Sentimen Negatif Rupiah - Kredit Korporasi Lokal Diproyeksikan Tetap Stabil

Ditetapkannya Prabowo dan Gibran sebagai pemenang pemilu presiden dan wakil presiden terpilih, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan termasuk dampaknya terhadap tren kredit di bawah pemerintahan yang baru.  

Kepala Divisi Pemeringkatan PT Pemeringkat Efek Indonesi (Pefindo), Yogie Perdana dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (15/5) mengatakan, kondisi kredit korporasi lokal diperkirakan akan tetap stabil ditengah tantangan seperti pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga. “Kebijakan ekonomi yang lebih jelas setelah ditetapkannya Prabowo sebagai presiden terpilih, dan transisi pasca pemilu yang lancar akan memberikan stabilitas makroekonomi dan mendukung kondisi kredit bagi perusahaan-perusahaan lokal,”ujarnya.

Meskipun demikian, ketahanan perusahaan pembiayaan di Indonesia sedang menghadapi tantangan dengan meningkatnya risiko dan tingkat volatilitas makroekonomi, di mana para perusahan tersebut harus berhadapan dengan suku bunga yang lebih tinggi dan prospek pertumbuhan yang lebih rendah.

Disampaikan Kepala Divisi Pemeringkatan Sektor Keuangan, Pefindo, Danan Dito, ketahanan perusahaan pembiayaan di Indonesia sedang menghadapi tantangan. Namun, pemulihan penjualan unit otomotif pasca pandemi, keinginan perbankan untuk mendanai industri pembiayaan, dan marjin yang relatif tinggi menjadi faktor penunjang terhadap kondisi fundamental perusahaan pembiayaan di Indonesia, sehingga rasio keuangan seharusnya tetap terjaga.

Sementara Managing Director Corporate Ratings S&P Global Ratings Xavier Jean mengatakan suku bunga higher-for-longer atau tinggi dalam waktu yang lama akan membebani profitabilitas perusahaan, terutama dari sisi biaya pendanaan."Biaya pendanaan yang dalam kondisi Higher-for-Longer akan membebani profitabilitas bersih di sektor padat modal," kata Xavier.

Industri padat modal merupakan aktivitas industri yang memiliki nilai investasi besar dalam bentuk aset tetap, mengingat kebutuhan bisnis yang memerlukan capital expenditure yang juga tak sedikit. Contoh industri padat modal antara lain manufaktur otomotif, industri transportasi, hingga energi seperti minyak dan gas bumi, batu bara, hingga emas.

Xavier memproyeksikan ada perlambatan pertumbuhan korporasi menyusul cost-of-fund yang tinggi. Hal ini dinilai dapat menjadi tren di masa depan."Perusahaan-perusahaan di Indonesia mungkin akan memasuki periode pertumbuhan yang lebih lambat dan pengembalian modal yang relatif lebih rendah selama 5 tahun ke depan," kata dia.

Namun demikian, Xavier menilai perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak kehilangan minatnya terhadap belanja perusahaan, bahkan ketika pertumbuhan pendapatan dan laba mengalami perlambatan.

 

 

BERITA TERKAIT

Kejar Pertumbuhan Bisnis - AVIA Akuisisi Dextone Lemindo Rp275,8 Miliar

Kembangkan ekspansi bisnisnya, PT Avia Avian Tbk (AVIA) resmi mengakuisisi PT Dextone Lemindo dengan nilai investasi sebesar Rp275,8 miliar. Perseroan…

Jarak Aman Serukan Perjalanan Mudik Rendah Risiko

Komunitas Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) menyerukan agar perjalanan musim mudik Lebaran tahun 2025 kian rendah risiko. Data Korlantas…

SRTG Balikkan Rugi Jadi Untung Rp3,29 Triliun

Sepanjang tahun 2024, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) mencatat laba bersih sebesar Rp3,29 triliun. Pencapaian itu berbalik untung dari…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Kejar Pertumbuhan Bisnis - AVIA Akuisisi Dextone Lemindo Rp275,8 Miliar

Kembangkan ekspansi bisnisnya, PT Avia Avian Tbk (AVIA) resmi mengakuisisi PT Dextone Lemindo dengan nilai investasi sebesar Rp275,8 miliar. Perseroan…

Jarak Aman Serukan Perjalanan Mudik Rendah Risiko

Komunitas Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) menyerukan agar perjalanan musim mudik Lebaran tahun 2025 kian rendah risiko. Data Korlantas…

SRTG Balikkan Rugi Jadi Untung Rp3,29 Triliun

Sepanjang tahun 2024, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) mencatat laba bersih sebesar Rp3,29 triliun. Pencapaian itu berbalik untung dari…