Jakarta-Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini minus 5,2%. Ini akan menjadi resesi ekonomi global terburuk dalam 80 tahun terakhir atau sejak perang dunia II pada 1940 silam. Bank Dunia juga memprediksi resesi ekonomi global tetap terjadi meskipun sejumlah negara telah membuka kembali aktivitas perekonomian, menurut CNN, Selasa (9/6)
NERACA
Bank Dunia dalam laporan terbarunya juga meramalkan, kejatuhan ekonomi tetap terjadi meskipun semua negara mengeluarkan dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Seperti diketahui, pemerintah di hampir semua negara menggelontorkan triliunan dolar AS guna membantu perusahaan bertahan, membantu masyarakat, dan mempertahankan stabilitas pasar uang. Namun demikian, tetap saja resesi tak terhindarkan. Ekonomi negara maju, seperti AS dan Eropa diproyeksi menyusut 7%. Bank Dunia meramal ekonomi AS mengalami kontraksi 6,1%.
Sedangkan China, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, diprediksi hanya tumbuh 1%. Angka proyeksi ini melambat dari pertumbuhan ekonomi China tahun lalu, yakni 6,1%. Namun, pertumbuhan ekonominya diyakini mampu bangkit di 2021.
Bank Dunia memastikan kuartal II-2020 akan menjadi kondisi yang terburuk bagi negara di kawasan Barat. Sedangkan, sebagian besar negara di Asia telah merasakan beban dari pandemi ini sejak awal tahun.
Ironisnya, resesi diprediksi lebih buruk jika pengendalian pandemi Covid-19 membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Resesi juga diprediksi lebih buruk apabila sejumlah perusahaan bangkrut akibat tekanan finansial.
Bank Dunia juga menyoroti ekonomi negara berkembang akan berada dalam bahaya tertentu, karena sistem perawatan kesehatan kurang tangguh. Selain itu, negara berkembang dinilai lebih rentan terhadap kejatuhan ekonomi global karena bergantung dari rantai pasokan, pariwisata, pasar komoditas, dan pasar keuangan.
Karena, pada saat yang bersamaan harga minyak mentah global tersungkur pada April lalu. Meskipun, saat ini harga minyak mentah mulai bangkit akibat pembukaan ekonomi secara perlahan. Dampak negatif pandemi juga diyakini membuat tingkat investasi lebih rendah dan perdagangan global terkikis. Selain itu, jutaan orang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 telah menginfeksi sekitar 7 juta orang di seluruh dunia, sehingga membuat banyak negara meminta warganya tetap tinggal di rumah untuk menekan angka penularan. Imbasnya, aktivitas ekonomi tidak bergerak.
Lalu bagaimana prospek pertumbuhan di dalam negeri? Bank Indonesia (BI) menyatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi dalam negeri tetap berada di kisaran 2,3% pada tahun ini, meski pemberlakuan tatanan hidup baru (new normal) di tengah pandemi virus corona akan segera dimulai, salah satunya di DKI Jakarta.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ketetapan itu diambil karena pihaknya sudah meramal pembatasan sosial berskala besar (PSBB), termasuk DKI Jakarta hanya berlangsung selama 2,5 bulan. Selain itu ketetapan juga mempertimbangkan tahap new normal usai pandemi Covid-19.
"Waktu BI membuat proyeksi ekonomi, itu sudah mempertimbangkan PSBB ketat selama dua bulan lalu secara bertahap dibuka sedikit demi sedikit pada kuartal II-2020 dan selanjutnya," ujar Perry saat konferensi pers virtual, Jumat (5/6).
Selain itu, menurut dia, proyeksi BI juga sudah memasuki data terbaru dari kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97%. Begitu pula, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang akan turun pada kuartal II-2020, lalu meningkat pada kuartal III dan IV 2020. "Jadi harapan kami tetap dekati 2,3% (sampai akhir tahun)," ujarnya.
Kendati begitu, Perry mengatakan BI akan senantiasa memantau perkembangan ekonomi di masa transisi dan new normal nanti, termasuk di Jakarta. Sebab, menurut kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, beberapa sektor ekonomi dan sosial akan mulai dibuka secara bertahap.
"Tentu saja dengan mulai bertahap aktivitas ekonomi, tentu ekonomi akan berangsur membaik, misal toko mulai dibuka meski omzet 50%, tapi itu kan dari nol, dari yang kemarin tidak buka, sekarang buka. Ini akan mendorong aktivitas ekonomi dan pendapatan masyarakat," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com.
Di sisi lain, BI juga akan mengikuti ketentuan masa transisi PSBB ke new normal dari Pemprov DKI Jakarta pada pelaksanaan tugas kerja bank sentral nasional. Begitu pula dampaknya bagi transaksi di perbankan, jasa keuangan, pasar keuangan, dan industri.
Pandemi Covid-19 Memburuk?
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan lebih dari tujuh juta kasus positif virus corona telah terkonfirmasi dan 404.000 orang meninggal dunia sejak pandemi Covid-19 dimulai. Namun, meski terdapat kemajuan dalam memerangi virus tersebut di Eropa, WHO menilai pandemi tersebut "memburuk" di seluruh dunia. "Pandemi ini telah berlangsung selama lebih dari enam bulan, ini bukan saatnya bagi negara manapun untuk bersantai," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Dalam jumpa pers hari Senin (8/6), dia mengatakan kepada wartawan bahwa lebih dari 100.000 kasus telah dilaporkan dalam sembilan dari 10 hari terakhir. Kemudian sebanyak 75% dari kasus hari Minggu (07/06) berasal dari 10 negara saja—sebagian besar di benua Amerika dan Asia.
Bagaimanapun, Tedros mengaku pihaknya mendapat dorongan semangat setelah melihat "tanda-tanda positif" di sejumlah negara. Di negara-negara ini, menurut dia, ancaman terbesar adalah berpuas diri. "Berbagai hasil dari kajian-kajian yang meneliti berapa banyak populasi yang terpapar virus menunjukkan sebagian besar orang di dunia masih rentan terinfeksi," ujarnya.
Ucapan tersebut mengemuka ketika kajian yang dilakoni sebuah tim di Imperial College London menyatakan "jumlah kematian akan sangat besar" di Eropa tanpa pemberlakuan 'lockdown'. Tim itu mengestimasi 3,2 juta orang bakal meninggal dunia pada 4 Mei jika langkah-langkah, seperti menutup toko-toko dan perkantoran serta meminta khalayak tinggal di rumah, tidak dilakukan.
Selain itu, WHO mengatakan masker harus dipakai di tempat umum untuk membantu menghentikan penyebaran virus corona.
WHO mengatakan informasi terbaru menunjukkan bahwa masker bisa menjadi penghalang bagi droplet yang mungkin menularkan penyakit. "Kami menyarankan pemerintah untuk mendorong agar masyarakat umum memakai masker," kata Dr. Maria Van Kerkhove, pemimpin tim pakar WHO untuk Covid-19.
Pada saat yang sama, WHO menekankan bahwa masker wajah hanyalah satu dari serangkaian alat yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko penularan, dan bahwa masker jangan sampai memberi khalayak perasaan aman yang palsu. bari/mohar/fba
Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…
NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…
NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…
Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…
NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…
NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…