Oleh: Achmad Nur Hidayat
Pengamat Kebijakan Publik
Kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, memunculkan polemik di tengah publik. Banyak pihak mempertanyakan mengapa KPK menghentikan investigasi dalam menangani dugaan gratifikasi terkait penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya.
Sebagai perbandingan, kasus Rafael Alun, mantan pejabat Kemenkeu, mendapat perhatian yang jauh lebih cepat setelah penyelidikan gaya hidup hedon anaknya, Mario Dandy, menjadi pintu masuk dalam pengungkapan tindak pidana korupsi yang akhirnya menjerat Rafael.
Kasus Rafael Alun menjadi contoh nyata bagaimana KPK berhasil menggunakan gaya hidup hedon anak pejabat untuk menelusuri sumber-sumber kekayaan tidak wajar.
Mario Dandy, anak Rafael, diketahui sering memamerkan mobil mewah di media sosial. Setelah terlibat dalam kasus penganiayaan, gaya hidup mewah Mario menjadi sorotan, memicu KPK untuk memeriksa aset keluarganya lebih lanjut.
Hasil penyelidikan menemukan bahwa Rafael Alun memiliki aset yang tidak sebanding dengan gajinya sebagai pejabat eselon III di Kemenkeu, yang kemudian mengarah pada kasus pencucian uang dan gratifikasi. KPK bergerak cepat setelah mencium adanya ketidakberesan ini, dan hasilnya Rafael dijatuhi hukuman 14 tahun penjara atas tindak pidana korupsi.
Pengungkapan kasus Rafael menegaskan bahwa korupsi sering kali terungkap melalui gaya hidup anggota keluarga pejabat yang mencolok, meskipun mereka bukan pejabat negara. Dalam hal ini, KPK menunjukkan kapasitasnya untuk melakukan penegakan hukum yang tegas, tanpa memandang status sosial keluarga yang terlibat.
Kasus Kaesang: Mengapa KPK Terkesan Takut dan Ragu?
Di sisi lain, dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, yang terkait penggunaan jet pribadi, menimbulkan spekulasi mengenai adanya tebang pilih dalam penanganan kasus oleh KPK.
Tokoh Mahfud MD dan aktivis anti korupsi menyuarakan kekecewaannya terhadap KPK, dengan menyatakan bahwa status Kaesang sebagai bukan pejabat tidak seharusnya menjadi alasan untuk tidak mengusut kasus ini.
Kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, selain terkait posisinya sebagai anak Presiden Jokowi, juga perlu dilihat dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Sebagai ketua partai politik, Kaesang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan partainya, termasuk dana yang diterima dari pemerintah. Berdasarkan data Kemenkeu, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 126 miliar kepada partai politik setiap tahun sejak 2019. Dana ini merupakan pajak masyarakat yang harus dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan PP Nomor 1 Tahun 2018, partai politik menerima dana publik berdasarkan jumlah suara sah yang diperoleh pada pemilu. Dana tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kaderisasi, pendidikan politik, dan mencegah praktik politik transaksional. Dengan posisi partainya sebagai penerima dana publik, PSI dan Kaesang sebagai ketua umum terikat pada prinsip transparansi keuangan dan audit oleh BPK.
Dalam konteks ini, dugaan gratifikasi yang diterima Kaesang, meskipun dalam kapasitas pribadi, seharusnya tidak terlepas dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin partai yang mengelola dana publik dan anak Presiden yang dapat melakukan jual beli pengaruh terhadap berbagai kebijakan negara.
Partai politik merupakan institusi publik, dan ketua partai bertanggung jawab atas integritas partai, termasuk penggunaan sumber daya yang diperoleh dari pajak rakyat.
Hal ini menjadi lebih penting karena partai politik adalah objek audit keuangan negara, dan ketua partai, termasuk Kaesang, harus dapat mempertanggungjawabkan keuangan partai secara terbuka. Oleh karena itu, KPK harus bersikap konsisten dalam menindak dugaan gratifikasi, terlepas dari apakah seseorang anak Presiden yang memegang jabatan resmi atau tidak, demi menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Oleh: Andi Thenu …
Oleh: Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meresmikan dua proyek penting dalam bidang…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT)…
Oleh: Andi Thenu …
Oleh: Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meresmikan dua proyek penting dalam bidang…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT)…