentimen negatif perang dagang Amerika Serikat dan China, rupanya tren kinerja pasar modal dalam negeri…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Paket Stimulus Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan 5%

    NERACA Jakarta – Pemerintah telah merilis lima paket stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Namun begitu, Direktur Eksekutif…

PELAYANAN BPJS KESEHATAN: - Pemerintah Tunda Penerapan Sistem KRIS

Jakarta-Pemerintah menunda penerapan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan, yang seharusnya mulai 1 Juli 2025, diundur hingga akhir…

Pasar Saham Tunjukkan Penguatan di Tengah Tensi Perang Dagang

NERACA Jakarta – Meski dihantui sentimen negatif perang dagang Amerika Serikat dan China, rupanya tren kinerja pasar modal dalam negeri…