MENKO MARVES LUHUT B. PANJAITAN MINTA KLARIFIKASI BANK DUNIA: - Indeks Kinerja Logistik RI Merosot ke Peringkat 63

Jakarta-Hasil survei Bank Dunia mengungkapkan, skor indeks kinerja logistik (Logistic Performance Index-LPI) Indonesia tahun ini merosot ke peringkat 63 dari semula urutan 46. Atas survei tersebut, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Panjaitan akan meminta klarifikasi Bank Dunia soal laporan tersebut.

NERACA

Dalam laporan Bank Dunia yang dikutip Selasa (18/7), skor LPI Indonesia pada tahun ini turun menjadi 3,15, kalah jauh dari Singapura yang ada di posisi pertama dengan skor 4,3 dan Jepang di peringkat ke-15 dengan skor 3,9.

Survei LPI dilakukan Bank Dunia terhadap 139 negara terkait dengan kecepatan pengiriman atau pengangkutan barang, hingga pelayanan yang diberikan dalam melakukan bisnis logistik.

Setidaknya, ada enam indikator yang diukur oleh Bank Dunia terkait LPI ini, yakni kepabeanan, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas logistik, timeline, serta pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).

Jika dilihat, dari sisi kepabeanan, skor Indonesia sebenarnya mengalami kenaikan dari 2,67 (2018) menjadi 2,8 (2023). Indonesia juga mampu mempertahankan skor infrastruktur yakni 2,9. Namun, skor pengiriman internasional turun dari 3,23 (2018) menjadi 3 (2023). Begitu juga dengan kompetensi dan kualitas logistik di Indonesia skornya turun dari 3,1 (2018) menjadi 2,9 (2023).

Untuk skor indikator pelacakan dan penelusuran serta timeline juga turun. Pelacakan dan penelusuran tercatat turun dari 3,3 (2018) menjadi 3 (2023) dan timeline merosot dari 3,67 (2018) menjadi 3,3 (2023).

Adapun negara dengan peringkat LPI tertinggi adalah Singapura (1), Finlandia (2), Denmark (3), Jerman (4), dan Belanda (5). Sementara, negara tetangga Indonesia lainnya seperti Australia ada di peringkat 19, Malaysia di posisi 31, Thailand peringkat 37 dan India peringkat 38. Posisi Indonesia tahun ini turun menjadi peringkat 63 dengan skor 3, dari sebelumnya ada di urutan 46 dengan skor 3,15.

Tidak terima dengan hasil laporan tersebut, Menko Luhut berencana untuk bertanya langsung kepada pihak Bank Dunia soal penyebab peringkat logistik Indonesia turun drastis. Sebab, dia menilai laporan LPI tersebut bertentangan dengan upaya perbaikan yang sudah dilakukan pemerintah selama ini.

"Kita tidak boleh menutup diri kalau harus ada perbaikan, nggak perlu kecil hati, tapi harus transparan. Karena itu saya akan panggil nanti World Bank, saya mau tanya 'Heh (Bank Dunia), di mana (kekurangan Indonesia), tell me!'. Supaya kita tahu, diperbaiki. Jangan tiba-tiba kita turun 17 peringkat dari 46 jadi 63," ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/7).

Selain kecewa dengan Bank Dunia, Luhut juga menyatakan kegeramannya atas penilaian banyak orang, termasuk pengamat atas kondisi logistik di dalam negeri. Pasalnya, mereka sering membandingkan kualitas pelabuhan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Menurut dia, perbandingan tersebut jelas tidak apple to apple atau sebanding.

"Di antara negara-negara ASEAN (Asia Tenggara), peringkat LPI seperti ini tertinggi Singapura. Singapura tertinggi jumlah penduduk enam juta, pelabuhannya cuma satu, relatif pasti oke lah. Saya tidak setuju kalau orang bandingkan, tidak apple to apple juga apa yang terjadi," tegas Luhut.

Luhut mengklaim sejatinya sejak 2019 lalu pemerintah sudah berhasil menekan biaya logistik di pelabuhan Indonesia. Perbaikan itu tercermin dari total biaya yang dikeluarkan masyarakat di pelabuhan yang turun dari 23,9 persen menjadi sekitar 16 persen saja.

Menurut dia, penurunan biaya hampir 8 persen itu merupakan angka yang cukup baik untuk Indonesia. Luhut mengatakan Indonesia bisa menghemat hingga triliunan rupiah dengan adanya transformasi ini.

Namun, dalam laporan LPI Bank Dunia terungkap peringkat LPI Indonesia memang kalah jauh dari negara tetangga ASEAN lainnya seperti Singapura di peringkat pertama, Malaysia di posisi 31 dan Thailand di urutan 37.

Eksportir Cemas

Sementara itu, kalangan pengusaha komoditas Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia cemas dengan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang baru saja diterbitkan Presiden Jokowi. Pasalnya, aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tersebut mewajibkan para eksportir untuk menyimpan dolar atau DHE di perbankan selama tiga bulan dengan jumlah minimal 30 persen mulai 1 Agustus 2023.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, aturan tersebut pasti akan mengganggu keuangan perusahaan. Pasalnya, uang hasil ekspor yang biasanya bisa langsung digunakan kembali untuk berbisnis harus ditahan untuk waktu lama.

"Aturan tersebut akan mengganggu arus kas para eksportir SDA, bukan saja perusahaan pertambangan batu bara, tetapi juga mineral, kehutanan, perkebunan, dan perikanan," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com, pekan ini.

Meski demikian, dia menekankan pihaknya siap untuk melaksanakan aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Hanya saja, APBI berharap bisa diikutsertakan dalam pembahasan aturan turunan atau teknis PP 36/2023 tersebut.

Hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan aturan ini nantinya para pengusaha yang bersangkutan bisa mengikuti dan tidak memberatkan. "Kami berharap agar dalam pembahasan peraturan pelaksanaan, para eksportir SDA juga diminta masukan secara teknis agar peraturan pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan baik dan sedapat mungkin bisa mengurangi beban arus kas perusahaan," ujarnya.

Pendapat senada disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono. Dia menilai aturan tersebut akan membebani perusahaan. Sebab, para eksportir mau tidak mau harus menyediakan modal tambahan senilai DHE yang ditahan dalam melaksanakan kegiatan usaha.

"Sebenarnya itu menjadikan perusahaan harus menambah biaya, karena ditahan tiga bulan. Ujung-ujungnya perusahaan harus menyediakan modal kerja sebesar 30 persen dari devisa yang ditahan," ungkapnya.

Meski demikian, Gapki juga sepakat untuk mengikuti aturan yang ditetapkan ini. Namun, bila saat pelaksanaannya nanti dirasa memberatkan, maka akan mengajukan revisi kepada pemerintah terutama untuk besaran nilai yang harus ditahan.

"Ya kita ikuti terlebih dahulu, apabila dalam pelaksanaan ternyata kinerja ekspor terganggu, kita memohon agar kebijakan segera direvisi, minimal perubahan besarannya diubah," ujar Eddy. b

BERITA TERKAIT

ANGGARAN DANA DESA TRILIUNAN RUPIAH: - ISEI Nilai Berpotensi Korupsi dan Moral Hazard

  Jakarta-Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bidang Akademik dan Riset, Sahara, menyoroti terkait besarnya anggaran dana desa yang…

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, RI Butuh Investasi Rp7.500 Triliun

  NERACA Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia membutuhkan investasi baru minimal Rp7.500 triliun untuk mencapai…

DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Segera Dibahas

NERACA Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kerap menjadi sorotan publik sejak awal wacana pembahasannya. Salah satu poin yang…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

ANGGARAN DANA DESA TRILIUNAN RUPIAH: - ISEI Nilai Berpotensi Korupsi dan Moral Hazard

  Jakarta-Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bidang Akademik dan Riset, Sahara, menyoroti terkait besarnya anggaran dana desa yang…

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, RI Butuh Investasi Rp7.500 Triliun

  NERACA Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia membutuhkan investasi baru minimal Rp7.500 triliun untuk mencapai…

DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Segera Dibahas

NERACA Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kerap menjadi sorotan publik sejak awal wacana pembahasannya. Salah satu poin yang…