FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK-MAKANAN MINUMAN: - Merasa Tidak Puas atas Perumusan RPMK

Jakarta-Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyatakan ketidakpuasan atas perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang dinilai tidak mengakomodir masukan dari tenaga kerja.

NERACA

Minimnya ruang keterlibatan pun sampai membuat Sudarto bersama perwakilan tenaga kerja lainnya memaksa hadir dalam public hearing beberapa waktu lalu, meskipun tidak mendapat undangan resmi. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk desakan agar pemerintah mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak lain.

Dalam forum public hearing yang didominasi oleh LSM yang mengatasnamakan kesehatan, Sudarto menekankan bahwa banyak aturan dalam PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes yang berdampak negatif bagi penghidupan ratusan ribu pekerja di industri hasil tembakau hingga makanan-minuman.

"Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik. Seharusnya, pemerintah melindungi industri hasil tembakau yang menjadi sumber mata pencarian kami," ungkapnya dikutip Jumat (27/9).

Forum diskusi yang diselenggarakan PP FSP RTMM-SPSI tersebut turut mengundang Kemenkes. Namun sayangnya, tidak ada satu pun perwakilan Kemenkes yang hadir. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kemenkes abai terhadap aspirasi masyarakat. Dengan demikian, proses pembahasan PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes tidak sejalan dengan tata cara perumusan kebijakan yang baik karena minimnya partisipasi bermakna.

Walau tidak pernah dilibatkan, Sudarto menyampaikan bahwa para pekerja di bawah naungannya telah mengirimkan sekitar 20.000 masukan tertulis melalui situs resmi Kemenkes. Harapannya, masukan tersebut bisa diterima dan diakomodasi.

Selain itu, Sudarto mendorong ruang dialog yang ia pandang akan membuka peluang bagi pemerintah untuk mendengarkan aspirasi pekerja. Namun, jika langkah diplomasi tidak berhasil, Sudarto menyatakan kesiapan untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi para pekerja. "Kami ingin mengambil jalur diplomasi terlebih dahulu, tetapi jika tidak dihiraukan, kami siap untuk bertindak lebih tegas. Kami akan turun ke jalan," tegas dia.

Lebih lanjut, Sudarto menilai bahwa polemik dalam PP 28/2024 dan RPMK menunjukkan kelalaian pemerintah dalam memperkirakan dampak ekonomi dari regulasi tersebut terhadap pekerja dan industri. Ia khawatir banyak buruh akan menjadi korban PH jika kebijakan ini diterapkan. Ia menekankan pentingnya memperhitungkan dampak kebijakan terhadap tenaga kerja dan sektor terkait.

Kekhawatiran Sudarto ini juga tercermin dari pernyataan Presiden Jokowi yang mengingatkan adanya ancaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 2025. Pernyataan ini disampaikan saat menghadiri Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Hotel Alila, Solo, Kamis (19/9/2024).

Jokowi menyebut bahwa dampak ancaman ini bisa menyebabkan hilangnya 85 juta pekerjaan, di saat Indonesia sedang menyambut bonus demografi 2030 yang memerlukan banyak lapangan pekerjaan.

"Kita tahu 96 negara sudah menjadi pasiennya IMF, ini sebuah angka yang menurut saya sangat mengerikan. Oleh sebab itu, kita harus fokus dalam bekerja mengelola ekonomi kita," imbuhnya.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) kembali menjadi sorotan lantaran maraknya protes dan penolakan dari berbagai pihak terdampak.

Berdasarkan hasil studi Institute For Development of Economics and Finance (Indef), kedua produk regulasi ini berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun.

Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan implementasi PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes memiliki dampak negatif terhadap ekonomi dan penerimaan negara.  “Pemerintah perlu melihat dampak ekonominya (secara komprehensif). Ini bukan hanya (memberikan dampak bagi) industri rokok, tapi juga industri kemasan untuk kertas, tembakau, cengkeh, termasuk ritel, periklanan dan lainnya yang terdampak,” ungkapnya dikutip Jumat (27/9).

Dampak Ekonomi Signifikan

Berdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok, yaitu kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan dalam radius 200 meter, serta pembatasan iklan, kebijakan tersebut berpotensi memberikan dampak ekonomi yang signifikan.

Jika ketiga skenario ini diterapkan secara bersamaan, dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun atau setara dengan 1,5% dari PDB. Selain itu, penerimaan perpajakan diperkirakan menurun hingga Rp160,6 triliun yang setara dengan 7% dari total penerimaan perpajakan nasional. Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri tembakau dan produk turunannya.

Senada, Pembina Industri Ahli Madya Direktorat Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Nugraha Prasetya Yogie, mengatakan sebagai kementerian yang menaungi industri tembakau, selama ini Kemenperin belum pernah diikutsertakan dalam public hearing yang diinisiasi Kemenkes serta belum pernah mendapat dokumen resmi dari kementerian terkait.

Padahal selama ini, Kemenperin telah mengawasi takaran dan produksi produk tembakau sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku.

“Secara umum, industri tembakau belum siap menyesuaikan dengan peraturan baru, yaitu PP 28/2024, setelah beberapa kali berdiskusi dengan pelaku industri hasil tembakau. Dengan banyaknya pengaturan yang belum jelas, maka kesimpulan kami PP 28/2024 sulit untuk diimplementasikan, apalagi Rancangan Permenkes kelak,” ungkapnya.

Yogie menyoroti Rancangan Permenkes ini cenderung memperketat atau mencirikan pengamanan zat adiktif dalam tembakau. Pengaturan ini akan berdampak besar bagi industri tembakau mulai dari penjualan, produksi, efisiensi tenaga kerja, hingga penerimaan negara.

“Pengaturan ini perlu melibatkan pelaku industri, konsumen, dan stakeholder lainnya, termasuk pemangku kebijakan yang lebih luas. Ekosistem tembakau negara ini berbeda dengan negara lainnya dan perlu diperhatikan lebih mendalam oleh pembuat peraturan,” tegas dia.

Dari sisi pelaku usaha, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, menjelaskan para anggotanya juga merasa terancam dengan adanya aturan ini. GAPPRI menilai aturan turunan ini memiliki banyak kejanggalan dan pihaknya tidak pernah diberikan kesempatan untuk memperdebatkan isi dari aturan tersebut.

“Rancangan Permenkes ini sangat jauh dari UU Kesehatan dan Kemenkes tidak membuka diskusi terbuka dengan kami,” keluhnya seperti dikutip Liputan6.com.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, juga menyayangkan sikap Kemenkes yang tidak pernah menerima masukan dari industri. Amanat untuk menyusun standardisasi kemasan rokok polos tanpa merek juga tidak ada dalam UU Kesehatan dan PP 28/2024 yang sebelumnya dicanangkan, terlebih dipaksakan untuk diloloskan saat injury time yang pastinya akan memicu kegaduhan.

Dengan potensi kerugian ekonomi sebesar Rp308 triliun, kebijakan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes menjadi ancaman serius bagi perekonomian nasional, yang juga dapat menajdi beban tambahan Pemerintah Prabowo-Gibran. Kebijakan ini dinilai dapat menggagalkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dan rasio pajak yang ditarget tinggi ke 23%. Maka, kedua regulasi ini diharapkan dapat segera dievaluasi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan demi menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

SURVEI KONSUMEN MEI 2025 BI: - Masyarakat Pesimis Ketersediaan Lapangan Kerja

  Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…

Ketua MA: Korupsi Rusak Citra Lembaga Peradilan

NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…

Efisiensi Anggaran Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Daerah

  NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

SURVEI KONSUMEN MEI 2025 BI: - Masyarakat Pesimis Ketersediaan Lapangan Kerja

  Jakarta-Hasil survei konsumen Mei 2025 Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, keyakinan masyarakat soal ketersediaan lapangan kerja saat ini menuju zona…

Ketua MA: Korupsi Rusak Citra Lembaga Peradilan

NERACA Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Sunarto meminta kepada 1.451 hakim yang hari ini dikukuhkan untuk memulihkan turunnya kepercayaan publik…

Efisiensi Anggaran Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Daerah

  NERACA Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran dan pengalihan belanja pemerintah terhadap…