Oleh: Nabila Zata, Legal Associate Swasta
Di era kolaborasi global, kemitraan antara merek lokal Indonesia dan merek terkenal internasional menjadi strategi yang populer. Melalui kerja sama ini, produk lokal mendapat eksposur lebih luas, sedangkan merek global menjangkau pasar yang lebih dalam. Namun, harmonisasi regulasi antarnegara yuridiksi kerap menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam aspek hukum lisensi merek.
Hasil kolaborasi tersebut telah terbukti sukses pada beberapa merek lokal seperti Buttonscarves dengan Disney, Esqa Cosmetics dengan Barbie, Luxcrime dengan KFC, dan Thenblank dengan Harry Potter. Kesuksesan tersebut terbukti dengan peningkatan jumlah penjualan, brand awareness, dan engagement rate atau tingkat interaksi masyarakat pada media sosial.
Proses Kerja Sama
Bagaimana proses kerja sama tersebut? Penggunaan suatu merek milik pihak lain wajib mendapatkan izin dari pemilik merek. Perizinan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis antara pemilik hak merek (pemberi lisensi) dan penerima lisensi melalui perjanjian lisensi merek. Syarat utama merek dapat dilisensikan adalah merek tersebut wajib terdaftar terlebih dahulu di negara penerima lisensi.
Perjanjian lisensi merek paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
Tanggal dan tempat perjanjian lisensi ditandatangani; Nama dan alamat pemberi lisensi dan penerima lisensi; Objek perjanjian lisensi atau detil merek yang akan dilisensikan; Ketentuan mengenai lisensi bersifat eksklusif atau noneksklusif, termasuk sublisensi; Jangka waktu perjanjian lisensi; dan Wilayah berlakunya perjanjian lisensi. Selain hal tersebut, perjanjian lisensi dapat menyertakan ketentuan jumlah royalti, pembayaran royalti, serta ruang lingkup penggunaan merek.
Setelah perjanjian lisensi telah ditandatangani oleh pemberi lisensi dan penerima lisensi, maka perjanjian lisensi telah mengikat bagi para pihak, sehingga penerima lisensi dapat menggunakan merek dari pemberi lisensi secara sah. Namun, terdapat ketentuan pada Pasal 42 ayat (3) jo. Ayat (5) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU Merek”) bahwa perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya kepada Menteri, apabila tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
Permasalahan
Perjanjian lisensi yang tidak dicatatkan tersebut tidak diakui atau tidak berlaku bagi pihak ketiga. Sebagai contoh, apabila terdapat pihak ketiga lainnya yang meniru atau membuat produk palsu terhadap kolaborasi antara pemberi lisensi dan penerima lisensi, maka penerima lisensi tidak dapat menggugat pihak ketiga tersebut karena perjanjian lisensi dianggap tidak memiliki kekuatan hukum bagi pihak ketiga. Hal ini akan merugikan penerima lisensi dan pemberi lisensi terhadap penggunaan merek tidak sah oleh pihak ketiga.
Apakah pencatatan perjanjian lisensi merek diwajibkan di negara lain? Khususnya negara Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki merek global dan kerap bekerja sama dengan produk lokal di Indonesia. Amerika Serikat tidak mewajibkan adanya pencatatan perjanjian lisensi merek, mengingat perjanjian tersebut telah mengikat secara hukum sebagai dasar penggunaan merek.
Bagaimana hukum yang berlaku atas perbedaan ketentuan tersebut? Dikarenakan produk akan digunakan di Indonesia, maka ketentuan hukum negara Indonesia yang akan berlaku. Oleh karena itu, penerima lisensi wajib mencatatkan perjanjian lisensi merek pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“DJKI”). Namun, berdasarkan pengalaman profesional penulis, terdapat suatu merek asal Amerika Serikat yang menolak apabila perjanjian lisensi merek antara mereka dengan mitra lokal di Indonesia untuk dikirimkan dan dicatatkan ke DJKI. Penolakan tersebut didasarkan pada pertimbangan kerahasiaan antara para pihak.
Menanggapi isu tersebut, penulis telah mengajukan permohonan kepada pihak pemilik merek asal Amerika Serikat tersebut untuk menyusun dokumen terpisah yang tidak memuat informasi rahasia, guna keperluan pencatatan di DJKI. Namun, permohonan tersebut juga ditolak oleh pihak yang bersangkutan. Dengan pertimbangan merek lokal Indonesia memerlukan kerja sama tersebut, maka yang bersangkutan tetap menandatangani perjanjian lisensi merek tanpa dicatatkan pada DJKI.
Perbedaan regulasi antar negara menimbulkan kesenjangan yang tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan kegiatan bisnis. Mengingat posisi tawar merek lokal Indonesia yang umumnya lebih rendah dibandingkan dengan merek global asal Amerika Serikat, situasi ini cenderung merugikan pihak pemilik merek lokal. Dalam kondisi demikian, pemilik merek lokal tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menempuh upaya hukum terhadap pelanggaran oleh pihak ketiga terkait perjanjian lisensi yang tidak tercatat.
Saran dan Rekomendasi
Untuk mendorong kolaborasi yang lebih seimbang antara merek lokal Indonesia dan merek global asal Amerika Serikat, pemerintah perlu meninjau kembali kewajiban pencatatan perjanjian lisensi, khususnya dalam konteks perlindungan hukum terhadap pihak ketiga. Harmonisasi kebijakan merupakan kunci menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan kompetitif secara global.
Selain itu, pemilik merek lokal disarankan untuk mengajukan penandatanganan perjanjian lisensi tambahan yang tidak mencakup informasi komersial maupun rahasia. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka pemilik merek lokal dapat memasukkan klausul pembebasan tanggung jawab (liability waiver) dalam perjanjian lisensi merek, untuk mengantisipasi risiko hukum apabila terjadi pelanggaran oleh pihak ketiga atas merek yang dilisensikan.
Oleh : Robby Alamsyah, Pengamat Investasi dan Industri Dalam upaya memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang…
Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan visi besar menciptakan generasi…
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta Akar masalah yang memicu demonstrasi Ojol Selasa 20 Meil 2025…
Oleh: Nabila Zata, Legal Associate Swasta Di era kolaborasi global, kemitraan antara merek lokal Indonesia dan merek terkenal internasional…
Oleh : Robby Alamsyah, Pengamat Investasi dan Industri Dalam upaya memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang…
Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keseriusannya dalam mewujudkan visi besar menciptakan generasi…