Mobilisasi Filantropi bagi Kemanusiaan

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Belum selesainya  masalah pandemi Covid-19, Indonesia sudah dihadapkan dengan masalah kemanusiaan berupa bencana alam yang bertubi-tubi seperti gempa, erupsi gunung berapi, tanah longsor dan banjir. Semua itu telah menyita perhatian publik dan menguras energi kita semua.

Di tengah situasi yang demikian, tak bisa semua penyelesaian masalah kemanusiaan tersebut dibebankan kepada pemerintah, karena memiliki keterbatasan dari segi anggaran biaya. Untuk itu solidaritas kemanusiaan untuk masyarakat perlu digalakkan dalam bentuk filantropi (kedermawanan), sehingga mampu memberikan keringanan serta beban yang di derita oleh masyarakat yang mengalami bencana.

Gerakan filantropi dalam Islam telah diterjemahkan dengan instrumen zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS) yang bisa dipergunakan untuk membantu kebencanaan dan kemanusiaan. Melalui instrumen tersebut, sebagai jawaban, bagaimana ajaran agama Islam memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap sikap saling tolong - menolong sesama umat manusia.

Selain instrumen ZIS, juga ada instrumen Wakaf yang memiliki simultan dalam gerakan filantropi. Dengan demikian perpaduan antara ZIS dan wakaf bisa menjadikan pembangunan kebijakan keuangan publik. Beberapa negara telah mengembangkan ini dimana ZISWAF adalah sumber keuangan yang berdasarkan nilai - nilai ajaran Islam yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan.

Namun sangat disayangkan, ditengah mayoritas Muslim terbesar dunia. Penerimaan ZIS yang ada selama ini tak sesuai dengan potensi yang ada, bahkan jauh sekali dari target yang diharapkan. Hal ini tak lepas dari pemahaman ZIS yang hanya sekedar "normatif" saja, seperti zakat yang dibayarkan hanya untuk memenuhi kewajiban saja tanpa memperhatikan efeknya dalam pembangunan ekonomi. Akibatnya semangat keadilan ekonomi dalam implementasi zakat menjadi hilang.

Disinilah diperlukan mobilisasi filantropi untuk kemanusiaan. Dengan cara melakukan sosialisasi secara masif dimana motivasi sosial lebih ditekankan dengan dilandasi pada motivasi rohani. Dengan demikian keberadaan ZIS bisa dijadikan sebuah gerakan filantropi yang kreatif dan dahsyat.

Saya melihat berbagai lembaga amil zakat dalam gerakannya sudah mengarah kepada hal yang demikian. Namun tingkat kesadaran masyarakat tentang  arti sebuah ZIS masih bersifat normatif. Maka disinilah harus ada  sinkronisasi dalam memahamkan program ZIS sehingga masyarakat tertarik dan memiliki pola pikir yang sama dalam mendayagunakan ZIS. Apabila diperlukan, riset publik tentang lembaga amil perlu dilakukan secara komperehensif. Sehingga publik akan melihat lembaga amil zakat mana yang bagus dan memiliki komitmen dalam program kemanusiaan.

Sekali lagi, mobilisasi filantropi untuk kemanusiaam perlu dilakukan dalam rangka mengimplementasikan kearifan ritual menjadi kearifan sosial. Dengan demikian problem kebencanaan dan kemanusiaan adalah tugas kita bersama untuk membangun negeri ini.

BERITA TERKAIT

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…

Industrialisasi Rokok

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…

BERITA LAINNYA DI

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

Menagih Janji Ekonomi Syariah

Oleh : Agus Yuliwan Pemerhati Ekonomi Syariah Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 hingga sekarang, masyarakat Indonesia menanti kepada pemerintah…

Industrialisasi Rokok

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 setiap…