Antara Register Terbuka dan UU Cipta Kerja

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Open registry atau register terbuka adalah kebijakan negara bendera (flag state) yang memberikan kesempatan kepada pemilik kapal dari seluruh dunia, tidak terbatas hanya kepada warga negara bersangkutan, untuk memakai benderanya. Jika Indonesia ingin menerapkan open registry, kemudahan yang diberikan harus terbatas pada bidang pajak, kepastian hukum dan lainnya. Sebetulnya banyak negara yang menerapkan kebijakan tersebut untuk meningkatkan jumlah armadanya tanpa perlu mengorbankan aspek keselamatan dan kondisi kerja pelaut.

Indonesia perlu segera menata ulang aturan perpajakan dan kepastian hukumnya agar para pemilik kapal mau mendaftarkan kebangsaan kapalnya dengan bendera Indonesia. Pilihan menerapkan open registry perlu dipikirkan secara serius oleh pemerintah.

Pastikan akan ada perdebatan seputar penerapan registrasi terbuka ini. Sesuatu yang lumrah. Hanya saja, akan lebih baik jika perdebatan itu juga melibatkan semua pihak mengingat wacana open registry amat sangat strategis untuk didiskusikan hanya oleh Kemenhub, pelaku industri pelayaran, pengamat dan pelaut.

Gagasan register terbuka perlu dikemukakan karena RUU Cipta Kerja sudah diketok oleh Parlemen menjadi undang-undang. Di dalamnya terdapat Pasal 14A yang berbunyi “sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia, maka kapal asing dapat melakukan kegiatan khusus di wilayah perairan Indonesia. Namun, kegiatan khusus tersebut tidak termasuk mengangkut penumpang dan atau barang”. Selanjutnya, "Ketentuan mengenai kegiatan khusus yang dilakukan oleh kapal asing akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)”.

Pelayaran dalam negeri tenang-tenang saja karena kapal khusus yang akan dizinkan beroperasi itu adalah jenis armada offshore yang tidak banyak populasinya, jika tidak hendak disebut tidak ada sama sekali, di republik ini.

Kapal-kapal tipe begituan sejatinya sudah mondar-mandir di perairan Indonesia selama ini. Praktik ini diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan dan Peraturan Menteri Perhubungan atau Permenhub tentang Izin Penggunaan Kapal Asing/IPKA.

Pertanyaannya sekarang, apakah kapal asing yang bakal masuk ke Indonesia sejurus pemberlakuan UU omnibus law hanya tipe offshore? Soalnya, selain jenis ini negeri kita juga kekurangan/tidak ada kapal jenis lain – bulker, peti kemas, dll – terutama dengan tonase atau ukuran besar. Apakah kapal beginian akan diberi izin pula pengoperasiannya di dalam negeri nantinya?

Untuk menghindari kemungkinan praktik kelam itu, ada baiknya keinginan untuk memasukkan kapal asing ke dalam negeri dibuka saja sepenuhnya. Caranya dengan membuka register pendaftaran kapal nasional menjadi terbuka (open registry).

Open registry? Kenapa tidak.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…