Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Kelapa Sawit Berkelanjutan

NERACA

Jakarta – Industri perkebunan kelapa sawit sebagai industri hulu sawit memang berkembang pesat di Indonesia sebagai industri yang tahan krisis. Bertumbuhnya produksi minyak sawit mentah (crude pal oil atau CPO) setiap tahunnya, mendorong banyak pertumbuhan ekonomi di masyarakat, sekaligus mendorong tumbuhnya industri hilir nasional.

Produksi CPO yang terus bertumbuh di Indonesia, kian memperkokoh keberadaan Indonesia sebagai produsen terbesar CPO dunia. Sejak melampaui produksi CPO Malaysia tahun 2005 silam, predikat sebagai produsen terbesar CPO telah didampuk Indonesia pada 2006 silam hingga dewasa ini.Pertumbuhan produksi CPO Indonesia juga terus bertumbuh setiap tahunnya, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada tahun 2022, produksi CPO Indonesia telah mencapai 46,73 juta ton.

Secara global, produksi CPO Indonesia telah berkontribusi hingga 51% dari pasokan minyak sawit yang dikonsumsi masyarakat dunia. Peranan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia ini, menjadi sangat penting keberadaannya, lantaran konsumsi masyarakat global selalu mengalami peningkatan permintaan setiap tahunnya.

Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Khadikin mengungkapkan, sampai hingga saat ini jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia telah sebanyak 2.511 yang tersebar di 26 provinsi. Dimana kapasitas produksi telah mencapai 84,8 juta ton dengan utilisasi sekitar 55% menghasilkan 47 juta ton CPO (minyak sawit mentah).

“Indonesia merupakan negara Penghasil kelapa sawit nomor pertama di Dunia dengan pangsa pasar 55% dari Pasar Global,” kata Khadikin di Jakarta.

Lebih lanjut kata Khadikin, sekitar 60% produk minyak sawit Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan dan energi untuk dunia. Dengan perkiraan populasi global mencapai sekitar 9,8 miliar pada tahun 2050, peningkatan kepadatan penduduk perkotaan, diprediksi akan ada tambahan kebutuhan 200 juta ton minyak nabati di masa depan yang dapat dipenuhi oleh minyak sawit karena minyak nabati yang paling efisien dan paling produktif.

Apalagi dengan produksi rata-rata 5 Ton/Ha, hanya membutuhkan sekitar 4 Juta Ha lahan pertanian, dapat menghemat ratusan juta hektar lahan yang bisa digunakan untuk keperluan lain. Diakui Khadikin, Industri hasil perkebunan memiliki peran penting bagi sektor industri agro. Pada semester I tahun 2022, dari total ekspor industri agro sebesar US$ 25,12 Milyar, 56,6%-nya didominasi oleh produk industri hasil perkebunan.

Sementara itu, Rukaiyah Rafiq dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), secara umum penerapan praktik sawit berkelanjutan khususnya bagi petani sawit swadaya bukanlah hal yang mustahil. Hanya saja prosesnya hingga saat ini masih dihadapkan kepada beragam kendala. Terbukti sampai saat ini areal kelapa sawit petani sawit swadaya masih sangat minim atau masih sektar 2% dari total lahan perkebunan kelapa sawit nasional.

Kata Rukaiyah Rafiq yang akrab dipanggil Uki, saat ini petani sawit swadaya masih terus berjuang dan terus memperluas areal kebun bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).

Disaat bersamaan muncul kebijakan baru European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang diyakini akan berdampak langsung pada keberadaan petani sawit swadaya. Mereka akan terlempar jauh dari skema perdagangan EU. Ketergantungan dengan pabrik pengolah, kapasitas pengetahuan, lemahnya dukungan, keberadaan para pedagang perantara, menjadi masalah serius yang dihadapi oleh petani swadaya.

“Kondisi ini berbanding terbalik dengan syarat EUDR yang harus memastikan bahwa produk yang masuk ke Uni Eropa adalah produk yang telah melalui uji kelayakan menggunakan EUDR dimana persyaratan utama adalah keterlacakan dan legal,” kata Uki.

Sebab itu tutur Uki, seharusnya UE tidak hanya mempertimbangkan produk kelapa sawit mengandung nol deforestasi dan traceable, tapi juga mengandung sawit yang diproduksi petani swadaya. Setidaknya semua produk minyak sawit yang masuk kepasar Uni Eropa harusnya 25% adalah berasal dari kebun petani.

“Ini adalah solusi untuk memastikan EUDR tidak hanya berperan dalam nol deforestasi tapi juga berperan dalam perbaikan sumber kehidupan petani dan mendorong pelibatan petani dalam inisiative perlindungan dan pemulihan. Jika tidak, maka EUDR hanya akan menjadi kebijakan yang mengabaikan petani dan makin memperparah deforestasi, yang pada akhirnya kita semua akan mengalami kerugian,” tandas Uki.

 

BERITA TERKAIT

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

Permendag 36/2023 Permudah Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memberikan kemudahan serta…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

Permendag 36/2023 Permudah Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memberikan kemudahan serta…