Berdampak Multi Sektoral, Bambang Haryo Tolak Kenaikan Harga BBM

NERACA

Jakarta - Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur Bambang Haryo Soekartono menolak keras kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) lantaran berdampak multi-sektoral dan membebani masyarakat.

Menurut Bambang Haryo, kebijakan penentuan harga BBM semestinya menjadi kewenangan pemerintah yang mengutamakan asas perlindungan kepada masyarakat, sebagaimana amanat pasal 33 UUD 1945.

"Harusnya pemerintah dapat bercermin pada pemerintahan terdahulu dalam kebijakan harga BBM, mulai dari era Presiden Soeharto sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya, Minggu (3/4/2022).

Pada saat pemerintahan Soeharto, tutur Bambang, harga BBM sejak 1980 hingga 1990 sebesar Rp150/liter atau sama dengan harga BBM di Arab Saudi. Pada 1998 ketika krisis moneter dan dolar AS tembus Rp16.000 lebih, harga BBM Oktan 90 pada waktu itu terpaksa dinaikkan dari Rp700/liter menjadi Rp1.200/liter. Namun Presiden BJ Habibie menurunkan kembali harga BBM menjadi Rp600/liter.

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini melanjutkan, Presiden Abdurrahman Wahid juga sempat menurunkan harga BBM pada 2000 dari Rp1.000/liter menjadi Rp600/liter, bahkan Presiden SBY sempat menurunkan harga pada 2008 dari Rp5.500/liter menjadi Rp4.500/liter/

“Dalam 10 tahun Pemerintahan SBY hanya terjadi satu kali kenaikan pada 2013, itupun diprotes keras oleh masyarakat dan elit politik. Padahal ada alasan terkait harga minyak dunia naik dan terakumulasi tinggi pada 2008 hingga 2013 sebesar USD 145 per barrel,” kata Bambang Haryo.

Dia mengatakan, di masa Pemerintahan Joko Widodo, setidaknya dalam jangka waktu 5 tahun terjadi kenaikan BBM beberapa kali, padahal harga minyak mentah dunia sempat turun sangat rendah hingga di bawah USD 30 per barrel pada 2016.

Harga minyak mentah bahkan menurun lagi pada 2020 menjadi USD 11 per barrel yang merupakan harga terendah sepanjang sejarah. Saat itu, harga minyak Ron 98 di Arab Saudi USD 0.2 atau Rp2.800/liter, sedangkan di Indonesia tetap Rp9.800/liter.

"Seharusnya di Indonesia harga BBM tidak lebih dari Rp4.000/liter, karena sampai saat ini harga minyak dunia yang mendasari harga BBM di Indonesi disebabkan Indonesia mengimpor 100% dari beberapa negara total 10,59 juta ton, yakni 40% dari Arab Saudi, 29% dari Nigeria dan 14% dari Australia," ujar BHS.

Harga yang ditetapkan oleh pemerintah dan Pertamina, menurut dia, terlalu tinggi untuk masyarakat Indonesia karena harga di Arab Saudi secara ritel untuk Ron 91 sebesar 2,18 real (Rp8.000) dan Ron 95 sebesar 2,33 real (Rp8.900), disel 0,63 real (Rp2.300) dan dari Nigeria untuk Ron 95 sebesar USD 0,4 (Rp5.700) dan diesel USD 0.54 (Rp7.700) per liter.

Perbandingan Negara Lain

Bambang Haryo membandingkan harga BBM Indonesia dengan Malaysia yang juga mengimpor 100% dari luar negeri yaitu dari Singapura, China, Arab Saudi, UEA dan Indonesia.

Menurut dia, harga BBM di Malaysia pada Maret untuk Ron 95 sebesar 2,05 ringgit atau Rp6.972/liter, Ron 97 sebesar 3,91 ringgit (Rp13.297), diesel 2,85 ringgit (Rp7.312), bahkan untuk transportasi publik dan logistik Malaysia menyediakan bahan bakar gas yang sangat murah sebesar 1,19 ringgit atau Rp4.057 per liter.

“Di sini terlihat pemerintahan Malaysia sangat memikirkan kepentingan rakyatnya dan juga kestabilan ekonomi di negaranya dengan menjual BBM dengan harga yang relatif murah,” kata Bambang Haryo.

Dia mengatakan hal itu berbanding terbalik dengan kebijakan Pemerintah Indonesia saat ini. Sebagai penghasil minyak mentah dunia terbesar di Asia Tenggara dan penghasil gas terbesar di Asia, dia menilai semestinya harga BBM bisa jauh lebih murah dari harga saat ini dengan sistem barter, seperti yang dilakukan oleh Malaysia.

“Demikian juga negara-negara yang hanya penghasil energi fosil minyak terbesar di dunia, harga energinya juga sangat murah yang diberikan kepada masyarakatnya," lanjutnya.

Sebagai contoh, tutur Bambang Haryo, Venezuela menjual BBM Ron 95 sebesar 0,1 bolivar (Rp3.283), Iran untuk Oktan 95 sebesar 15.000 rial (Rp5.100), Kuwait Ron 91 sebesar 0.085 dinar (Rp4.014) dan Ron 95 sebesar 0,105 dinar (Rp4.950) per liter.

"Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa Indonesia termasuk negara penghasil energi fosil dan bio energi terbesar yang menerapkan harga BBM ke masyarakat sangat tinggi. Ini menjadi kemerosotan pembangunan ekonomi nasional,aApalagi BBM subsidi premium oleh pemerintahan sebelumnya menjadi andalan untuk transportasi publik dan logistik di Indonesia justru dihilangkan," katanya.

Patut diduga, lanjut alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini, Pertamina dan broker importir BBM mendapatkan keuntungan yang sangat besar karena ada perbedaan harga yang sangat tinggi dari negara asal impor BBM tersebut yaitu Arab Saudi dan Nigeria.

Parahnya lagi, kata Bambang Haryo, hampir di sebagian besar wilayah kepulauan mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk kepentingan transportasi logistik dan publik. Bahkan yang menjadi jargon pemerintahan Jokowi adalah maritim dan pertanian, para nelayan dan petani justru kesulitan mendapatkan BBM tersebut.

“Dan harga BBM di wilayah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua saat ini bisa mencapai harga lebih dari 2 kali lipat dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah karena kelangkaan distribusi BBM," ungkapnya

Dia menilai kenaikan harga BBM saat ini menunjukkan pemerintah dan Pertamina lebih memikirkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia.

“Seharusnya Presiden dan Menteri ESDM turun tangan melakukan intervensi dalam mengendalikan harga BBM yang dijual oleh Pertamina dan mengusut tuntas para importir BBM agar untuk tidak mengambil untung besar. Kenaikan BBM akan berdampak terhadap inflasi yang berpengaruh ke ekonomi rakyat, UMKM, pertanian, nelayan, dan industri seperti,” kata Bambang Haryo. (Mohar/Iwan)

 

 

BERITA TERKAIT

Nasabah PNM Mekaar Sulap 10 Ton Pakaian Lama Miliki Harapan Baru

NERACA Jakarta – Program RE3: Reduce, Re-love, Restyle yang digerakkan oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sukses mengumpulkan 10,5 ton…

DPMPTSP Cianjur Catat Investasi Triwulan I Capai Rp236 Miliar

NERACA Cianjur - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mencatat nilai investasi selama…

Pemkab Bekasi Tuntaskan Bangun dan Rehab 54 Jembatan

NERACA Kabupaten Bekasi - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menuntaskan pembangunan dan rehabilitasi terhadap 54 jembatan di daerah itu hingga…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Nasabah PNM Mekaar Sulap 10 Ton Pakaian Lama Miliki Harapan Baru

NERACA Jakarta – Program RE3: Reduce, Re-love, Restyle yang digerakkan oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sukses mengumpulkan 10,5 ton…

DPMPTSP Cianjur Catat Investasi Triwulan I Capai Rp236 Miliar

NERACA Cianjur - Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mencatat nilai investasi selama…

Pemkab Bekasi Tuntaskan Bangun dan Rehab 54 Jembatan

NERACA Kabupaten Bekasi - Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menuntaskan pembangunan dan rehabilitasi terhadap 54 jembatan di daerah itu hingga…