NERACA
Jakarta – Permasalah korupsi masih menjadi batu sandungan bagi suatu negara untuk bisa menjadi negara maju. Berdasarkan data Transparency International, peringkat Indonesia tergolong rendah di Indeks Persepsi Korupsi 2021. Peringkat Indonesia ada di nomor 96 dari 180 negara. Peringkat Indonesia ada di bawah negara-negara Afrika seperti Ethiopia (87), Tanzania (87), dan Ghana (73).
Indonesia juga lebih korup dari Malaysia (62), Timor Leste (82), Vietnam (87), dan Singapura (4). Meski Indonesia lebih mending ketimbang Filipina, Thailand, Laos, dan Myanmar yang sudah tembus peringkat 100. Untuk Asia Timur, Jepang merupakan negara paling bersih dari korupsi di peringkat 18, kemudian diikuti Korea Selatan di peringkat 32, sementara China di peringkat 66.
Peringkat Korea Utara sangatlah rendah, yakni 174. Dua negara yang peringkatnya paling bawah adalah Suriah (179) dan Sudan Selatan (180). Negara-negara Eropa mendominasi peringkat yang tinggi, namun ada Singapura yang menjadi perwakilan ASEAN di peringkat atas.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, tindakan korupsi menjadi salah satu faktor sebuah negara masih berada dalam kondisi middle income trap sehingga terhambat untuk bisa menjadi negara maju. “Salah satu elemen paling penting middle income trap adalah negara tidak mampu mengelola ancaman korupsi di negara tersebut,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Puncak Peringatan Hakordia Kemenkeu 2022 di Jakarta, Selasa (13/12).
Sri Mulyani menuturkan salah satu elemen tak kalah penting bagi sebuah negara yang terperangkap dalam status middle income trap adalah karena tidak mampu mengelola ancaman korupsi di negara tersebut. Korupsi semakin memperparah suatu negara terperangkap dalam status middle income trap karena memberi beban lebih, kata dia, selain masalah terkait kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kebijakan.
Ia menjelaskan tindakan korupsi akan selalu menggerogoti setiap upaya kemajuan yang sudah dicapai oleh suatu negara sehingga negara tersebut sangat sulit untuk menjadi maju dan lebih baik. Selain itu, lanjutnya, korupsi juga menciptakan kesenjangan yakni adanya sekelompok orang super kaya menguasai politik dan ekonomi, hingga menetapkan kebijakan dari sisi sosial padahal mayoritas masyarakat di sekitarnya banyak yang menghadapi kemiskinan.
Sri Mulyani bercerita setelah ia mengunjungi lebih dari 100 negara di dunia dalam kapasitasnya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, ia pun mendapat perspektif mengenai tata kelola, korupsi dan institusional arrengement yang memang sangat menentukan kemajuan suatu negara. Menurutnya, jika suatu negara gagal membangun sebuah institusi dengan basis tata kelola yang baik dan memiliki check and balance maka sangat berpotensi terjadi penyelewengan dan korupsi.
Oleh sebab itu Sri Mulyani menegaskan gerakan anti korupsi harus terus digaungkan, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional, agar kesejahteraan masyarakat yang adil dapat terwujud. “Kita sebenarnya dalam perang menjaga momentum perbaikan ekonomi untuk terlepas dari middle income trap,” tegas Sri Mulyani.
Indeks Perilaku Anti Korupsi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2022 mengalami penurunan pemahaman dan penilaian masyarakat terkait dengan perilaku antikorupsi. Nilai indeks persepsi di tahun 2022 adalah sebesar 3,80 menurun 0,03 poin dibandingkan tahun 2021 sebesar 3,83. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2022, sikap masyarakat cenderung lebih permisif terhadap perilaku korupsi dibandingkan dengan tahun 2021. Pada tahun 2019 dan 2020 hasil indeks persepsi mengalami penurunan lagi menjadi 3,80 (2019) dan 3,68 (2020). Indeks persepsi mencapai titik tertinggi pada tahun 2018, yaitu sebesar 3,86 dan pencapaian titik kedua tertinggi pada tahun 2021 sebesar 3,83.
Seperti diketahui, IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Dimensi Persepsi berupa penilaian atau pendapat terhadap kebiasaan perilaku antikorupsi di masyarakat. Sementara itu, Dimensi Pengalaman berupa pengalaman antikorupsi yang terjadi di masyarakat
Pada tahun 2022, kesadaran antikorupsi di lingkup keluarga dan publik mengalami penurunan, sedangkan di lingkup komunitas meningkat. Dalam lingkup keluarga misalnya, hasil Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) 2022 menunjukkan sebagian besar masyarakat menganggap sikap seseorang yang menerima uang tambahan dari pasangan (suami/istri), di luar gaji/penghasilan yang biasa diterima, tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut merupakan hal yang tidak wajar mengalami penurunan 0,3 persen dibandingkan tahun 2021. bari
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…