NERACA
Jakarta-Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran No. 9 tahun 2020 tentang perubahan atas SE No. 7 tentang kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.
Surat edaran ini ditandatangani oleh Kepala BNPB selaku Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo pada Jumat (26/6). Dalam SE ini, ada sedikit perubahan kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.
Pada ketentuan F ayat 2 huruf b disebutkan, setiap orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum baik melalui darat, udara, laut, hingga kereta api, wajib membawa hasil tes PCR atau rapid test yang berlaku selama 14 hari. "Menunjukkan surat keterangan uji tes PCR dengan hasil negatif atau rapid test dengan hasil non-reaktif yang berlaku 14 hari pada saat keberangkatan," demikian isi SE tersebut.
Sebelumnya dalam SE No. 7/2020, masa berlaku tes PCR dan rapid test berbeda. Masa berlaku PCR selama 7 hari, sedangkan masa berlaku rapid test hanya 3 hari.
Untuk sejumlah persyaratan lainnya masih sama tidak jauh berbeda. Seperti setiap orang yang melakukan perjalanan wajib menerapkan protokol kesehatan menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan.
Setiap orang yang melakukan perjalanan dengan transportasi umum juga wajib menunjukkan surat keterangan bebas gejala influenza yang dikeluarkan oleh dokter rumah sakit atau puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas tes PCR atau rapid test.
Meski demikian, dalam surat edaran ini disebutkan persyaratan orang dalam negeri dikecualikan untuk perjalanan orang komuter, dan perjalanan orang di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi. Surat edaran baru tersebut berlaku sejak 26 Juni 2020.
Digugat ke MA
Pekan lalu, pemohon pribadi Muhammad Sholeh diketahui menggugat persyaratan wajib melakukan rapid test virus corona yang dibuat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 ke Mahkamah Agung (MA), Kamis (25/6), karena dianggap menguntungkan rumah sakit.
Dalam gugatannya, Sholeh merasa keberatan dengan syarat wajib rapid test bagi penumpang yang akan bepergian menggunakan pesawat, kereta api, mau pun kapal laut selama masa pandemi Covid-19.
"Pertama, apa yang menjadi dasar calon penumpang harus mempunyai rapid test? Rapid test bukan vaksin, hanya mengetahui seseorang terserang virus atau tidak. Bisa jadi orang dengan hasil reaktif karena sakit flu atau lainnya bukan karena Covid-19," ujar Sholeh seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Selain itu, Sholeh mengatakan hasil rapid test juga hanya berlaku tiga hari (SE lama). Selain rapid test, penumpang juga dapat melakukan tes dengan metode PCR test yang berlaku tujuh hari.
Menurut Sholeh, hasil uji rapid test itu tak menjamin penumpang pasti terpapar saat bepergian. "Patut diduga masa berlaku hasil tes PCR dan rapid test yang pendek itu menguntungkan rumah sakit. Sebab dalam setiap hari banyak puluhan ribu orang bepergian dan mengajukan rapid test," katanya.
Sholeh menilai kebijakan itu juga tak konsisten dalam penerapan di lapangan. Misalnya ketika seorang penumpang melakukan cek suhu tubuh di bandara atau stasiun dan ternyata hasilnya di atas 38 derajat maka orang tersebut tak boleh bepergian. Padahal hasil rapid test non reaktif. "Pertanyaannya yang menjadikan calon penumpang bisa bepergian itu hasil rapid test atau tes suhu badan?" ujarnya.
Dia juga menilai kebijakan itu diskriminatif lantaran orang-orang yang bepergian menggunakan mobil ke luar kota tidak diwajibkan rapid test. Padahal orang-orang tersebut juga termasuk kelompok yang rentan terpapar Covid-19. "Rapid test ini juga berbiaya mahal dan sangat merugikan penumpang, sebab tidak semua penumpang orang kaya," ujarnya. mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…