Potensi dan Risiko Irigasi Air Tanah Tenaga Surya

 

Oleh: Dr.Aswin Rivai, MM., Pengamat Ekonomi Lingkungan UPN Veteran Jakarta

 

Sehubungan dengan kendala keterbatasan air di lahan kering diberbagai wilayah Indonesia maka diperlukan irigasi suplementer dengan memanfaatkan potensi sumberdaya air yang ada di wilayah tersebut dengan memanfaatkan beragam teknologi yang mampu mengangkat dan mengalirkan air dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian. Untuk itu telah dikembangkan sistem irigasi pompa tenaga surya (SI-PTS) yang tidak tergantung pada tenaga listrik atau bahan bakar lainnya. Penggunaan energi matahari tidak memerlukan listrik, ekstra hemat energi, ramah lingkungan, penggunaannya mudah, efisiensi, kinerja stabil, dan dapat digunakan dalam jangka waktu lama.

Penggunaan pompa air yang digerakkan dengan tenaga listrik atau bahan bakar hidrokarbon mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang tinggi, yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global (Astra 2010). Jika dilihat dari sisi pembiayaan, baik dalam tahap pengembangan (pembangunan) maupun pengelolaan (pemeliharaan), teknologi irigasi tersebut memunculkan persoalan di tingkat lapangan khususnya bagi petani dan kelompoknya, yaitu ketidakmampuan petani dalam mengoperasionalkan dan memelihara sarana dan prasarana irigasi yang dimiliki.

Oleh karena itu, perlu dicari dan dikembangkan suatu model teknologi irigasi yang hemat energi dan hemat air. Sehubungan tidak semua lahan memiliki infrastruktur energi listrik berkaitan dengan kendala lokasi yang terpencil maupun keterbatasan pasokan listrik dan semakin tingginya harga BBM, maka radiasi surya dapat menjadi  prasarana untuk menggerakkan pompa. Pompa tenaga surya memanfaaatkan radiasi surya sebagai sumber energi untuk pengairan (Widodo, Nasution 2016).

Potensi radiasi matahari di Indonesia cukup besar dengan intensitas radiasi rata-rata 4.8 kWh (m2) -1 hr-1 (BMKG) sepanjang tahun, tetapi pemanfaatannya baru mencapai 5 mWp, sehingga dapat dioptimalkan untuk  menyediakan listrik bagi pengairan yg diharapkan mampu  memberikan kepastian pemenuhan kebutuhan air irigasi,  untuk itu telah dikembangkan solar water pump (pompa  energi surya) (Rahardjo, Ira 2006).  Pemanfaatan energi surya mempunyai berbagai  keuntungan antara lain adalah  bahwa energy ini tersedia  dengan jumlah yang besar di Indonesia, sangat mendukung kebijakan energi nasional tentang  penghematan, diversifikasi dan pemerataan energi, dan memungkinkan dibangun di daerah terpencil karena tidak  memerlukan transmisi energi maupun transportasi sumber energi (Sasongko 2012)

Berkembang Pesat 

Irigasi air tanah bertenaga surya berkembang pesat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs). Selama sepuluh tahun terakhir, di Asia Selatan telah dipasang lebih dari 500.000 pompa kecil yang berdiri sendiri, sementara di Afrika Sub-Sahara, pompa tenaga surya menjadi teknologi penting untuk memperluas pertanian beririgasi.

Pompa tenaga surya ini memiliki potensi yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat bagi para petani miskin di negara-negara berkembang dan berkembang. Studi dari Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara menunjukkan bahwa pompa tenaga surya yang berdiri sendiri dapat meningkatkan produksi pangan, ketahanan pangan, dan mata pencaharian yang merupakan faktor penting dalam mengurangi kemiskinan. Namun, penerapan pompa tenaga surya yang cepat juga membawa risiko yang memerlukan pemantauan cermat untuk memandu kebijakan dan investasi.

Meskipun pompa tenaga surya berkontribusi terhadap perluasan energi melalui energi terbarukan, pompa tersebut belum tentu menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Penggantian lengkap pompa bahan bakar fosil dengan pompa tenaga surya tidak dijamin. Petani mungkin menggunakan berbagai sumber energi untuk memenuhi beragam kebutuhan, mempertahankan fungsinya terlepas dari kondisi siang hari atau cuaca, atau mengelola berbagai lahan yang tidak bersebelahan.

Selain itu, penerapan pompa tenaga surya dapat memberikan insentif kepada petani untuk melakukan perubahan terhadap penggunaan lahan dan pilihan input yang meningkatkan praktik intensif karbon, seperti memperluas area tanam, menggunakan lebih banyak bahan kimia pertanian, dan membudidayakan tanaman yang membutuhkan banyak air.

Perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca. Mengkaji dan menelusuri dampak bersih yang kompleks dan mahal dari perubahan tersebut, terutama di negara-negara berkembang dan berkembang pesat yang lahan pertaniannya kecil dan banyak, merupakan tantangan yang besar. Bahkan dalam kasus di mana irigasi bertenaga surya bersifat netral karbon, penggunaan air tanah kemungkinan besar akan meningkat karena tidak adanya biaya pemompaan.

Meskipun hal ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan air dan mata pencaharian di wilayah dengan hidrogeologi yang mendukung, hal ini dapat menimbulkan risiko di wilayah yang sudah sangat bergantung pada air tanah. Kemajuan pembuatan kebijakan harus mencakup pendefinisian secara jelas tujuan yang dapat dicapai dari irigasi tenaga surya sambil memantau secara ketat keterbatasan dan risiko terkait emisi karbon dan penipisan air tanah.

Pendekatan terpadu terhadap akuntansi dan regulasi lintas skala dapat memastikan bahwa irigasi tenaga surya berkontribusi terhadap pengentasan kemiskinan tanpa menyebabkan kerugian jangka panjang. Mengambil wawasan dari kewirausahaan dan desain pasar dapat membantu menyediakan layanan irigasi bertenaga surya bagi petani skala kecil, khususnya di Afrika Sub-Sahara, di mana kerawanan pangan semakin mengkhawatirkan.

Meningkatkan kualitas dan cakupan informasi mengenai penggunaan air, tanah, dan energi sangatlah penting, sehingga memerlukan peralihan dari pendekatan terisolasi ke pendekatan terpadu. Jaringan observasi berbasis darat dapat meningkatkan informasi publik mengenai ketersediaan dan variabilitas air. Memanfaatkan upaya pengumpulan data yang dilakukan oleh kantor statistik nasional dapat memprioritaskan indikator penggunaan air, tanah, dan energi. Selain itu, menggabungkan telemetri pada pompa tenaga surya dengan sensor internal dapat meningkatkan kemampuan pemantauan.

Penilaian yang realistis mengenai biaya teknis dan logistik, kompleksitas, dan keuntungan yang diharapkan dari menghubungkan irigasi tenaga surya dengan program kredit karbon di negara-negara berkembang termasuk Indonesia harus dilakukan untuk menetapkan harapan yang realistis. Investasi pada pompa tenaga surya harus dibarengi dengan upaya untuk mengukur dan mengelola risiko yang terkait dengan penipisan air tanah. Pendekatan komprehensif ini memastikan bahwa manfaat irigasi tenaga surya dimaksimalkan sekaligus memitigasi potensi kerugiannya.

BERITA TERKAIT

Kendala Pencatatan Lisensi Merek Asing : Tantangan bagi Kolaborasi Global-Lokal

  Oleh: Nabila Zata, Legal Associate Swasta Di era kolaborasi global, kemitraan antara merek lokal Indonesia dan merek terkenal internasional…

Menjajaki Peluang Kerja Sama dan Investasi di Mancanegara

    Oleh : Robby Alamsyah, Pengamat Investasi dan Industri   Dalam upaya memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang…

Penerbitan Perpres Upaya Akselerasi Program MBG

  Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan   Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan visi besar menciptakan generasi…

BERITA LAINNYA DI Opini

Kendala Pencatatan Lisensi Merek Asing : Tantangan bagi Kolaborasi Global-Lokal

  Oleh: Nabila Zata, Legal Associate Swasta Di era kolaborasi global, kemitraan antara merek lokal Indonesia dan merek terkenal internasional…

Menjajaki Peluang Kerja Sama dan Investasi di Mancanegara

    Oleh : Robby Alamsyah, Pengamat Investasi dan Industri   Dalam upaya memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang…

Penerbitan Perpres Upaya Akselerasi Program MBG

  Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan   Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan visi besar menciptakan generasi…