NERACA
Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan aturan mengenai subsidi kendaraan listrik pada 20 Maret 2023, sebagai upaya mempercepat kendaraan listrik di Tanah Air yang tercantum dalam Perpres 55/2019. Dengan menetapkan untuk subsidi motor listrik maupun konversi motor listrik sebesar Rp 7 juta per unit, sementara untuk mobil listrik pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 70 jutaan per unit.
Dimana berdasarkan data Kementerian Perindustrian, besaran subsidi motor listrik pada 2023 akan digelontorkan sebesar Rp 1,4 triliun. Kemudian pada 2024 naik menjadi Rp 4,2 triliun untuk 600.000 unit motor listrik.
Kemudian, besaran subsidi mobil listrik pada 2023 sebesar Rp 1,6 triliun, dan akan meningkat menjadi Rp 4,9 triliun pada 2024. Bus listrik juga akan mendapatkan subsidi dari pemerintah sebanyak Rp 48 miliar pada 2023. Lalu pada 2024 naik menjadi Rp 144 miliar.
Menyikapi kebijakan ini, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menuturkan, saat ini jika masyarakat ingin membeli mobil listrik harus antri selama 6 bulan. Berarti mobil listrik ini laku, kenapa pemerintah harus subsidi. “Ini barang laku kenapa harus disubsidi, dan ini hanya terjadi di Indonesia. Ini ada yang aneh,” tutur Faisal Basri, saat berbicang di kanal youtube Akbar Faizal Uncensored, Rabu (24/5).
Pasalnya, menurut Faisal, saat ini ada regulator yang juga menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Kendaraan Listrik, ada juga salah satu pejabat yang mempunyai perusahaan kendaraan listrik. Dimana mereka membuat kebijakan kendaraan listrik, untuk memberikan subsidi pada dirinya sendiri. Karena di Indonesia sudah tidak ada lagi batas antara penguasa dan pengusaha. “Harusnya subsidi untuk masyarakat ini kepada produsen, jadi kembali lagi ini ada yang aneh,” timpalnya.
Pada diskusi yang diselenggarakan oleh Indef yang mengangkat tema 'Subsidi Mobil Listrik: Insentif untuk yang Berdaya Beli?, Faisal Basri juga kembali menyinggung, bahwa kebermanfaatan mobil atau kendaraan listrik hanya dapat diraih, apabila ekosistem penggunaan energinya juga berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
Dia pun menegaskan, salah satu pengembangan EBT yakni energi surya di Indonesia saat ini bahkan terbilang begitu parah sekali. Dia menilai prioritas pengembangan mobil listrik di Indonesia sangat jauh berkebalikan.
Karena itu, lanjut Faisal, masalah pengurangan emisi karbon yang sebenarnya menjadi sumber masalah utama dan latar belakang dalam konteks pengembangan mobil listrik ini, justru tidak diselesaikan. "Jadi kesimpulannya bahwa pengembangan mobil listrik di Indonesia ini adalah proses 'rent seeking' atau pencari rente. Karena sebenarnya (subsidi mobil listrik) ini untuk menyubsidi rakyat untuk memperoleh mobil listrik, atau mensubsidi pengusaha agar untungnya banyak? Sebenarnya dia (pengusaha) juga sudah untung, tapi untungnya kurang banyak, dan inilah ketamakan oligarki," ujarnya.
Sementara itu, Data Analyst Continuum Indef, Wahyu Tri Utomo mengungkap hasil analisis respons masyarakat mengenai kebijakan subsidi kendaraan listrik. Analisis itu menggunakan pendekatan big data yang diambil dari media sosial Twitter. “Apakah warganet itu sepakat dengan subsidi kendaraan listrik? Kami menemukan bahwa 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut,” ujar dia.
Hal serupa juga dilayangkan oleh Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu. Kata Masinton, seharusnya subsidi itu bisa dialihkan untuk memajukan sektor industri lain yang lebih krusial bagi tanah air.
Ia mengutarakan, di samping industri kendaraan listrik ada lebih dari 65% lapangan usaha yang berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB), diantaranya sektor pertanian, perikanan, pertambangan, industri konstruksi, perdagangan, hingga transportasi. "Oleh karena itu pertumbuhan pada sektor ekonomi negara tersebut butuh intervensi pemerintah, intervensi jangan hanya mobil listrik saja, tapi pada sektor-sektor kerakyatan," kata Masinton.
Selanjutnya, kritikan terhadap mobil listrik itu disampaikan oleh Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) sebagaimana pandangannya dibacakan oleh Anggota DPR Fauzi Amro. Menurutnya, subsidi kendaraan listrik itu seharusnya bisa diarahkan untuk mendorong kemajuan sektor pertanian, karena subsidi pupuk dari tahun ke tahunnya malah turun. agus
Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…
NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…
NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…
Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…
NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…
NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…