Tekad Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan kemandirian bahan bakar minyak (BBM) dalam lima tahun yang akan datang menurut pakar Komunikasi Keberlanjutan Diginusantara, Glenn Jolodoro, sangat penting untuk ditindaklanjuti. Terlebih, Indonesia sudah mengalami defisit BBM sejak 2004. Saat ini, 56% atau sekitar 284 juta barel pasokan BBM Indonesia diperoleh dari impor."Jika rata-rata harga minyak dunia di kisaran USD70 per barel, maka kita menghabiskan hampir USD20 miliar, atau setara dengan sekitar 9% APBN. Maka usaha penghapusan impor ini, perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh," ujarnya di Jakarta Rabu (7/5).
Glenn memandang, peningkatan bauran biodiesel bukan satu-satunya cara. Apalagi, bauran tersebut hanya terbatas untuk mesin diesel. Cara lainnya dapat dilakukan dengan cara mempercepat konversi kendaraan listrik. Jika Indonesia berhasil mengganti mobil konvensional dengan 5 juta mobil listrik dalam jangka panjang, maka Indonesia dapat menghemat impor BBM hingga 25%.
Keunggulan lainnya, pasokan batu bara sebagai sumber utama listrik saat ini sangat melimpah di dalam negeri, sehingga cita-cita kemandirian dan keberlanjutan energi yang dicanangkan presiden sangat mungkin tercapai. Sementara, Pengamat Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad) Ina Primiana menilai, cita-cita kemandirian dan keberlanjutan energi, bisa terwujud dengan merujuk kepada kelapa sawit. Pasalnya, komoditas ini memiliki potensi besar sebagai bahan baku bahan bakar minyak (BBM) di masa depan.“Ya, kalau menurut saya, yang berpotensi untuk BBM itu dari kelapa sawit. Sekarang, 67% dari kelapa sawit itu udah jadi produk olahan. Salah satunya BBM,” ujar Ina, saat dikonfirmasi wartawan.
Untuk mencapai target swasembada BBM berbasis kelapa sawit dalam lima tahun ke depan, diperlukan data yang akurat dan menyeluruh. Ia menekankan pentingnya pemetaan produksi, kebutuhan dalam negeri, dan volume ekspor kelapa sawit secara terperinci.“Nah, untuk mencapai 5 tahun itu, kita perlu ada data tentang berapa banyak produksi kelapa sawit kita, terus untuk apa. Berapa yang diekspor? Berapa untuk kebutuhan dalam negeri,” jelasnya.
Ina juga mengingatkan agar perhitungan dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan kondisi saat ini dan proyeksi lima tahun ke depan. Dia menyebutkan, meskipun menjadi salah satu produsen terbesar, Indonesia masih harus mempertimbangkan banyak aspek, termasuk posisi negara lain seperti Malaysia.
Lebih lanjut, Ina menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah dalam menjaga kesinambungan produksi kelapa sawit, termasuk melalui proses replanting dan penguatan rantai pasok dari hulu ke hilir.“Jadi, tergantung kebijakan pemerintah untuk menjaga itu dari hulu ke hilir. Untuk mau semuanya, rantai pasoknya itu juga harus dijaga,”jelasnya.
Di usianya ke-53, PT Blue Bird Tbk meluncurkan kampanye #53laluDiandelin sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan dapat…
NERACA Jakarta – Perkuat struktur permodalan guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) bakal menambah modal lewat skema…
Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, TelkomGroup kembali menyelenggarakan Digiland 2025, perhelatan tahunan yang menjadi wadah kolaborasi teknologi, olahraga, edukasi, hingga…
Di usianya ke-53, PT Blue Bird Tbk meluncurkan kampanye #53laluDiandelin sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan dapat…
NERACA Jakarta – Perkuat struktur permodalan guna mendanai ekspansi bisnisnya, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) bakal menambah modal lewat skema…
Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, TelkomGroup kembali menyelenggarakan Digiland 2025, perhelatan tahunan yang menjadi wadah kolaborasi teknologi, olahraga, edukasi, hingga…