REALISASI ANGGARAN COVID-19 BARU 20 PERSEN - Presiden: Aura Krisis di K/L Masih Belum Terlihat

Jakarta-Presiden Jokowi kembali masih melihat realisasi penyerapan anggaran di Kementerian masih sangat rendah dalam suasana pandemi Covid-19. Menurut dia, realisasi anggaran tersebut penting untuk urusan ekonomi. "Ini urusan ekonomi, berkaitan konsumsi rumah tangga, berkaitan daya beli masyarakat. Saya melihat memang urusan realisasi anggaran ini masih sangat minim sekali," ujar Jokowi saat Ratas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/8).

NERACA

Presiden mengingatkan, "Sekali lagi dari Rp 695 triliun stimulus untuk penanganan Covid, baru 20 persen yang terealisasi, Rp 141 triliun yang terealisasi, sekali lagi baru 20 persen masih kecil sekali," ujar Jokowi.

Menurut Kepala Negara, saat ini penyerapan anggaran yang paling besar di sektor perlindungan sosial sebesar 38 persen dan program UMKM 25 persen. Dia kemudian menyinggung soal Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang belum ada. "Hati-hati ini, yang belum ada DIPA-nya saja gede sekali 40 persen, DIPA-nya belum ada. DIPA saja belum ada gimana mau realisasi?," ujarnya.

Artinya, kata Jokowi, aura krisis di kementerian maupun lembaga saat ini betul-betul belum terlihat. Para pembantunya masih terjebak pada pekerjaan harian dan tidak mengetahui prioritas yang harus dikerjakan.

"Oleh sebab itu saya minta Pak Ketua, urusan ini didetailnya satu per satu dari menteri-menteri yang terkait sehingga manajemen krisis kelihatan, lincah, cepat, trouble shooting, smart short cut, dan hasilnya betul-betul efektif, kita butuh kecepatan," tegas Presiden.  

Kementerian dan lembaga diminta untuk segera merealisasikan anggaran dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional. Realisasi anggaran bisa dilakukan dengan belanja barang atau mengadakan kegiatan yang bisa dananya sampai ke masyarakat.

Tidak hanya itu. Presiden juga memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan skema pendanaan atau pembiayaan transformasi digital di dalam negeri. Hal ini penting karena mayoritas masyarakat kini beralih terhadap sistem digital di tengah pandemi virus corona. "Saya minta yang berkaitan dengan regulasi, berkaitan dengan skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital disiapkan secepat-cepatnya," ujarnya. 

Jokowi mengatakan banyak pihak yang mengalihkan kegiatannya dari offline menjadi serba online akibat pandemi virus corona. Beberapa contohnya, seperti pemesanan makanan, cara belajar, dan cara bertransaksi.

Tergantung Program

Namun, hal ini tidak bisa dilakukan oleh semua lembaga. Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati belum lama ini, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali mengaku tidak bisa merealisasikan anggaran karena program yang dibuat tidak bisa dilaksanakan di masa pandemi. "Menteri Olahraga kemarin bilang anggarannya tidak bisa direalisasikan karena tergantung even olahraga, tapi saat ini tidak ada," kata Sri Mulyani seperti dikutip cnnindonesia.com.

Dia menyarankan agar anggaran yang dimiliki bisa dibelanjakan barang. Namun dalam pembelian barang ini juga harus tetap akuntabel. Hal yang sama juga dialami oleh Kementerian Luar Negeri. Di masa pandemi ini banyak anggaran kegiatan yang tidak terpakai. Sebab berbagai pertemuan atau konferensi dilakukan secara virtual. Sehingga biaya perjalanan dinas atau penyelenggaraan kegiatan tetap utuh.

Maka dari itu, Menkeu meminta pegawainya untuk membantu berbagai kementerian dalam mengelola anggaran. Bahkan, mereka diminta untuk jemput bola, tanpa menunggu kementerian tertentu memohon bantuan. "Kita instruksikan buat dirjen kita tidak boleh nunggu, datangi kementerian lembaga, bantu mereka mengubah dokumen anggaran," ujarnya.

Namun, perubahan anggaran yang dilakukan tetap bertujuan untuk menggerakan ekonomi masyarakat. Sebab, semakin cepat anggaran dipakai, semakin akan membantu masyarakat. "Sehingga dunia usaha tidak mekakuan PHK dan ini akan jadi perhatian kita," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden meminta agar para kepala daerah untuk mempercepat belanja pemerintah daerah (Pemda). Dia menjelaskan anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) yang belum digunakan ada Rp170 triliun.

"Perlu saya ingatkan, uang Pemda yang ada di bank itu masih Rp170 triliun, gede sekali ini. Saya sekarang cek harian. Kementerian saya cek harian, berapa realisasi, ketahuan semuanya," kata Jokowi saat rapat terbatas terkait percepatan penyerapan anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) 2020 di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7).

Selama melakukan pengecekan, Jokowi mengklaim tidak melihat adanya peningkatan. Baru beberapa persen anggaran yang digunakan kementerian. Belanja modal pun kata dia baru sedikit yang direalisasikan. "Harian pun sekarang ini saya pegang, provinsi, kabupaten, dan kota," ujarnya.

Jokowi pun membacakan satu persatu realisasi APBD provinsi. Mulai dari DKI Jakarta yang baru merealisasikan 45 persen, kemudian Nusa Tenggara Barat baru 44 persen, selanjutnya yang paling akhir dan sedikit menggunakan anggaran yaitu Maluku Utara, 17 persen, Papua, 17 persen, Sulawesi Tenggara, 16 persen, Provinsi Sumatra Selatan, 16 persen.

"Ini secara total. Itu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Tetapi kalau kita lihat, ini yang menggerakkan, yang paling menggerakkan dari belanja-belanja itu adalah belanja modal," tutur Presiden.

Dia memberikan peringatan pada beberapa provinsi yang realisasi anggaran belanja modalnya masih kurang. Yaitu Sumatra Selatan yang masih baru merealisasikan anggaran belanja modal 1,4%, Sulawesi Tenggara, belanja modal 5,6 %. Papua, 4,8 %, Maluku Utara, 10,3 %. NTT, 19,6 %, Kalimantan Barat, 5,5 persen, Aceh, 8,9 %.

Transformasi Birokrasi

Menurut ekonom senior Indef Aviliani, rendahnya serapan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp677,2 triliun. Menurut dia, belum adanya transformasi birokrasi di kementerian/lembaga terkait membuat PEN sulit disalurkan.

"Kebijakan PEN ini sudah disetujui DPR, di mana nilai anggarannya mencapai Rp600 triliun lebih. Tetapi sampai hari ini realisasinya masih relatif rendah. Karena transformasi out of the box ini tidak terjadi di birokrasi," tegas dia dalam rilis survei nasional via daring, pekan lalu.

Aviliani mengatakan salah satu bentuk transformasi birokrasi ialah meninggalkan cara kerja berbasis business as usual. Sebab, di tengah pandemi ini menuntut proses birokrasi yang lebih efektif dan tidak berbelit.

Imbasnya penyaluran program PEN menjadi lebih maksimal. Bahkan, seharusnya di bulan Juli ini realisasi program PEN sudah mencapai 50 persen dari total anggaran. "Namun, program PEN kita baru mencapai 30 persen. Karena level kementerian masih menjalankan business as usual," ujarnya.

Oleh karenanya, dia menganggap tak heran jika pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II tahun ini diprediksi mengalami kontraksi. Mengingat sistem business as usual masih diterapkan oleh pemerintah. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…