NERACA
Jakarta - Sengketa tanah antara warga tiga desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, yakni Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya berhadapan dengan PT. Sumber Air Mas Pratama (PT. SAMP) - PT. Agung Podomoro Land, Tbk kian memanas. Bahkan PT. SAMP – Agung Podomoro dengan angkuhnya memasang reklame (billboard) dan membangun kantor pemasaran tanpa seizin Pemda setempat di atas lahan yang masih berstatus sengketa.
Pemasangan reklame dan pembangunan kantor pemasaran tak pelak mendapat reaksi keras dari masyarakat tiga desa di Telukjambe Barat. Guna memediasi permintaan warga tiga desa yang menuntut agar reklame segera dibongkar, DPRD Karawang yang diwakili oleh komisi A mengundang PT. SAMP – Agung Podomoro melakukan hearing kembali. Pada pertemuan pertama perwakilan dari PT. SAMP – Agung Podomoro tidak hadir. Turut hadir dalam hearing kedua tersebut di antaranya CEO PT. SAMP Yohanes, jajaran direksi, dan kuasa hukum PT.SAMP, perwakilan warga tiga desa Elyasa Budiyanto, SH, dan anggota komisi A di ruang rapat gedung DPRD Karawang, Jumat (4/9).
Dalam hearing yang dipimpin oleh wakil ketua 1 Sri Rahayu, salah satu anggota komisi A, H. Ahmad Rifai menjelaskan dengan tegas kepada PT. SAMP bahwa pemasangan reklame (billboard) dan pembangunan kantor yang akan dijadikan kantor pemasaran Agung Podomoro jelas melanggar Perda Karawang karena tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin Hak Guna Bangunan (HGB).
Kuasa hukum warga tiga desa, Elyasa Budiyanto mengapresiasi sikap Komisi A DPRD Karawang yang telah memperjuangkan hak warga yang diwakilinya."Alhamdulilah masyarakat di tiga desa mendapatkan titik cerah setelah komisi A spakat untk menurunkan reklame dan menghentikan pembangunan kantor di sana, apalagi selama ini Satpol PP dianggap tidak tegas dalam menyelesaikan masalah ini,” tegas H. Elyasa budiyanto, SH, kuasa hukum yang ditunjuk oleh masyarakat.
Menurut tim kuasa hukum warga tiga desa di Telukjambe Barat, langkah tegas DPRD dan Pemda Kabupapaten Karawang perlu diapresiasi. Karena bila manuver yang dilakukan PT. SAMP dan Agung Podomoro tidak dicegah maka ke depannya akan merugikan banyak pihak, terutama para konsumen. Karena tidak mustahil konsumen akan masuk perangkap tipu muslihat mengingat PT. SAMP dan Agung Podomoro yang secara terbuka melakukan promosi dan membuka kantor marketing ternyata belum mengantongi sertifikat hak milik terhadap tanah yang sudah diperjualbelikan kepada publik.
Sementara itu, PT.SAMP selaku pengusaha mengatakan tidak akan menurunkan reklame (billboard), dan hanya akan menutupnya saja."Jika menurunkan billboard berarti kami kalah, karena kami sudah berjuang selama 15 tahun, sudah mempunyai payung hukum yaitu putusan MA (Mahkamah Agung)," ujar Yohanes. Sejauh ini, pihak PT. SAMP dan Agung Podomoro belum membongkar reklame (billboard) tetapi baru menutupnya dengan kain putih.
Masyarakat berhak atas tanah tersebut yang sudah dibuktikan dengan girik dan SK serta kewajiban membayar pajak yang mereka jalankan setiap tahunnya. Selain itu, warga sudah menguasai tanah tersebut sudah berpuluh-puluh tahun. Kam
NERACA Kotabaru - Eks Narapidana MHH yang pernah kena kasus pemalsuan surat magang advokat di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyatakan penanganan kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)…
NERACA Yogyakarta - Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) pengawasan tambang untuk…
NERACA Kotabaru - Eks Narapidana MHH yang pernah kena kasus pemalsuan surat magang advokat di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyatakan penanganan kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO)…
NERACA Yogyakarta - Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo mengusulkan pembentukan satuan tugas (satgas) pengawasan tambang untuk…