Menjadi negara dengan populasi masyarakat muslim terbesar di dunia, tren pertumbuhan angka haji tiap tahunnya terus meningkat. Apalagi bicara bisnis dan perputaran dana haji angkanya cukup besar, tentunya ini menjadi peluang dan tantangan. Berangkat dari hal tersebut, kehadiran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menjadi jawaban bagaimana mengoptimalkan layanan haji dan turunannya bagi masyarakat Indonesia dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa potensi perputaran uang dalam ekosistem haji dan umrah diprediksi akan meningkat dari Rp 65 triliun di 2023 menjadi Rp 194 triliun pada 2030. Peluang ekonomi ini membengkak seiring seiring perubahan kebijakan pemerintah Arab Saudi melalui visi Saudi 2030.“Optimalisasi peran Indonesia dalam ekonomi haji dan umrah tersebut akan memberikan efek berantai positif pada berbagai sektor ekonomi dalam negeri sehingga memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,”ujarnya.
Disampaikannya, peluang ekonomi dalam ekosistem haji dan umrah yang mencakup sektor penerbangan, akomodasi, transportasi, dan katering. Saat ini Indonesia merupakan negara dengan kuota pokok haji terbesar, yakni sebanyak 221 ribu jamaah pada 2024. Total jamaah haji dan umrah Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 3,3 juta pada 2030.
Selain ekosistem haji dan umrah, lanjut Sri Mulyani, Indonesia juga memiliki peluang ekonomi dengan menarik investor asing, terutama dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Islamic Development Bank (IsDB), melalui blended finance maupun kegiatan filantropi.”Saya berharap Kementerian Keuangan, KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), dan seluruh kementerian/lembaga akan terus meningkatkan upaya untuk membangun blended finance yang tangguh dan kompetitif,” katanya.
Anggota BPKH, Arief Mufraini mengungkapkan, sekitar Rp 17-20 triliun uang Indonesia terbang ke Arab Saudi setiap tahunnya untuk biaya terkait ekosistem haji. Dengan perincian, struktur pengeluaran biaya haji di Indonesia yang mencakup biaya penerbangan Rp 3,65 triliun dengan proporsi 20,94%, kebutuhan akomodasi Rp5,76 triliun atau 26,37% proporsi.
Lalu masyair atau biaya prosesi ibadah haji sebesar Rp 4,27 triliun atau 19,55% proporsi. Kemudian makanan atau sajian sebesar Rp1,66 triliun atau 7,62% proporsi, transportasi Rp1,13 triliun atau 5,19% proporsi, biaya lain-lain Rp0,95 triliun atau proporsi 4,36%. “Semuanya mungkin melihat ini adalah angka yang cukup besar kita keluarkan setiap tahunnya, untuk memberikan semua pelayanan termasuk mengorganisasi dan juga mendukung program haji,” ungkapnya.
Apalagi pemerintahan baru saat ini, kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, banyak berfokus pada bagaimana mengoptimalkan seluruh pelayanan haji. Sehingga, menurutnya saat ini adalah waktu yang tepat untuk menuju rezim investasi dalam upaya memberikan pelayanan ibadah haji yang baik di Arab Saudi.
Ditambah kebutuhan pembiayaan bisa jadi akan terus meningkat dua atau bahkan tiga kali lipat pada tahun-tahun ke depan menyangkut program haji maupun umrah di Arab Saudi.“Seperti yang kita tahu, pemerintahan sekarang, rezim baru, banyak berfokus pada bagaimana mengoptimalkan seluruh pelayanan haji. Menurut saya ini saatnya bagi kita untuk menyelamatkan dari rezim pengadaan ke rezim investasi ketika kita mencoba memberikan pelayanan ibadah haji yang baik di Arab Saudi,” ucapnya.
Dongkrak Ekonomi
Besarnya perputaran dana haji, sejatinya harus dibisa dimanfaatkan untuk mendongkrak ekonomi dan bukan sebaliknya menjadi bacakan perkaya diri sendiri oleh oknum dan dananya kelar begitu saja tanpa ada kontribusinya. Oleh karena itu, pemanfaatan dan perluasan ekosistem haji menjadi pilihan tepat akan dampknya secara luas bagi masyarakat.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) telah menjalin kerja sama dengan sejumlah mitra di Arab Saudi dalam bidang akomodasi dan katering sebagai upaya memperkuat ekosistem haji."Tujuannya adalah untuk bisa kita melakukan investasi serta berpartisipasi di dalam ekosistem perhajian," ujar Kepala BPKH, Fadlul Imansyah.
Disampaikannya, penguatan ekosistem haji merupakan satu hal yang sangat krusial dari sisi pengelolaan operasional penyelenggaraan ibadah haji maupun dari pengelolaan keuangan atau investasi. Menurutnya, kerja sama yang dilakukan BPKH bukan hanya investasi yang akan menghasilkan return (hasil) yang optimal bagi calon haji Indonesia, namun dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal dari sisi penyelenggaraan dan operasional haji ke depannya.
Tujuan BPKH melakukan investasi langsung adalah untuk memaksimalkan pengembalian dana sambil memastikan dana digunakan untuk kepentingan jamaah haji Indonesia."Dengan memperluas strategi pasar dan memperkenalkan layanan berkualitas tinggi dan disesuaikan, Indonesia dapat secara signifikan meningkatkan pengalaman ibadah haji,"ujar Fadlul.
Dirinya berharap ke depan dari sisi sektor akomodasi, penyewaan hotel-hotel yang selama ini langsung kepada para pemilik hotel yang ada di Saudi, bisa menjadi bagian dari ekosistem haji, terutama investasi BPKH. Sementara terkait katering, investasi BPKH siap melayani kebutuhan makan calon haji selama di Arab Saudi, baik ketika di Mekkah maupun Madinah.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Dr. Abdul Jamil mengtakan, pengelolaan dana haji itu kan memang harus ada prinsip yang dipegang. “Ini diatur dalam UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU Pengelolaan Keuangan Haji). Prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan akumulasi dana haji melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan sesuai hukum. Dari sejumlah prinsip itu, Abdul menilai asas transparan dalam pengelolaan keuangan haji menjadi aspek yang harus lebih digalakkan lagi oleh pemerintah. “Transparansi menurut saya perlu dijelaskan lagi, di kita itu baru sebatas mendapatkan nilai manfaat. Hanya saja kan kita (masyarakat yang menjadi calon jemaah haji) tidak mengerti, kenapa harus sekian persen (biaya perjalanan ibadah haji yang ditentukan pemerintah),” kata dia.
Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Hery Gunardi, pihaknya mendorong penguatan ekosistem haji dan umrah serta efek bergandanya kepada masyarakat sebagai potensi ekonomi dan devisa bagi negara. Langkah ini selaras dengan rencana pemerintah yang ingin mengejar potensi devisa senilai Rp200 triliun yang bisa dibawa masuk ke Indonesia dari kegiatan haji dan umrah.
Dirinya mengingatkan bahwa masyarakat muslim Indonesia mengeluarkan sekitar lebih dari Rp65 triliun setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah di Tanah Suci. Potensi ini, tegas Hery, harus dicermati secara ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.“Asbisindo berupaya mendukung pemerintah dari sisi penguatan ekonomi syariah, di mana salah satu prinsip pengelolaan syariah adalah memberikan kemaslahatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat,” kata Hery.
“Itu langsung dijemur ya dan setelah itu diamplas,”kata Basuki (50) memberikan instruksi salah satu pegawainya di workshop belakang rumahnya di…
Di sela-sela ikut mempersiapkan kedatangan Presiden Prabowo Subianto ke China, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie…
Perusahaan produksi bus listrik, PT Sinar Armada Globalindo menjalin kerjasama dengan perusahaan perakitan bus, PT Piala Mas Industri (Karoseri Piala…
“Itu langsung dijemur ya dan setelah itu diamplas,”kata Basuki (50) memberikan instruksi salah satu pegawainya di workshop belakang rumahnya di…
Di sela-sela ikut mempersiapkan kedatangan Presiden Prabowo Subianto ke China, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie…
Perusahaan produksi bus listrik, PT Sinar Armada Globalindo menjalin kerjasama dengan perusahaan perakitan bus, PT Piala Mas Industri (Karoseri Piala…