Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau BI Sri Noerhidajati mengakui, kredit UMKM pada Maret 2025 hanya tumbuh 1,95 persen, lebih rendah dibandingkan ketika pandemi Covid-19 bisa mencapai 10 persen.
NERACA
"Memang saat ini agak menyedihkan, ya, kredit UMKM saat ini di Maret 2025 itu pertumbuhannya hanya 1,95 persen. Padahal, waktu pandemi saja itu bisa sekitar 10 persen," ujarnya dalam konferensi pers di Shangri-La Hotel, Jakarta, Rabu (7/5).
Sri mempertanyakan apa penyebab merosotnya pertumbuhan kredit UMKM ini. Oleh karena itu, menurut dia, BI terus mencari cara untuk mendongkrak kembali pertumbuhan kredit UMKM. "Ini kami sedang terus mencari bagaimana caranya agar kembali meningkat. Apakah memang tidak butuh kredit, atau seperti apa? Atau memang yang dikatakan selama ini bahwa kondisi makro sedang tidak baik, daya beli masyarakat turun, sehingga UMKM tidak ada permintaan?" tutur dia.
Di sisi lain, Sri juga menemukan ada UMKM yang memang tidak membutuhkan kredit perbankan. Misalnya karena mereka mendapatkan dukungan modal dari rekannya, keluarga, atau bahkan ada program yang mendukungnya. "Salah satu perusahaan konveksi di Bandung, ternyata dia tidak butuh modal, karena saking bagusnya UMKM ini dia malah dapat pembiayaan dari teman-temannya, bahkan kalau tidak salah dari Blibli. Jadi, dia tidak butuh lagi pembiayaan perbankan," ujarnya.
Sri menambahkan, BI berkomitmen mendukung pemberdayaan UMKM, khususnya UMKM perempuan melalui berbagai kebijakan, strategi, dan dukungan infrastruktur yang pro-UMKM dan pro-inovasi. BI, menurut dia, terus mendorong terciptanya lingkungan usaha yang sehat dan inklusif agar UMKM Indonesia bisa menjadi motor penggerak ekonomi nasional.
Selain itu, BI juga mendorong pembiayaan UMKM dengan insentif, seperti rasio pembayaran insentif makroprudensial. Insentif ini diberikan kepada bank agar lebih memperhatikan UMKM dan memberikan kredit. Adapun bentuk insentifnya adalah giro wajib minimumnya akan dikurangi. "Sehingga dengan kebijakan ini, diharapkan menjadi insentif bagi bank untuk mau menyalurkan ke kredit UMKM," ujarnya.
Sebelumnya Komisi VII DPR-RI meminta penjelasan Bank BUMN terkait penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pihaknya menerima protes dari masyarakat usai menampilkan konten terkait KUR di bawah Rp 100 juta tidak membutuhkan agunan. Bahkan dia mengaku menerima kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan.
"Seminggu setelah saya posting saya menerima protes luar biasa dari masyarakat, bahkan kalimatnya sudah nggak enak, yg kalau saya bacakan malu juga saya karena dianggap seakan-akan kita ini berbohong kepada mereka. Ternyata mereka datang ke bank itu mereka bahagia, mereka pikir ada perubahan aturan boleh pinjam Rp 100 juta tidak pakai agunan. Ternyata bukan hanya persoalan jaminan, proses administrasi tetap sulit mereka yang datang. Administrasi sulit dan biasanya justru yang dapat itu orang itu juga," ujar Saleh dalam Rapat Kerja di DPR RI, Jakarta, Rabu (30/4).
Kemudian, dia meminta kepada perwakilan Bank BUMN yang hadir pada rapat ini untuk memberikan mekanisme serta kriteria penerima debitur KUR. Bagaimana mekanisme sebetulnya memberikan KUR, bagaimana itu yang dipilih bukan yang lain," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Commercial Banking BTN Hermita mengatakan dalam penyaluran KUR, terbagi menjadi dua tipe, yakni UMKM yang sudah menjadi debitur dan calon debitur.
Hermita menerangkan pihaknya melakukan pendampingan kepada calon debitur yang baru. Selain itu, pihaknya juga melakukan sosialisasi ke lapangan setiap seminggu sekali. "Selama ini sepanjang masih calon penerima KUR ini kan belum pernah menerima kriteria yang satu, baik untuk pembiayaan, selama dia belum. Tapi kalau dia sudah pernah dan dia lancar untuk meningkatkan usaha, kami tetap memberikan tambahan kepada debitur. Kadang-kadang ada beberapa persyaratannya, jadi itulah yang kami dampingi, jadi untuk memenuhi persaratan-persaratan yang KUR ini kami dampingi, tolong lengkapin," ujar Hermita.
Direktur Risk Management BNI David Pirzada mengatakan BNI telah menyalurkan KUR setidaknya 11 ribu debitur UMKM. Penyaluran tersebut dilakukan melalui aplikasi khusus untuk menyalurkan KUR. Adapun pengecekan dokumen yang dibutuhkan tidak berbelit, seperti legalitas usaha, identitas diri.
"Dari aplikasi yang masuk, kalau 3 bulan terakhir ini, Pak, aplikasi yang masuk untuk KUR itu sudah 13.000, Nah, approval rate-nya itu 83%. Jadi sebetulnya sampai dengan 3 bulan saja di tahun ini, itu kita sudah menyalurkan, merealisasikan penyaluran itu ke 11.000 debitur KUR," ujar David.
Sementara itu, Direktur Consumer Banking Mandiri Saptari menjelaskan angka kredit bermasalah (Nonperforming loan/Npl) UMKM. Dia menyebut NPL UMKM di bank Mandiri masih di angka 1%. Angka NPL yang rendah itu disebabkan pihaknya memilih nasabah yang bagus. "Alhamdulillah, karena ini kami memilih nasabahnya juga cukup bagus. Sekarang kalau NPL secara persentasenya 1 persen," ujar Saptari.
Likuiditas Ketat
Sementara itu, kondisi likuiditas sektor perbankan kembali menunjukkan gelagat mengetat pada kuartal I/2025. Bank Indonesia mencatat simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) per Maret 2025 hanya tumbuh 4,7% secara tahunan (yoy), melambat dari laju pertumbuhan 5,6% pada Februari 2025.
Selain itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mencatat bahwa saldo simpanan kelompok menengah ke atas, yaitu pada rentang Rp2 miliar hingga Rp5 miliar, terkontraksi sebesar 1% secara year to date (ytd) hingga bulan ketiga tahun ini.
Efdinal Alamsyah, Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) mengidentifikasi tren ini disebabkan oleh berbagai faktor di lingkup perekonomian domestik. “Kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, pengetatan likuiditas pasar uang, dan kompetisi instrumen investasi nonperbankan seperti SBN ritel atau pasar modal,” ujarnya pekan ini seperti dikutip Bisnis.com.
Dia menjelaskan bahwa apabila pertumbuhan DPK ini tak kunjung membaik, maka tekanan likuiditas yang terjadi berpotensi untuk membatasi ekspansi kredit perbankan. Menurut dia, perbankan akan lebih selektif dalam menyalurkan kredit, khususnya terhadap segmen produktif, dengan tujuan menjaga rasio likuiditas tetap aman.
Efdinal juga menyebut bahwa bank akan meningkatkan efisiensi pendanaan, mendorong pertumbuhan dana murah (current account saving account-CASA), serta menyusun strategi suku bunga simpanan. “Potensi perang bunga simpanan tetap terbuka, terutama antarabank di KBMI 1 yang bersaing ketat dalam menghimpun dana,” ujarnya.
Adapun penghimpunan DPK perbankan pada Maret 2025 mencapai Rp8.725,6 triliun. Pelambatan ini salah satunya disebabkan oleh DPK korporasi yang hanya tumbuh 9,7% YoY menjadi Rp4.204,1 triliun, melambat dari bulan sebelumnya yang sebesar 12,9%.
Di sisi lain, simpanan golongan nasabah perorangan menunjukkan perbaikan dengan tumbuh 1,1% YoY menjadi Rp4.116,1 triliun, usai terkontraksi 0,9% pada Februari 2025. Adapun komponennya adalah tabungan tumbuh 7,9% yoy menjadi Rp2.923 triliun per Maret 2025, melaju dari pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 7,4%. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
Jakarta-Ketua Komite Tetap Perencanaan Ekonomi dan Moneter, Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional Kadin Indonesia, Ikhwan Primanda mengungkapkan sektor industri pengolahan…
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…