AKPI Tekankan Keseragaman dan Standar Kode Etik Kurator

AKPI Tekankan Keseragaman dan Standar Kode Etik Kurator  

NERACA

Jakarta - Pengurus Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) menekankan pemberlakuan keseragaman dan standar kode etik bagi seluruh profesi kurator.

"Agar tercipta keseragaman kode etik sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha terhadap kurator dan pengurus," kata Ketua Dewan Kehormatan AKPI periode 2019-2022, Suhendra Asido Hutabarat melalui siaran pers, Jakarta, dikutip dari Antara, kemarin.

Suhendra menyatakan seluruh pengurus dan anggota AKPI harus berperan aktif bekerja sama dengan kurator lain menyusun kode etik yang berlaku. Salah satu tugas besar AKPI menurut Suhendra, adalah memastikan agar standar profesi dan kode etik kurator bagi seluruh anggota AKPI agar diterapkan secara konsisten.

"Untuk itu maka diperlukan program sosialisasi terus menerus kepada para anggota AKPI termasuk kepada para stakeholders, penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan instansi terkait," ujar anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tersebut.

Suhendra juga berharap AKPI menjadi wadah berhimpun para kurator dan pengurus yang kompeten dan berintegrasi tinggi sehingga bermanfaat bagi pelaku dunia usaha.

Selain mensosialisasikan kode etik, pemilik Lie, Hutabarat & Partners Law Corporation itu menuturkan AKPI bertugas mengawasi dan menindak terhadap anggotanya yang melanggar kode etik serta standar profesi, mewujudkan AKPI yang semakin kuat yang menjunjung tinggi prinsip etika profesi dan penegakan kode etik sebagai pedoman perilaku bagi setiap kurator dan pengurus AKPI dengan tuntutan kerja standar tinggi pada bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Ia menambahkan keberadaan kurator dan pengurus diperlukan bagi kepentingan dunia usaha dalam upaya menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif.

Diberitakan sebelumnya, AKPI mengusulkan aturan penahanan terhadap debitur bermasalah dimasukkan dalam salah satu revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 agar penanganannya cepat diselesaikan oleh kurator.

"Selama ini, pasal itu tidak ada sehingga kejaksaan masih bingung bagaimana menerapkan pasal 97 buat debitur yang tidak kooperatif itu," ujar Ketua AKPI periode 2019-2022, Jimmy Alexander, di Jakarta, Kamis (19/9).

Ia mengaku sudah mengusulkan pasal penguatan tersebut dalam revisi Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal 97 mengatakan debitur pailit tidak boleh meninggalkan domisilinya tanpa izin dari hakim pengawas.

Menurut Jimmy, setidaknya upaya penahanan itu dapat membuat debitur lebih kooperatif dengan kurator yang menanganinya."Setidaknya bisa kooperatif, menyampaikan di mana saja aset-asetnya lalu kepada siapa hutang-hutangnya sehingga proses pembagian itu berjalan dengan sangat lancar," kata dia.

AKPI telah beberapa kali menyampaikan dalam diskusi di Dewan Perwakilan Rakyat dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Mahkamah Agung karena AKPI menjadi bagian tim perumusan revisi itu."Selain perubahan pasal 97, lebih dari 10 sampai 15 perubahan yang kami usulkan," ujar dia.

Ia mengatakan salah satunya terkait dengan debitur yang dinyatakan pailit tidak boleh mengambil kedua opsi yang ditawarkan kepadanya, yaitu kasasi ke Mahkamah Agung bersamaan dengan mengajukan upaya perdamaian."Seharusnya dia diberikan pilihan, jangan dua-duanya. Karena dapat membuat suatu ketidakpastian hukum bagi proses yang akan dilakukan kurator," kata Jimmy.

Dari sisi aturan, menurut dia, undang-undang kepailitan dan PKPU sudah digunakan sejak 15 tahun silam, belum direvisi dalam waktu yang cukup lama, sedangkan model perekonomian terus berkembang dengan pesat. Begitu juga dengan profesi kurator.

Selain itu, merujuk laporan Doing Business, indikator penanganan kepailitan (resolvinginsolvency), menunjukkan Indonesia mengalami penurunan indeks. Pada 2017 berada di peringkat 76 dunia atau turun dua poin dari peringkat 74 pada tahun sebelumnya.

AKPI berharap, kepengurusan yang baru dilantik pada Rabu (18/9) menjadi satu organisasi kepailitan yang kuat sehingga mampu menjadi model bagi banyak pemangku kepentingan serta mitra yang kuat bagi pemerintah dan anggotanya. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…