DAMPAK EFISIENSI ANGGARAN NEGARA: - Konsumsi Lebaran Turun, Potensi PHK Perhotelan

 

Jakarta-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan efisiensi anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto berdampak kepada tekanan konsumsi menjelang Lebaran 2025. Sementara itu,  hasil survei  PHRI menunjukkan sebanyak 88% pengusaha hotel akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas efisiensi anggaran pemerintah.

NERACA

Padahal, biasanya, momen mudik memicu banyak pergerakan ekonomi, mulai dari pembelian makanan, minuman, bahan bakar, hingga pariwisata. "Efisiensi anggaran menekan lonjakan konsumsi hampir di semua provinsi,” kata Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M Rizal Taufikurahman dalam diskusi daring, belum lama ini. 

Dalam studi yang menggunakan perhitungan model computable general equilibrium (CGE), Indef membandingkan data dampak mudik ke perekonomian pada tahun lalu dengan tahun ini di tengah efisiensi anggaran belanja negara.

Hasilnya, tingkat konsumsi rumah tangga di semua provinsi akan turun pada Idulfitri 2025. Penurunan terbesar terjadi di Banten yang mencapai 1,4%. “Ini artinya apa? Artinya bahwa hampir setiap daerah konsumsinya tertahan. Akibat apa? Tentu saja dengan adanya (penurunan) daya beli,” ujar Rizal.

Dia menjelaskan, konsumsi rumah tangga tertahan karena dana transfer daerah yang mencapai Rp 50,59 triliun dipangkas. Hal ini menyebabkan peredaran uang di daerah juga terpengaruh.

Dalam studi tersebut, Rizal menyebut Pulau Jawa mengalami penurunan tingkat konsumsi secara signifikan. Terlebih sebanyak dua pertiga penduduk berada di pulau tersebut. Lalu secara tahunan, Indef memperkirakan konsumsi rumah tangga akan turun 0,814% akibat efisiensi tersebut.

Pada bagian lain, ekonom  UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengungkapkan, ada potensi ketimpangan peredaran uang makin lebar saat masa mudik dan Idulfitri.

Secara geografis, Hidayat mengatakan daerah dengan perputaran uang tertinggi selama Lebaran umumnya berada di wilayah yang menjadi tujuan mudik seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. “Daerah ini tidak hanya menerima pemudik dari Jakarta dan kota besar lain, tetapi juga menjadi pusat distribusi belanja kebutuhan Lebaran,” ujarnya. 

Sayangnya, penurunan jumlah pemudik akan berdampak lebih besar pada daerah-daerah ini. Kementerian Perhubungan memproyeksikan sebanyak 146,48 juta jiwa akan melakukan pergerakan selama Libur Lebaran 2025. Angka pemudik ini turun 24,33% dibandingkan hasil survei libur Lebaran tahun lalu sebanyak 193,6 juta orang.

Di luar Jawa, yakni Sumatra, terutama Lampung dan Sumatra Utara, serta Sulawesi Selatan juga termasuk wilayah dengan sirkulasi uang tinggi selama Lebaran. Namun, daerah dengan basis ekonomi lokal kuat seperti Bali dan Yogyakarta mungkin lebih tahan banting karena aktivitas pariwisata atau konsumsi domestik yang tidak sepenuhnya bergantung pada pemudik.

“Sebaliknya, daerah yang bergantung pada remittance THR (tunjangan hari raya) dari perantau, seperti Nusa Tenggara Timur atau sebagian Kalimantan, berisiko mengalami penurunan daya beli masyarakat,” tutur Hidayat.

Selain itu, hasil survei  Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menunjukkan sebanyak 88% pengusaha hotel akan melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK imbas efisiensi anggaran pemerintah.

"Selain itu, 58% pengusaha hotel mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman kepada bank, sedangkan 48% pengusaha hotel memproyeksikan penutupan hotel karena defisit operasional," seperti tertulis dalam survei PHRI yang dikutip Senin (24/3).

Survei yang dilakukan kepada 726 responden itu merupakan pemilik tempat penginapan dengan jumlah 178 kamar per properti. Sebanyak 45% responden merupakan pengusaha hotel bintang empat dan mayoritas (56%) berasal dari Pulau Jawa.

Langkah PHK dilakukan karena para pengusaha mengalami penurunan pendapatan secara tahunan sampai 30%. Secara total, 60,48% responden meyakini akan mencatatkan kerugian pada 2025, lalu 56% responden percaya pendapatan akan susut antara 10% hingga 30%.

Prediksi penyusutan pendapatan bermula dari perkiraan lebih dari 50% pengusaha hotel yang memprediksi pemerintah akan meneruskan implementasi Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tentang efisiensi anggaran, sampai kuartal ketiga tahun ini.

Mayoritas atau 42% responden menyampaikan minimnya penggunaan ruang pertemuan menjadi faktor terbesar dari implementasi Inpres tersebut. "Hal ini dapat dipahami karena permintaan terkait agenda pemerintah merupakan kontribusi utama terhadap permintaan fasilitas ruang pertemuan," menurut   survey tersebut. 

Sebelumnya, Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mencatat pemerintah sudah tidak menggelar acara apapun sejak Januari 2025. Dia menyebut hal ini telah terjadi di kota-kota besar Indonesia.

PHRI telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo dan Menteri Keuangan tapi belum mendapat respon. Usul asosiasi tersebut semua penawaran dari jasa akomodasi dan ruang rapat dimasukkan dalam katolog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan didigitalkan. "Ini untuk memaksimalkan pengelolaan anggaran," ujar  Haryadi.

Menurut dia,  efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah akan berdampak signifikan bagi sektor hotel dan restoran di Indonesia.  Berdasarkan hitungannya, dampak pemotongan anggaran menimbulkan potensi kerugian hingga Rp 24,8 triliun per tahun.

Angka tersebut terdiri dari akomodasi dan keperluan rapat atau pertemuan. “Jadi, hitungan kami, akomodasi saja potensinya bisa hilang Rp 16,538 triliun. Untuk meeting  kira-kira Rp 8,26 triliun,” ujarnya. 

Nilai potensi kerugian tersebut setara dengan 40% okupansi hotel secara nasional dan 70% pangsa pasar pemerintah di daerah. “Jadi dampaknya akan signifikan dan sangat terasa,” ujarnya.

Persepsi Risiko Investasi

Sementara itu, persepsi risiko investasi (Credit Default Swap-CDS) tenor lima tahun Indonesia akhir-akhir ini mengalami kenaikan. Tren ini terjadi bersamaan dengan gejolak yang melanda pasar saham Tanah Air.

Berdasarkan data di situs World Government Bonds, CDS tenor lima tahun Indonesia berada di level 91,66 per Minggu (23/3). Angka ini telah meningkat 11,08% dalam sepekan terakhir. CDS Indonesia juga naik 28,82% dalam sebulan terakhir dan 30,76% dalam enam bulan terakhir.

Menurut pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat,  peningkatan persepsi risiko investasi ini dipengaruhi oleh banyaknya dana asing yang keluar baik dari pasar saham, obligasi, maupun sektor riil. Sebagai contoh, investor asing mencatatkan net foreign sell dari pasar saham Indonesia sebanyak Rp 33,2 triliun secara year to date (ytd) hingga 21 Maret 2025.

Keluarnya arus dana asing bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dari eksternal. Di antaranya kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menimbulkan gejolak geopolitik, konflik Israel-Palestina yang kembali mencuat, hingga krisis politik di Turki yang membuat bursa saham di negara tersebut terpuruk.

Walau begitu, Teguh menganggap faktor eksternal tidak membawa pengaruh yang begitu besar bagi para investor asing yang ada di Indonesia. Justru, investor asing lebih mengkhawatirkan kondisi internal Indonesia yang diliputi ketidakpastian.

Belakangan ini, pemerintah mendapat sorotan atas berbagai kebijakan baru yang menimbulkan gelombang protes dari kalangan masyarakat. Contohnya, pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang dikritik lantaran ada risiko kepentingan politik yang melibatkan petinggi-petinggi di institusi tersebut.

Belum lagi, pengesahan revisi Undang-Undang (UU) TNI juga mengundang kontroversi sehingga aksi demonstrasi pecah di bebeberapa kota besar. Gelombang protes dari masyarakat kemungkinan kembali terjadi ketika pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jadi membahas RUU Polri.

“Berbagai kebijakan yang dipertanyakan ini kemudian mendapat sorotan dari media asing. Dari situlah investor-investor asing mengetahui kondisi sebenarnya yang terjadi di Indonesia, sehingga mereka jadi takut investasi di sini dan untuk sementara memutuskan keluar,” ujarnya seperti dikutip Kontan.co.id, Minggu (23/3). bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Konflik India-Pakistan Tak Ganggu Ekspor Batu Bara

NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…

KREDIT UMKM HANYA TUMBUH 1,95 PERSEN: - Lebih Rendah Ketimbang Saat Pandemi Covid-19

  Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin  melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…

Siap Pembahasan dengan DPR: - Pemerintah Finalisasi Draf RUU Perampasan Aset

NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Konflik India-Pakistan Tak Ganggu Ekspor Batu Bara

NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…

KREDIT UMKM HANYA TUMBUH 1,95 PERSEN: - Lebih Rendah Ketimbang Saat Pandemi Covid-19

  Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin  melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…

Siap Pembahasan dengan DPR: - Pemerintah Finalisasi Draf RUU Perampasan Aset

NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…