NERACA
Jakarta – PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri), Perusahaan petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia meluncurkan produk Asrene® C6 Metallocene LLDPE untuk membuat film dengan keuletan dan kekuatan sealing yang lebih tinggi seperti kemasan printed multi-layer dan heavy duty. Kemasan ini biasanya digunakan untuk aplikasi seperti standing pouch minyak goreng, stretch film (plastic wrap) dan kantong beras.
Penggunaan Metallocene dapat membuat kemasan menjadi tahan bocor, tahan sobek dan tahan banting. Produk ini juga telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta standar halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga terjamin keamanan dan kualitasnya.
Chandra Asri mengambil peran untuk memproduksi resin C6 Metallocene LLDPE atas respon terhadap tingginya permintaan dan belum adanya produksi dalam negeri. Sebelumnya, seluruh permintaan akan resin C6 Metallocene LLDPE hanya dapat dipenuhi oleh produk impor. Dengan kapasitas produksi Asrene® C6 Metallocene saat ini, yaitu 50 kilo ton per tahun diharapkan dapat membantu meringankan beban impor.
General Manager Polymer Technical Service and Product Development, Supriyanto mengatakan, “Dengan hadirnya Asrene® C6 Metallocene, kami menawarkan solusi untuk meningkatkan sifat kekuatan pada kemasan. Selain itu, resin ini juga menjadi salah satu upaya Chandra Asri dalam diversifikasi produk LLDPE yang diproduksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.”
Chandra Asri terus berupaya berkontribusi bagi upaya Pemerintah Indonesia dalam memenuhi permintaan produk petrokimia dalam negeri sekaligus untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Salah satu upaya yang dilakukan Chandra Asri adalah dengan membangun kompleks kedua petrokimia berskala global yang disebut dengan CAP2.
Kompleks terbaru berskala global ini nantinya akan terintegrasi sepenuhnya dengan pabrik Chandra Asri yang telah ada di Cilegon dan akan terdiri dari Naptha Craker, Butadiene, High Density Polyethylene (HDPE), Polypropylene (PP), Aromatic (Benzene, Toulene, dan Mixed Xylenes), serta Low Density Polyethylene (LDPE) yang juga akan menjadi pabrik LDPE pertama di Indonesia.
Hal ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi industri petrokimia hilir lokal, mengurangi beban impor,mendukung penciptaan lapangan kerja, serta mengakselerasi penerapan Industri 4.0 di Indonesia.
Pembangunan CAP2 saat ini berada dalam tahap Front-End Engineering Design (FEED) yang merupakan Stage 3 dalam proses tersebut. FEED merupakan tahapan kunci untuk perencanaan rinci proyek CAP2 dan akan diikuti dengan proses seleksi untuk para kontraktor teknis, pengadaan, dan konstruksi (Engineering, Procurement, and Construction (EPC)).
Final Investment Decision (FID) akan diambil oleh para pemegang saham setelah seleksi EPC selesai. PT CAP menargetkan untuk mengambil FID pada tahun 2022 dan operasional CAP2 akan dimulai dari tahun 2026.
Pada bulan November 2021, PT CAP telah menunjuk empat kontraktor yaitu Toyo Engineering Corporation, Samsung Engineering Co., Ltd., Wood, dan PT Haskoning Indonesia untuk mengerjakan Front-End Engineering Design (FEED) bagi kompleks CAP2. Kerja sama tersebut melibatkan empat kontraktor dari Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan Thailand.
Volume impor bahan kimia di tahun 2020 telah mengalami penurunan dari tahun 2019, yaitu menjadi 25,1 juta ton dari 26 juta ton. Nilai impor bahan kimia juga menurun, dari USD18,9 Miliar di tahun 2019 menjadi USD15,9 Miliar pada 2020.
Sehigga dalam hal ini President Direktur Chandra Asri, Erwin Ciputra berharap pihaknya bisa mengamankan tersedianya pasokan bahan baku untuk CAP2 yang pada akhirnya berkontribusi dalam menciptakan produk-produk petrokimia bernilai tinggi. Pihaknya juga b mendukung pertumbuhan industri petrokimia Indonesia dan memenuhi kebutuhan domestik akan produk-produk petrokimia.
Seperti diketahui, industri petrokimia memiliki peran sentral dalam menopang berbagai aktivitas industri lain dan mencukupi kebutuhan harian masyarakat. Produk-produk petrokimia umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunannya. Sebut saja plastik, serat sintetis, karet sintetis, pestisida, detergen, pelarut, pupuk, dan berbagai jenis obat maupun vitamin.
Pada Tahun 2020, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa kebutuhan produk petrokimia hulu domestik Indonesia mencapai 6 juta ton. Potensi pasar Petrokimia dalam negeri, masih sangat besar untuk dapat memenuhi permintaan. Pemerintah menargetkan pada tahun 2025 mendatang, kapasitas produksi nasional bisa mencapai 70%.
NERACA Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak sedang dalam fase deindustrialisasi. Sebab, beberapa indikator…
NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia menanggapi dengan tegas kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan perusahaan industri mengapresiasi terbitnya Perpres (Peraturan Presiden) baru tentang PBJ (Pengadaan Barang dan…
NERACA Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kembali menegaskan bahwa Indonesia tidak sedang dalam fase deindustrialisasi. Sebab, beberapa indikator…
NERACA Jakarta – Pemerintah Indonesia menanggapi dengan tegas kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap…
NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan perusahaan industri mengapresiasi terbitnya Perpres (Peraturan Presiden) baru tentang PBJ (Pengadaan Barang dan…