MASIH ADA BANK MINTA AGUNAN KUR - Presiden Ingatkan Bank BUMN Soal KUR

Jakarta-Presiden Jokowi mengingatkan bank-bank BUMN masih meminta syarat agunan bagi calon debitur kredit usaha rakyat (KUR) karena khawatir pinjamannya macet perlu dikoreksi. Sementara pemerintah membahas pelaksanaan program KUR tahun 2020 dimana pagu penyaluran ditingkatkan 36% dari Rp 140 triliun menjadi Rp 190 triliun, dengan suku bunga diturunkan dari 7% menjadi 6% per tahun.

NERACA

"Ratas siang hari ini akan dibahas mengenai pelaksanaan program KUR pada tahun 2020 yang plafon anggarannya akan kita tingkatkan menjadi Rp190 triliun. Dengan suku bunga yang juga diturunkan dari 7% diturunkan menjadi 6%," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/11).

Dalam rapat tersebut, dia mendapat laporan bahwa masih banyak perbankan, khususnya bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang masih meminta syarat jaminan bagi penerima KUR karena khawatir pinjamannya macet.

"Ini juga perlu saya koreksi. Karena kita memerlukan pendampingan-pendampingan bagi UMKM dan kita harapkan dengan pendampingan itu mereka bisa naik ke kelas yang lebih atas," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Tak hanya itu, dia juga menerima laporan bahwa masih ada praktik ilegal dalam pelaksanaan KUR, di mana kredit komersial diganti menjadi kredit KUR. "Praktik-praktik seperti ini yang tak boleh terjadi sehingga KUR betul betul disalurkan ke sektor-sektor produktif sehingga membuat UMKM kita bisa betul betul naik kelas," jelasnya.

Untuk itu, dia berharap penyaluran KUR bisa tepat sasaran dan masuk pada sektor-sektor produktif. Selain itu, dengan meningkatnya total plafon penyaluran KUR, bisa memberikan dampak signifikan bagi bergeraknya ekonomi rakyat, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Karena laporan yang saya terima penyaluran KUR lebih banyak ke sektor perdagangan, ini yang harus kita geser. Harus kita masukkan ke sektor-sektor produktif terutama usaha mikro yang bergerak di sektor pertanian dan untuk sektor pertanian juga baru saya lihat termanfaatkan 30 persen dari plafon yang ada," tuturnya.

Selain itu, pemanfaatan KUR di sektor pengolahan baru mencapai 40 persen. Tak hanya itu, penyaluran di sektor perikanan dan pariwisata juga masih rendah. "Saya kira inilah yang harus kita carikan titik sumbatnya ada di mana sehingga kita harapkan penyaluran KUR betul-betul bisa tepat sasaran dan bisa dinikmati oleh usaha usaha UMKM," ujarnya.

Dia mempertimbangkan untuk membuat skema KUR khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan sektor-sektor yang ada, atau skema KUR investasi dekat skema yang lebih panjang. Sehingga, pinjaman KUR bagi pelaku UMKM bisa mengembangkan usahanya.

Pada bagian lain, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Endy Dwi Tjahjono mengatakan, pertumbuhan investasi di Indonesia masih melambat hingga kuartal III-2019 karena pelaku usaha masih wait and see. Hal ini timbul karena adanya kekhawatiran terkait kondisi politik dan ekonomi negara yang mempengaruhi investasi mereka.

"Memang, dari awal tahun pelaku usaha selalu bersikap wait and see. Waktu itu sedang pemilu, maka menunggu siapa yang jadi presiden. Lalu setelah ada presiden, menunggu siapa yang jadi menteri dan begitu seterusnya," ujar Endy di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (9/11).

Meski demikian, Indonesia masih punya harapan di tahun depan dari sektor properti yang dari waktu ke waktu semakin membaik, ditandai dengan pembangunan mega proyek di sejumlah kawasan. "Sektor properti ke depan akan semakin menggeliat karena adanya keberlanjutan pembangunan smelter di beberapa daerah di Morowali hingga proyek listrik megawatt," imbuhnya.

Di sisi lain, ekonom BNI Ryan Kiryanto menyatakan ke depan pemerintah harus serius meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia. Saat ini, level EoDB Indonesia masih di angka 73. "Sedangkan Presiden menargetkan level EoDB Indonesia 40. Jadi harus ada kebijakan yang benar-benar mendorong untuk itu," ungkap Ryan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai investasi tumbuh melambat di bawah 5 persen tahun ini. Menurutnya, pemerintah mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen namun tidak dengan investasi. Menyikapi hal tersebut, pemerintah pun menggelontorkan berbagai insentif.

"Pertumbuhan ekonomi memang di atas 5 persen, tetapi kita mesti mewaspadai investasi yang tumbuh di bawah 5 persen. Kita memberikan tax allowance, tax deduction, untuk meningkatkan competitiveness," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Untuk tahun yang akan datang, pemerintah akan lebih gencar melakukan terobosan baru menarik investasi. Di antaranya menyederhanakan aturan investasi yang diatur dalam Omnibus Law. Omnibus Law sudah mulai dibahas sejak era Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Sering rapat di kabinet, di tempat wapres, makan siang-malam, dan menghilangkan halangan investasi. Ada 72 UU yang menghalangi dan di-address dalam omnibus law. Kemenkeu akan sampaikan omnibus law ke DPR pada Desember," ujar Menteri Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah akan terus melakukan penyesuaian kebijakan khususnya bidang investasi agar sesuai dengan tantangan ekonomi yang dihadapi. "Saya terus adjust kebijakan fiskal agar sesuai dengan tantangan yang kita hadapi," tandasnya.

Soal Resesi

Ekonom BNI Ryan Kiryanto menyatakan, Indonesia tidak akan terpapar resesi meskipun keadaan ekonomi global kian mengancam. Ini dikarenakan Indonesia bukan negara berbasis ekspor atau negara yang bergantung pada rantai pasok global atau global supply chain.

"Indonesia tidak usah khawatir kena resesi, karena negara kita pertumbuhan ekonominya tidak didominasi oleh ekspor, sehingga saat ekonomi global resesi, maka kita masih aman," ujar Ryan di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (9/12).

Dia mencontohkan, China yang pertumbuhan ekonominya semakin melambat hingga tahun depan, karena China merupakan negara yang sangat bergantung pada ekspor. Padahal, pada tahun 2004 hingga 2005, ekonomi China masih bisa tumbuh 14,2 persen. Namun jadi single digit akibat ekonomi dunia dan perang dagang.

"Ekonomi China tahun depan itu susah karena ter-ninabobo-kan oleh ekspor. China, Korea Selatan dan Jepang, itu 3 negara yang rawan terkena resesi karena pertumbuhan ekonomi bertumpu pada ekspor," jelas Ryan.

Ryan memprediksi, ekonomi global akan baik-baik saja tahun 2020 mendatang. Bahkan, pertumbuhan ekonomi beberapa negara diprediksi naik. "2020, tidak akan terjadi resesi. Beberapa negara akan recover untuk tahun depan, kecuali China," ujarnya.

Ekonomi Amerika Serikat diperkirakan tumbuh hingga 2,2 persen, sementara China akan menderita. China, sebagai negara yang mengandalkan ekspor, akan jadi negara paling awal yang rubuh karena kondisi ekonomi global yang melemah. "Ketika ekonomi global baik, sah-sah saja mempertahankan ekspor, tapi ketika melemah, maka negara yang pertama akan menderita adalah negara yang mengandalkan ekspor," imbuh Ryan.

Sebelumnya, Lembaga keuangan internasional Moody's Investor Service menyebutkan sektor perbankan ikut terpukul dengan adanya ketidakpastian global. Namun, perbankan Indonesia dinilai masih memiliki resiliensi atau ketahanan di tengah gejolak global tersebut.

Analyst Financial Institutions Group, Tengfu Li mengatakan, perbankan Indonesia tergolong masih tahan terhadap ancaman krisis. Hal ini berdasarkan simulasi krisis (stress test) yang dilakukan oleh Moody's. "Kami juga melakukan stress test, hasilnya mereka akan tetap sangat kuat di bawah skenario stress test kami," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Dia menjelaskan, ketahanan perbankan Indonesia terlihat dari tingkat margin bunga bersih alias net interest margin (NIM). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan posisi NIM ada di level 4,9 persen pada Agustus 2019. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…