Bogor - Industri minyak kelapa sawit akan menjadi bagian penting dari kedaulatan ekonomi Indonesia, hal ini lantaran minyak kelapa sawit idak hanya sebagai bahan baku pangan tapi juga sebagai sumber bahan bakar terbarukan (biodiesel). Tidak banyak komoditas lain di Indonesia yang memiliki kontribusi yang begitu besar, inklusif, dan luas seperti kelapa sawit.
NERACA
Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga mengungkapkan, “saat ini, sawit merupakan komoditas strategis Indonesia yang memiliki peranan penting dari seluruh minyak nabati yang ada di dunia. Sawit digunakan sebagai bahan dasar pada industri makanan, minyak goreng, kosmetik, produk kecantikan dan perawatan pribadi, produk rumah tangga, serta bahan bakar terbarukan.”
Dari perspektif global, menurut Food and Agriculture Organization (FAO), permintaan akan minyak nabati akan terus meningkat mencapai 308 juta ton pada 2050. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan populasi dunia yang diprediksi akan mencapai 9,5 miliar pada 2050.
Jerry menambahkan, dengan menigkatnya permintaan, maka produksi minyak nabati akan ikut meningkat. Sehingga, terjadi peningkatan ekspansi lahan perkebunan baru. Minyak sawit diharapkan mampu menjawab peningkatan permintaan tersebut.
“Hal ini dimungkinkan karena produktivitas sawit yang tinggi yaitu empat ton per hektar, lebih tinggi empat sampai sepuluh kali lipat dibandingkan produktivitas kedelai, bunga matahari, dan rapeseed. Sehingga, mengonsumsi minyak sawit membantu meminimalisir ekspansi pembukaan lahan perkebunan,” ujar Jerry.
Pada 2021, total produksi minyak sawit global sebesar 75,5 juta ton dengan tren yang naik dari tahun ke tahun. Indonesia adalah negara produsen minyak kelapa sawit terbesar dengan pangsa produksi sebesar 60 persen. Sepanjang 2021, produksi Indonesia adalah 46,9 juta ton dan Malaysia sebesar 18,7 juta ton. Bersama Malaysia, Indonesia menyuplai 87 persen dari produksi minyak sawit global, sekaligus merupakan eksportir terbesar di pasar dunia.
Hilirisasi komoditas unggulan, seperti turunan produk crude palm oil (CPO), berhasil mendorong performa ekspor Indonesia. Hal tersebut tercermin dari ekspor komoditas lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) yang sepanjang 2021 mencapai USD 32,83 miliar atau meningkat sebesar 58,48 persen (YoY).
“Kemendag terus mendorong hilirisasi produk primer menjadi ekspor berorientasi produk olahan atau turunan. Hal ini sudah terjadi khususnya pada sektor minyak sawit. Selama kurun waktu dua tahun terakhir di masa pandemi, struktur volume ekspor CPO didominasi oleh olahan CPO, dengan kontribusi pada 2021 mencapai 75 persen dari total ekspor minyak sawit Indonesia,” terang Jerry.
Di samping itu, pada 2021, volume ekspor olahan CPOnaik 13 persen, oleo kimia naik 0,7 persen, dan biodieselnaik 0,4 persen, sementara volume ekspor produk hulu seperti CPO turun 13,1 persen(YoY). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian lebih terhadap hilirisasi produk turunan sawit.
Jerry juga menjelaskan, di balik besarnya manfaat industri kelapa sawit, komoditas ini mengalami tantangan dan hambatan baik di dalam maupun luar negeri. Tantangan terbesar bagi industri kelapa sawit di dalam negeri adalah bagaimana para pelaku industri bisa menerapkan teknik dan prosedur industri yang berkelanjutan. Namun, di lain pihak, pasar internasional kerap menuding dengan kampanye negatif bahwa industri kelapa sawit di Indonesia merusak lingkungan.
“Dalam kaitan ini, Kemendag terus meyakinkan mereka bahwa hal tersebut tidak benar. Pemerintah Indonesia terus mendorong para pelaku industri untuk patuh pada prinsipkeberlanjutan yang ramah lingkungan termasuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi petani dan masyarakat sekitar perkebunan,” jelas Jerry.
Sebagai komoditas strategis, pemerintah berkepentingan untuk melakukan upaya stabilisasi harga CPOsebagai bahan baku produk kelapa sawit, karena fluktuasi harga yang terlalu tinggi akan berdampak kepada penurunan daya beli masyarakat. Kemendag dengan kementerian/lembaga terkait memformulasikan harga referensi CPOuntuk memenuhi kebutuhan yang lebih luas baik sebagai acuan untuk keperluan domestik maupun keperluan internasional.
Dalam hal ini, minyak sawit yang juga merupakan edible oil atau vegetable oil tentu berpotensi untuk menjadi solusi penting yang harus dipertimbangkan. Oleh karenanya, negara-negara produsen sawit perlu memanfaatkan momentum meningkatnya permintaan minyak sawit dunia sekaligus terus mendorong pengakuan terhadap daya saing sawit keberlanjutan secara global.
”Minyak sawit memiliki peran strategis sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi krisis pangan dan energi global saat ini. Untuk itu, upaya promosi dan realisasi komitmen keberlanjutan kelapa sawit perlu ditingkatkan, termasuk melalui dialog konstruktif dengan konsumen dan produsen minyak nabati lainnya, serta peningkatan kapasitas dan investasi petani skala kecil,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto.
NERACA Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI, mengumumkan data permohonan pencatatan hak cipta yang diterima pada…
NERACA Rote Ndao – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melakukan kick-off pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN)…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung percepatan pembangunan dan penyebaran industri secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Langkah…
NERACA Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI, mengumumkan data permohonan pencatatan hak cipta yang diterima pada…
NERACA Rote Ndao – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melakukan kick-off pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN)…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung percepatan pembangunan dan penyebaran industri secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Langkah…