ANGGOTA DPR MINTA PEMERINTAH PERTIMBANGKAN KEMBALI - Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Jakarta-Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI Putih Sari meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan. Meskipun terpaksa naik, menurut anggota dewan,  hal itu jangan menjadi beban masyarakat. Terlebih dalam rencana pemerintah menaikkan iuran premi hingga 100 % atau dua kali lipat dari besaran iuran saat ini.

NERACA

Putih mengatakan, kalau kenaikan dilakukan secara drastis akan memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup pas-pasan. Sehingga dikhawatirkan tidak dapat melanjutkan sebagai peserta BPJS Kesehatan. "Pendapatan masyarakat kita belum cukup secara umum. Jangan sampai peningkatan premi yang terlalu tinggi justru akan menyebabkan drop out peserta lebih besar," ujarnya di Jakarta (30/8).

Lebih lanjut, menurut Putih, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan harus diikuti dengan peningkatan kualitas layanan di fasilitas kesehatan (Faskes). Selain itu, pasien BPJS juga tidak boleh dipersulit lagi dalam mendapatkan hak pengobatan atau pelayanan yang memadai di semua jenjang Faskes.

"Harus linear dengan peningkatan layanan, jangan sampai ada lagi pasien antre, dan mendapat perlakuan diskriminasi, apalagi ditolak dengan alasan rumah sakit penuh," ujarnya.

Selain itu, Putih juga mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan anggaran 2019 untuk menutup defisit tahun 2019. Pemerintah juga diminta untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja badan penyelenggara (BPJS Kesehatan) terkait rendahnya kolektibilitas peserta. Karena sejauh ini masih ada sekitar 20 persen lebih masyarakat yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Sinkronisasi regulasi terkait BPJS Kesehatan, menurut dia, juga perlu dilakukan. "Jangan sampai pemerintah justru mencederai hati rakyat dengan aturan terkait peningkatan tunjangan Direksi BPJS Kesehatan, padahal kondisi keuangannya defisit yang mana salah satu penyebabnya kerena kinerja BPJS Kesehatan yang belum optimal," ujarnya.

Seperti diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah ditentukan. Penetapan besaran iuran baru tinggal menunggu penerbitan peraturan presiden (Perpres) yang akan ditandatangani dalam waktu dekat ini.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati di DPR pekan lalu, mengusulkan kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan yang besarannya untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI kelas 3 menjadi Rp42.000 dari sebelumnya Rp 25.000 per bulan per jiwa. Sedangkan kelas 2 sebesar Rp110.000 per bulan (semula Rp 51.000), dan kelas 1 sebesar Rp160.000 per bulan (semula Rp 80.000) per jiwa.

Kebijakan kenaikan iuran diharapkan bisa menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan yang berpotensi sampai Rp32,84 triliun hingga akhir 2019.

Beban Berat Peserta                          

Meski demikian, sejumlah individu mengaku keberatan dengan adanya rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga dua kali lipat yang ditargetkan berlaku mulai 1 September 2019. Kenaikan dinilai sangat memberatkan masyarakat.

Menurut peserta BPJS kelas mandiri II, Suparman, merasa dirinya keberatan dengan adanya kenaikan iuran BPJS. "Saya tidak setuju karena menaikkan iuran dua kali lipat ini memberatkan saya yang harus membayar untuk tiga orang," ujarnya ketika ditemui di Bekasi, Minggu (1/9).

Jadi, dia harus mengeluarkan uang lebih banyak hingga Rp330.000 per bulan untuk membayar iuran BPJS kesehatan.

Sebagai informasi, peserta BPJS kelas I naik 100 persen yang artinya, peserta harus membayar Rp160.000 per bulan dari saat ini yang hanya dikenakan Rp80.000 per bulan. Kemudian, peserta kelas mandiri II diusulkan naik Rp59.000 per bulan menjadi Rp110.000 dari posisi saat ini sebesar Rp51.000 per bulan. Sementara, peserta kelas mandiri III naik dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp42.000 per peserta setiap bulannya.

Peserta BPJS kelas mandiri II lainnya, Supardi mengatakan bahwa kebijakan menaikkan iuran harus sejalan dengan pelayanan dan fasilitas yang harus ditingkatkan. "Kenaikan ini ga efektif karena BPJS dan bayar tunai pelayanannya juga beda. Kita mau mencabut gigi saja sampai mondar mandir sampe 5 bulan tidak jadi terlaksana. Jadi waktu itu saya mau pakai BPJS juga akhirnya gagal total karena harus periksa ini dan itu. Cuma memang pelayanannya beda lah dengan bayar tunai," ujarnya.

Hal serupa juga dialami oleh peserta BPJS kelas mandiri II, Lina Lim yang mengatakan pelayanan BPJS di rumah sakit sangat rumit dan membutuhkan proses panjang dalam pendaftarannya meskipun setiap rumah sakit memiliki perbedaan kebijakan dalam penggunaan kartu BPJS. Sehingga menurutnya kenaikan iuran ini harus diimbangi dengan pelayanan dan fasilitas yang memudahkan peserta.

Sementara itu menurut Wening Cahyani peserta BPJS kelas mandiri I mengatakan bahwa langkah ini tidak efektif dalam menanggulangi defisit keuangan. "Susah buat efektif soalnya kerugian kemarin kan ga akan bisa ditutup sama yang sekarang. Maksudnya sekarang biaya kesehatan terus berjalan kan, jadi otomatis mungkin dia akan menutup (defisit) yang sekarang ,tapi yang kemarin ga akan ketutup," imbuhnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR-RI Ichsan Firdaus meminta pemerintah mengkaji dengan hati-hati rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100%, karena kenaikan iuran yang drastis akan menimbulkan gejolak baru di masyarakat.

"Ini perlu dipikirkan lebih lanjut. Setiap kenaikan apapun, yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya hampir 100%,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, pekan ini.

Pemerintah bersama BPJS Kesehatan masih memiliki pilihan lain untuk mengumpulkan penerimaan. Pertama, BPJS harus mampu mendorong sisi kepatuhan pembayaran iuran agar semakin meningkat dari posisi saat ini sekitar 54%.

"Jadi ini yang perlu dimitigasi setiap kebijakan apapun yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah dampaknya. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya hampir 100 persen. Masih ada solusi lain, misalnya tingkat kolektivitas iuran BPJS yang selama ini masih 54%,” jelasnya.

Secara terpisah, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan rencana pemerintah menaikkan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan seharusnya menjadi skenario terakhir.

"Pemerintah seharusnya bisa menambah suntikan subsidi untuk BPJS Kesehatan. Kalau untuk subsidi energi saja pemerintah mau menambah, mengapa untuk subsidi BPJS Kesehatan tidak mau," kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta seperti dikutip Antara, pekan lalu.

Tulus mengatakan keberlangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan tanggung jawab pemerintah. Defisit keuangan BPJS Kesehatan seharusnya tidak serta merta dibebankan kepada masyarakat melalui kenaikan tarif iuran.

Meskipun mengakui besaran iuran yang berlaku masih jauh di bawah biaya pokok sehingga kenaikan iuran seolah menjadi hal yang rasional, Tulus menilai hal itu bukan menjadi solusi tunggal."Pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Skema seperti itu tidak akan membebani masyarakat," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…