Berharap Implementasi B50 Dapat Tingkatkan Harga CPO

NERACA

Jakarta – Berbagai langkah terus dilakukan oleh pemerintah untuk menyerap crude pal oil (CPO) untuk dalam negeri. Hal ini dilakukan agar tidak ketergantungan terhadap pasar luar negeri dan mendongkrak harga CPO dipasar gllobal, salah satunya dengan mengimplementasikan biodiesel 50 persen berbahan sawit atau dikenal dengan B50.

“Kami ekspor tahun lalu 26 juta ton (CPO). Kalau kami cabut 5 juta ton, berarti tinggal 21 juta ton. Harganya naik apa turun? Ya, naik,” ucap Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, di Jakarta  .

Amran menguraikan, B50 merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran 50 persen biodiesel dan 50 persen solar konvensional. Adapun untuk memproduksi B50, pemerintah membutuhkan 5,3 juta ton CPO.

Lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah berencana untuk mengalihkan ekspor CPO sebesar 5,3 juta ton untuk program B50, dari 26 juta ton CPO yang diekspor oleh Indonesia berdasarkan data 2024. Artinya jika penyerapan CPO dalam negeri akan meningkat maka akan stok CPO akan berkurang dan dapat mengdongkrak harga CPO.

Mengingat CPO Indonesia menguasai sekitar 65,94 persen CPO dunia, maka penarikan 5,3 juta ton CPO Indonesia akan menyebabkan naiknya harga CPO di pasar dunia. “Kalau harga naik, berarti petani sejahtera, kan? Senang kalau petani sejahtera,” harap Amran.

Amran juga  pun menjelaskan bahwa ekspor CPO ke Uni Eropa maupun ke Amerika Serikat tidak akan terganggu, sebab Indonesia mengekspor CPO ke Uni Eropa sebesar 2,3 juta ton CPO, dan ke Amerika sebesar 1,7 juta ton.

Jumlah tersebut masih bisa dipenuhi oleh sisa CPO Indonesia setelah pengurangan B50, yakni sebesar 21 juta ton. “Masalah ekspor kita ke Eropa itu hanya butuh 2,3 juta ton. Amerika Serikat 1,7 juta ton. Tidak ada masalah ekspor,” jelas Amran.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia per 1 Januari 2025 telah menerapkan campuran sawit untuk biodiesel sebesar 40 persen atau dikenal dengan B40 yang merupakan langkah besar menuju ketahanan energi. Pemanfaatan bio energi ini akan terus dilakukan pada tahun depan, di mana pemerintah akan mulai malakukan penelitian untuk B50.

Sebelumnya, Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengutarakan pentingnya pengembangan biodiesel yang berkelanjutan, termasuk rencana menuju implementasi B100 di masa depan. Program biodiesel 100% (B100) yang berbahan baku minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) masih dalam tahap penelitian, dan karakteristik bahan bakar ini diharapkan lebih baik dibandingkan alternatif yang ada saat ini. 

"Kita sedang mempersiapkan B100, namun masih dalam tahap penelitian untuk memastikan kestabilan dan efisiensinya. Karakter biodiesel dari sawit bisa lebih unggul, namun ada beberapa tantangan teknis yang perlu diatasi sebelum bisa mencapai komersialisasi penuh," ujar Edi.

Edi menjelaskan bahwa pengembangan biodiesel tidak hanya melibatkan Kementerian ESDM, tetapi juga kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk perusahaan sawit dan petani. Pemerintah bersama pihak-pihak terkait sedang menyusun kebijakan keuangan dan insentif untuk mendukung komersialisasi biodiesel, khususnya terkait kemitraan antara petani plasma, petani swadaya, dan perusahaan produsen biodiesel.

"Produksi biodiesel sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai bahan baku utama. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik plasma maupun swadaya, sangat penting. Kemitraan antara petani dan perusahaan harus terus ditingkatkan agar program biodiesel tidak hanya sukses di sektor industri, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi petani sawit," tambahnya.

Edi juga menyinggung pentingnya pengembangan teknologi untuk mendukung penerapan biodiesel di berbagai sektor, termasuk alat berat, mesin diesel, alat pertanian, dan pembangkit listrik. Pemerintah berkomitmen untuk melakukan penelitian yang berkelanjutan guna memastikan transisi yang mulus dari program biodiesel B20, B30, B35, hingga akhirnya B100.

Lebih lanjut, Pertamina telah menyiapkan berbagai upaya dalam merespons komitmen target Net Zero Emission (NZE) 2060,. Salah satunya yakni dengan terus mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) serta bahan bakar minnyak (BBM) yang lebih ramah lingkungan, diantaranya sawit yang saat ini pemerintah telah mengimplemntasikannya melalui biodiesel 40 persennya menggunakan capuran dari sawit atau dikenal dengan B40

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Perusahaan Migas Wajib Serap minyak dari Sumur Rakyat

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan minyak dan…

Kementerian ESDM Tidak Terlibat Keputusan Diskon Tarif Listrik Juni-Juli 2025

NERACA Jakarta – Terkait pembatalan kebijakan diskon tarif listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa tidak terlibat…

Kemenperin-Kementerian P2MI Cetak Pekerja Migran Profesional di Bidang Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berperan aktif untuk terus menghasilkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten, siap kerja…

BERITA LAINNYA DI Industri

Perusahaan Migas Wajib Serap minyak dari Sumur Rakyat

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mewajibkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan minyak dan…

Kementerian ESDM Tidak Terlibat Keputusan Diskon Tarif Listrik Juni-Juli 2025

NERACA Jakarta – Terkait pembatalan kebijakan diskon tarif listrik, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa tidak terlibat…

Kemenperin-Kementerian P2MI Cetak Pekerja Migran Profesional di Bidang Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berperan aktif untuk terus menghasilkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten, siap kerja…