Tarif Trump Berisiko Menggoyang APBN 2025

 

Oleh: Marwanto Harjowiryono

Pemerhati Kebijakan Fiskal

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump, telah mengguncang tatanan perekonomian global yang selama beberapa dekade terakhir dibangun dengan harmonis. Kebijakan ini mengancam nilai sakral persaingan bebas yang sehat yang sebelumnya diyakini akan mampu mendorong efisiensi perekonomian global. Menganulir harapan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang selama ini justru diperjuangkan untuk meningkatkan aktivitas perdagangan untuk  mengurangi kemiskinan dan ketimpangan antar negara.

Tidak hanya untuk beberapa negara secara individual, namun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global. Perdagangan bebas antar negara dapat meningkatkan kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi. Meski menjadi  perdebatan yang kompleks, para ekonom klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo  berkeyakinan bahwa  Free trade will bring prosperity to  the world.

Ironisnya, Amerika Serikat, yang awalnya merupakan pelopor perdagangan bebas, kini justru menciptakan hambatan perdagangan yang signifikan dengan penerapan tarif yang tinggi dan bervariasi. Jargon keputusan ini untuk menyelamatkan perekonomian yang sedang berat dengan berbagai masalah. Padahal kesulitan itu, seperti defisit budget, defisit neraca perdagangan, masalah pengangguran dan masalah makro ekonomi lainnya, juga dihadapi oleh negara-negara maju lainnya secara global.

Indonesia, sebagai salah satu mitra dagang Amerika Serikat, berpotensi terkena dampak serius dari kebijakan ini. Dengan rencana pengenaan tarif sebesar 32 persen, jauh di atas tarif umum sebelumya, tekanan ekonomi yang dihadapi Indonesia, diprediksikan akan semakin berat.

Peningkatan tarif impor ini berpotensi menyebabkan penurunan ekspor Indonesia, yang akan berdampak langsung pada penerimaan negara. Selain itu, ketidakpastian global akibat perang dagang dapat menghambat investasi asing, menekan nilai tukar rupiah, dan memperlebar defisit neraca perdagangan.Secara global, transaksi perdagangan global akan menyusut.

Kebijakan tarif yang dikeluarkan  oleh Trump tersebut  mengancam stabilitas perdagangan dan perekonomian global. Tidak terkecuali akan  memperberat perekonomian nasional, termasuk implementasi kebijakan fiskal yang tertuang dalam  APBN 2025.

Dampak yang perlu diperhatikan meliputi penurunan penerimaan pajak, seperti penerimaan pajak ekspor, PPN, dan PPh. Melambatnya aktivitas ekonomi secara keseluruhan juga akan berdampak pada penerimaan pajak dari sektor-sektor lain, mengingat  daya beli masyarakat menurun, serta  keuntungan perusahaan juga berisiko untuk merosot.

Selain itu, terdapat risiko lain atas kemungkinan  meningkatnya belanja negara, khususnya sebagai dampak dari melemahnya nilai rupiah akibat susutnya devisa ekspor. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berpotensi meningkatkan biaya impor, termasuk impor bahan baku dan barang modal berbagai proyek pemerintah. Di samping itu, risiko yang lebih serius adalah  akan meningkatkan  beban subsidi, terutama subsidi energi.

Di sisi lain, penurunan aktivitas ekspor (dan ekonomi),  dapat menyebabkan peningkatan angka pengangguran. Dalam beberapa bulan terakhir, telah terdapat beberapa perusahaan besar yang terpaksa harus gulung tikar. Bila kondisi ini memburuk, Pemerintah  harus bersiap meningkatkan program bantuan sosial untuk meringankan beban masyarakat yang terkena dampak PHK.

Selain itu, Pemerintah perlu menyiapkan belanja tambahan   untuk stimulus ekonomi, terutama untuk  menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan dari luar. Tidak harus, namun bila dampak dari gonjang ganjing tarif Trump ini serius dan berkepanjangan, maka langkah strategis ini harus masuk dalam skenario kebijakan fiskal di masa sulit ini.

Kombinasi antara penurunan penerimaan pajak dan peningkatan belanja negara dapat menyebabkan peningkatan defisit anggaran. Peningkatan defisit anggaran akan berdampak pada meningkatkan kebutuhan pembiayaan negara melalui penerbitan surat utang. Padahal situasi pasar modal dan pasar uang sedang dalam kondisi kelangkaan likuiditas dan suku bunga yang masih tinggi. Konsekuensinya, ongkos untuk menutup defisit APBN akan menjadi lebih mahal.

Namun, dengan langkah-langkah antisipasi yang tepat, Indonesia akan mampu  meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif Trump terhadap APBN 2025 dan menjaga stabilitas ekonomi negara. Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah antisipatif yang komprehensif untuk meminimalkan dampak negatif ini.

BERITA TERKAIT

Berat, Namun Triwulan I-2025 APBN Masih Terjaga Aman

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Situasi perekonomian global sedang mengalami tekanan yang berat, terutama dipicu oleh kebijakan…

Kebijakan Pro-Industri

Oleh: Febri Hendri Antoni Arief Juru Bicara Kementerian Perindustrian Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari…

Survei Global Fourishing Harvard

Oleh: Pande K. Trimayuni  Ketua Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) UI   Barusan saya membaca kiriman artikel di sebuah WA group…

BERITA LAINNYA DI

Berat, Namun Triwulan I-2025 APBN Masih Terjaga Aman

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Situasi perekonomian global sedang mengalami tekanan yang berat, terutama dipicu oleh kebijakan…

Kebijakan Pro-Industri

Oleh: Febri Hendri Antoni Arief Juru Bicara Kementerian Perindustrian Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari…

Survei Global Fourishing Harvard

Oleh: Pande K. Trimayuni  Ketua Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) UI   Barusan saya membaca kiriman artikel di sebuah WA group…