Stop Provokasi di Media Sosial, Pentingnya Netiket

 

Stop Provokasi di Media Sosial, Pentingnya Netiket
NERACA
Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan "Pentingnya Etika dalam Penggunaan Media Digital" pada Selasa (22/3). 
Kali ini hadir pembicara-pembicara program kegiatan Literasi Digital #MakinCakapDigital di tahun 2024 yang ahli di bidangnya untuk berbagai bidang antara lain Dosen di PTS Purwakarta Dian Ikha Pramayanti, Trainer Digital Entrepreneurship Academy KOMINFO Muhammad Dzaki Riana, dan Direktur Kaliopak Creative Media Eka Y Saputra.  
Survei terbaru dari We Are Social dan Kepios 2022 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 204 juta pengguna atau sudah digunakan oleh 73,7 persen penduduk Indonesia. Sejumlah 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet. 
Banyaknya waktu yang dihabiskan oleh masyarakat Indonesia untuk menggunakan internet, membuat pentingnya netiket (network etiquette) yang merupakan etika dalam penggunaan internet. Menurut Dzaki, netiket termasuk dalam bentuk kecakapan komunikatif seseorang, artinya orang tersebut  dapat berkomunikasi dengan sopan serta menjadi pendengar yang baik di dunia digital sekalipun. "Menggunakan media sosial yang beretika adalah kesadaran akan tanggung jawab dan dampaknya terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat secara luas," kata Dzaki. 
Ia menjelaskan, pengguna media sosial yang beretika digital biasanya sudah memahami etika online, senantiasa menjaga privasi, memeriksa validitas informasi, dan berinteraksi dengan sopan dengan pengguna media sosial lain. Salah satu bentuk etika dunia digital adalah menghindari komentar provokatif. 
Dian menjelaskan umumnya komentar provokatif yang ditemui di dunia digital, khususnya pada media sosial, forum online, video, situs berita, game online, chatting, dan e-commerce. biasanya dirancang untuk memicu reaksi emosional atau konflik pengguna lain atau sebuah komunitas. 
"Mengapa orang berkomentar provokatif di dunia digital, bisa jadi karena anonimitas jadi ada rasa bebas dan berani berbicara tanpa konsekuensi langsung atas tindakan atau perkataan mereka." kata Dian. 
Faktor lain yang memungkinkan seseorang berkomentar provokatif adalah keterlibatan emosional memicu reaksi impulsif dan agresif, perbedaan pendapat terutama jika topiknya sensitif sehingga mengirim komentar untuk menantang, cari perhatian, dan trolling atau sengaja untuk mengganggu pengguna lain. 
Selain menimbulkan efek negatif pada pengguna lain, Dian menyebutkan seseorang yang berkomentar provokatif seharusnya sadar akan jejak digital yang ditinggalkan. "Ingat, rekam jejak digital tidak bisa dihapus selamanya dan akan abadi. Jadi saring sebelum posting, pikir sebelum komentar, dan hiasi medsosmu dengan konten atau portfolio masa depan." kata Dian. 
Apalagi, saat ini sudah ada Undang-Undang yang mengatur perihal ujaran kebencian dalam UU Nomor 1 Tahun 2024 yang juga termasuk dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuh cara untuk menghentikan siklus komentar provokatif menurut Dian bisa dimulai dengan refleksi diri, mengenal pemicu, mengelola emosi dengan baik, lalu mempraktekkan empati, tahu batasan, sadar dan mengedukasi diri, serta meminta dukungan. 
Eka menambahkan, demi mewujudkan internet yang kaya akan konten dan relevan jadilah kreator dan kolaborator di internet, menghormati moral sosial dan martabat kemanusiaan, dan berjuang untuk lingkungan internet yang lebih baik. "Stop provokasi, tak ada guna kita berkomentar provokasi, karena saat di ruang digital tanggung jawab dunia digitalmu pada diri sendiri dan pada gawaimu. Tahan jempolmu, karena jarimu harimaumu," pungkas Dian.
Sebagai informasi, Webinar Makin Cakap Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo). Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui Website literasidigital.id atau akun Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo dan Youtube Literasi Digital Kominfo.

 

 

NERACA

Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan webinar mengenai penguatan keterampilan digital masyarakat Indonesia bernama #MakinCakapDigital 2024 untuk segmen komunitas di wilayah Jawa Tengah dengan "Pentingnya Etika dalam Penggunaan Media Digital" pada Selasa (22/3). 

Kali ini hadir pembicara-pembicara program kegiatan Literasi Digital #MakinCakapDigital di tahun 2024 yang ahli di bidangnya untuk berbagai bidang antara lain Dosen di PTS Purwakarta Dian Ikha Pramayanti, Trainer Digital Entrepreneurship Academy KOMINFO Muhammad Dzaki Riana, dan Direktur Kaliopak Creative Media Eka Y Saputra.  

Survei terbaru dari We Are Social dan Kepios 2022 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 204 juta pengguna atau sudah digunakan oleh 73,7 persen penduduk Indonesia. Sejumlah 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet. 

Banyaknya waktu yang dihabiskan oleh masyarakat Indonesia untuk menggunakan internet, membuat pentingnya netiket (network etiquette) yang merupakan etika dalam penggunaan internet. Menurut Dzaki, netiket termasuk dalam bentuk kecakapan komunikatif seseorang, artinya orang tersebut  dapat berkomunikasi dengan sopan serta menjadi pendengar yang baik di dunia digital sekalipun. "Menggunakan media sosial yang beretika adalah kesadaran akan tanggung jawab dan dampaknya terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat secara luas," kata Dzaki. 

Ia menjelaskan, pengguna media sosial yang beretika digital biasanya sudah memahami etika online, senantiasa menjaga privasi, memeriksa validitas informasi, dan berinteraksi dengan sopan dengan pengguna media sosial lain. Salah satu bentuk etika dunia digital adalah menghindari komentar provokatif. 

Dian menjelaskan umumnya komentar provokatif yang ditemui di dunia digital, khususnya pada media sosial, forum online, video, situs berita, game online, chatting, dan e-commerce. biasanya dirancang untuk memicu reaksi emosional atau konflik pengguna lain atau sebuah komunitas. 

"Mengapa orang berkomentar provokatif di dunia digital, bisa jadi karena anonimitas jadi ada rasa bebas dan berani berbicara tanpa konsekuensi langsung atas tindakan atau perkataan mereka." kata Dian. 

Faktor lain yang memungkinkan seseorang berkomentar provokatif adalah keterlibatan emosional memicu reaksi impulsif dan agresif, perbedaan pendapat terutama jika topiknya sensitif sehingga mengirim komentar untuk menantang, cari perhatian, dan trolling atau sengaja untuk mengganggu pengguna lain. 

Selain menimbulkan efek negatif pada pengguna lain, Dian menyebutkan seseorang yang berkomentar provokatif seharusnya sadar akan jejak digital yang ditinggalkan. "Ingat, rekam jejak digital tidak bisa dihapus selamanya dan akan abadi. Jadi saring sebelum posting, pikir sebelum komentar, dan hiasi medsosmu dengan konten atau portfolio masa depan." kata Dian. 

Apalagi, saat ini sudah ada Undang-Undang yang mengatur perihal ujaran kebencian dalam UU Nomor 1 Tahun 2024 yang juga termasuk dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuh cara untuk menghentikan siklus komentar provokatif menurut Dian bisa dimulai dengan refleksi diri, mengenal pemicu, mengelola emosi dengan baik, lalu mempraktekkan empati, tahu batasan, sadar dan mengedukasi diri, serta meminta dukungan. 

Eka menambahkan, demi mewujudkan internet yang kaya akan konten dan relevan jadilah kreator dan kolaborator di internet, menghormati moral sosial dan martabat kemanusiaan, dan berjuang untuk lingkungan internet yang lebih baik. "Stop provokasi, tak ada guna kita berkomentar provokasi, karena saat di ruang digital tanggung jawab dunia digitalmu pada diri sendiri dan pada gawaimu. Tahan jempolmu, karena jarimu harimaumu," pungkas Dian.

Sebagai informasi, Webinar Makin Cakap Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo). Adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dapat diakses melalui Website literasidigital.id atau akun Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Literasi Digital Kominfo dan Youtube Literasi Digital Kominfo.

BERITA TERKAIT

Brand-brand Pilihan Utama Konsumen Indonesia di Ajang Brand Choice Award 2025

  NERACA Jakarta - Penggunaan e-commerce di Indonesia terus mengalami lonjakan seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin mengandalkan…

Delifru Utama Ditunjuk Jadi ATPM Mesin Kopi La Carimali

  NERACA Jakarta - PT Delifru Utama Indonesia ditunjuk sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mesin kopi asal Italia, La…

Produsen Air Mineral Sierra Raih Penghargaan Top Innovation Choice Award 2025

  NERACA Jakarta - Produsen air mineral kemasan asal Bandung, Sierra meraih penghargaan di ajang Top Innovation Choice Awards 2025…

BERITA LAINNYA DI Keuangan

Brand-brand Pilihan Utama Konsumen Indonesia di Ajang Brand Choice Award 2025

  NERACA Jakarta - Penggunaan e-commerce di Indonesia terus mengalami lonjakan seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin mengandalkan…

Delifru Utama Ditunjuk Jadi ATPM Mesin Kopi La Carimali

  NERACA Jakarta - PT Delifru Utama Indonesia ditunjuk sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) mesin kopi asal Italia, La…

Produsen Air Mineral Sierra Raih Penghargaan Top Innovation Choice Award 2025

  NERACA Jakarta - Produsen air mineral kemasan asal Bandung, Sierra meraih penghargaan di ajang Top Innovation Choice Awards 2025…