Oleh : Aditya Anggara, Pemerhati Sosial Politik
Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial dan ruang publik diramaikan oleh gerakan Indonesia Gelap yang menyerukan protes terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Aksi ini menarik perhatian masyarakat, terutama generasi muda yang mulai melek terhadap isu-isu sosial dan politik. Di satu sisi, Gerakan semacam ini muncul sebagai bagian dari iklim demokrasi, namun tetap perlu dikawal agar tidak menyimpang. Namun di sisi lain, perlu diakui bahwa gerakan ini juga memiliki potensi besar untuk ditunggangi oleh kepentingan politik yang tersembunyi di balik semangat idealisme.
Fenomena penunggang gerakan sosial bukanlah hal baru dalam sejarah politik Indonesia maupun dunia. Dalam banyak kasus, kelompok-kelompok tertentu memanfaatkan momentum keresahan publik sebagai batu loncatan untuk agenda politik mereka sendiri. Hal ini juga patut diwaspadai dalam konteks Indonesia Gelap. Terutama ketika narasi yang digunakan dalam aksi mulai bergeser dari tuntutan konkret menuju serangan personal atau ideologis terhadap tokoh-tokoh politik tertentu. Aksi yang awalnya dimaksudkan untuk memperjuangkan nilai dan prinsip bisa dengan cepat berubah menjadi kendaraan politik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak bertanggung jawab.
Salah satu ciri dari gerakan yang mulai ditunggangi adalah kaburnya tujuan utama aksi itu sendiri. Misalnya, ketika tuntutan awal adalah terkait transparansi dalam pengelolaan energi atau lingkungan, namun dalam perjalanannya justru diseret ke isu pemilu, pencitraan tokoh, atau penyudutan lembaga tertentu tanpa dasar yang kuat. Di sinilah titik kritis muncul, publik bisa kehilangan fokus pada substansi permasalahan, dan aksi yang semestinya membawa solusi justru menambah polarisasi di tengah masyarakat. Hal tersebut juga tentunya akan berujung pada terjadinya konflik antar masyarakat.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan pemerintah meminta masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh dengan narasi provokatif yang digaungkan melalui wacana aksi Indonesia Gelap. Pasalnya, narasi ini dinilai tidak mencerminkan kondisi faktual bangsa yang tetap kondusif di berbagai sektor. Aksi Indonesia Gelap cenderung bersifat agitasi yang ingin menciptakan kekhawatiran massal dan kekacauan psikologis di tengah masyarakat. Masyarakat tidak perlu terpancing, karena aktivitas ekonomi berjalan normal, pusat perbelanjaan ramai, dan daya beli masyarakat tetap terjaga. Ini menunjukkan bahwa situasi nasional aman dan terkendali.
Kemudian di sisi lain, di era digital yang serba cepat ini, informasi mudah dipelintir. Media sosial menjadi arena bebas yang memungkinkan narasi palsu atau manipulatif tersebar luas dalam waktu singkat. Hashtag dan potongan video yang viral sering kali lebih menentukan opini publik ketimbang data dan analisis mendalam. Akibatnya, banyak orang yang ikut mendukung atau menolak suatu aksi tanpa benar-benar memahami konteks dan tujuan gerakan tersebut. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi keberlangsungan demokrasi yang sehat.
Penting untuk diingat bahwa demokrasi bukan hanya tentang kebebasan berbicara, tapi juga tentang tanggung jawab dalam berbicara. Aksi sosial yang dilakukan dengan data, etika, dan semangat memperbaiki adalah kekuatan yang sangat dibutuhkan bangsa ini. Sebaliknya, jika aksi tersebut dijadikan komoditas politik atau sekadar alat provokasi, maka yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi juga rakyat yang kehilangan ruang diskusi yang sehat dan produktif.
Ketua Umum Pengurus Pusat Tunas Indonesia Raya (PP TIDAR), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo juga mengatakan, narasi Indonesia Gelap digulirkan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Pihaknya mengajak para pemuda Indonesia untuk tetap kritis dan berpikir jangka panjang dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah yang tengah dirintis. Pihaknya juga meyakini bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah telah melalui pertimbangan matang dan masukan dari para pakar ekonomi, dan kebijakan tersebut akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan menuju visi Indonesia Emas 2045. Selain itu, pihaknya mengimbau kepada para pemuda untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi pesimistis, serta mengajak generasi muda untuk tetap berkontribusi positif sesuai bidang masing-masing.
Kemudian di tengah situasi yang semakin kompleks, peran media, akademisi, dan tokoh masyarakat sangat krusial dalam menjaga netralitas ruang publik. Mereka harus menjadi penyeimbang antara semangat perubahan dan integritas informasi. Gerakan seperti Indonesia Gelap harus dipantau dan dibimbing agar tidak berubah menjadi alat kekacauan politik. Edukasi kepada masyarakat untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan memahami akar masalah harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam membangun demokrasi yang matang.
Aksi dan protes adalah bagian dari mekanisme koreksi terhadap kebijakan publik, namun jangan sampai semangat tersebut dikotori oleh ambisi tersembunyi yang merusak kepercayaan publik. Hanya dengan mengedepankan transparansi, literasi politik, dan etika dalam menyuarakan aspirasi, maka gerakan seperti Indonesia Gelap dapat menjadi kekuatan positif, bukan sekadar riuh yang membingungkan arah bangsa.
Dengan demikian, penting bagi kita semua untuk tidak larut dalam euforia gerakan sosial tanpa pemahaman yang mendalam. Apresiasi terhadap semangat perubahan tetap perlu diberikan, tetapi kewaspadaan terhadap potensi penunggangan kepentingan politik harus tetap dijaga. Hanya dengan cara itu, gerakan sosial akan benar-benar menjadi kekuatan rakyat, bukan alat elite tertentu.
Oleh: Diana Triwardhani, Dosen FEB UPN Veteran Jakarta Di era digital seperti sekarang ini, cara orang…
Oleh : Dian Susilawati, Pengamat Kebijakan Publik Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam menghadapi tantangan pelemahan ekonomi global…
Oleh: Dr. Mahpud Sujai, Pejabat Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Aceh Sistem desentralisasi fiskal yang berlaku di Indonesia sejak…
Oleh: Diana Triwardhani, Dosen FEB UPN Veteran Jakarta Di era digital seperti sekarang ini, cara orang…
Oleh : Aditya Anggara, Pemerhati Sosial Politik Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial dan ruang publik diramaikan…
Oleh : Dian Susilawati, Pengamat Kebijakan Publik Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam menghadapi tantangan pelemahan ekonomi global…