Transformasi Rupiah dan Riwayat Mu Kini

NERACA

Jakarta - Hampir bisa dipastikan setiap hari kita hidup selalu berhubungan atau memegang benda yang namanya rupiah. Namun bisa dipastikan pula tidak terlalu banyak masyarakat yang mengetahui alasan mengapa benda yang berfungsi sebagai alat tukar dan bayar hutang tersebut dinamakan uang dan di Indonesia dinamakan mata uang rupiah. Maka disadari atau tidak, mengetahui rekam jejak sejarah perjalanan panjang rupiah perlu diketahui bagi masyarakat luas sebagai indentitas bangsa Indonesia agar timbul rasa kebanggan menggunakan rupiah sebagai alat transaksi. Apalagi, mata uang rupiah memiliki sejarah yang panjang dan memerlukan bertahun-tahun agar rupiah bisa menjadi mata uang yang diperhitungkan seperti saat ini.

Tahukah, uang rupiah yang di kenal sekarang berawal dari penerbitan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Pada awalnya, meskipun sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia masih belum memiliki mata uang sendiri. Padahal, mata uang merupakan komponen penting bagi sebuah negara merdeka. Uniknya, pada saat bersamaan beredar tiga jenis mata uang sekaligus di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang Pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang Pendudukan Jepang. Rencana untuk mencetak mata uang mulai diusahakan pada akhir Oktober 1945. Ketika itu Menteri Keuangan A. A. Maramis menginstruksikan sebuah tim untuk mencari tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya, percetakan G. Kolff di Jakarta dan Nederlands Indische Mataalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Malang dianggap memenuhi persyaratan. Setelah terbentuk Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia, maka uang ORI pertama rencananya akan dicetak. Namun karena terkendala berbagai hal, terutama blokade penjajah di banyak tempat, upaya pencetakan tidak membuahkan hasil.

Kemudian pada 6 Maret 1946 panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah yang dikuasai Sekutu. Mau tidak mau pemerintah RI berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut dengan mengedarkan ORI. Hanya peredaran ORI tersebut membutuhkan dana. Namun akhirnya usaha penerbitan uang berhasil. Pada 30 Oktober 1946 beredar emisi pertama uang kertas ORI. Tanggal itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Keuangan, meskipun pada ORI seri pertama itu tertera tanggal 17 Oktober 1945. Pecahan yang diedarkan bernominal 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½ rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah (Banknotes and Coins from Indonesia 1945-1990,1991).

Jauh sebelum era kemerdekaan, uang sudah diproduksi sejak zaman prasejarah. Pada masa itu masyarakat belum mengenal sumber tertulis, seperti prasasti. Nilai uang ditentukan oleh berat dan jenis bahan yang dipakai (intrinsik) atau oleh satuan angka yang tercantum padanya (nominal). Uang logam pertama kali diterbitkan pemerintah Indonesia pada tahun 1951. Sedangkan uang kertas pertama kali yang dikeluarkan Bank Indonesia adalah uang kertas emisi tahun 1952 dan diedarkan tanggal 2 Juli 1953. Bank Indonesia sendiri baru resmi berdiri pada tanggal 1 Juli 1953 berdasarkan UU Pokok BI tahun 1953 (UU nomor 11/1953) untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank.

 

Perubahan Fisik

Rupiah pernah mengalami sanering atau pengurangan nilai pada tahun 1959 dan 1965. Setelah masa Orde Baru, BI kemudian diberi kewenangan untuk mencetak dan menerbitkan uang, baik dalam bentuk koin maupun uang kertas, serta mengatur peredarannya di Indonesia. Hal ini terus berlanjut hingga pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mendorong penerbitan uang NKRI pada tanggal 17 Agustus 2014 lalu.

Dalam perjalanannya, rupiah telah beberapa kali mengalami pergantian fisik. Namun, yang esensi bukan sekadar pergantian fisik tersebut, tapi rupiah sebagai simbol negara yang tak lepas dari catatan sejarah bangsa ini. Saat kondisi politik memanas dan tidak kondusif di sekitar tahun 1997 dan 1998, rupiah menjadi tak terkendali. Ekonomi masyarakat Indonesia secara massif pun terpuruk.

Selain itu, Indonesia mempunyai pengalaman pahit dari minimnya penggunaan rupiah sebagai alat tranksaksi di daerah perbatasan, yaitu lepasnya pula Sipadan dan Ligitan dari bumi pertiwi yang direbut Malaysia. Dimenangkannya, sengketa pulau Sipadan dan Ligitan di selat Makassar oleh Malaysia, rupanya sangat sederhana penilaiannya oleh Mahkamah Internasional yaitu, karena transaksi di kedua pulau tersebut tidak menggunakan rupiah, namun mata uang negara tetangga. Menyadari hal tersebut, mata uang suatu negara tidak hanya sekedar sebagai alat transaksi. Namun juga menjaga kedautalan negara. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan, betapa pentingnya menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi. Pasalnya, selain untuk menjaga kedaulatan juga untuk menjaga supremasi Indonesia di setiap pelosok wilayah Indonesia.”Kami tidak mau kasus Sipadan dan Ligitan kembali terulang, karena itu BI terus menguapayakan agar rupiah dapat menjangkau daerah-daerah pelosok, khususnya di daerah perbatasan,”kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas.

Berangkat dari pengalaman buruk itu, pemerintah Indonesia kemudian mulai mewajibkan penggunaan rupiah di wilayah NKRI. Undang-Undang Mata Uang nomor 7 tahun 2011 menempatkan rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan negara Indonesia. Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Disamping itu, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) kemudian mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Pemberlakukan kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi non tunai efektif dilakukan sejak 1 Juli 2015. Sementara kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi tunai telah diberlakukan sejak diundangkannya UU Mata Uang pada 28 Juni 2011. PBI ini juga mengatur pencantuman harga dalam rupiah. Misalnya, di wilayah-wilayah perbatasan seperti Batam, Bintan, Sebatik dan lain-lain, harga barang selama ini dicantumkan dalam mata uang negara tetangga, maka saat ini harus dicantumkan dalam rupiah. Begitu juga promo-promo yang dilakakan travel agent, seharusnya sudah menggunakan rupiah, tidak lagi dolar seperti yang selama ini dilakukan.

Uang NKRI

Seiring berjalannya waktu dan dalam rangka peringatan hari jadi negeri ini ke 69 pada 17 Agustus 2014 yang lalu, BI untuk pertama kalinya mengeluarkan pecahan uang yang bertuliskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mata uang NKRI yang pertama ini baru untuk pecahan Rp100.000. Uang yang beredar selama ini masih berlaku dan kalau sudah lusuh akan ditarik secara bertahap dari peredaran. Ke depan, seperti diungkapkan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, seluruh pecahan uang NKRI secara bertahap akan dikeluarkan selama tiga tahun ke depan. Ya, secara kasat mata uang NKRI tersebut nyaris sama dengan uang pecahan Rp100.000 sebelumnya yang sudah lama beredar di masyarakat. Perbedaan yang cukup mencolok pada uang lama dengan uang pecahan emisi 2014 adalah tulisan Bank Indonesia diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, pada uang sebelumnya yang menandatangani hanya Gubernur BI dan Deputi Gubernur BI. Sedangkan di uang NKRI tersebut yang menandatangani adalah Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Terlepas dari terus bergerak dinamisnya perubahan fisik rupiah, tantangan kedepan adalah bagaimana eksistensi rupiah yang sudah melintasi antar generasi ini bisa tetap berdaulat di negerinya sendiri dan tidak lagi rapuh terhadap mata uang asing. Pasalnya sudah menjadi rahasia umum, rapuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tidak bisa lepas dari minimnya masyarakat menggunakan rupiah dalam setiap transaksi. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan 52% transaksi di Indonesia masih menggunakan valuta asing (valas). Oleh karena itu, semangat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, tentunya tidak hanya menjadi pekerjaan rumah Bank Indonesia untuk mengawal aturan kewajiban penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi, tetapi kepedulian semua elemen masyarakat baik itu pelaku usaha kecil hingga pebisnis untuk berani memulai menggunakan mata uang rupiah sebagai bentuk menjaga kedaulatan negara, disamping menjaga stabilitas ekonomi makro. (bani)

BERITA TERKAIT

Sukses di Thaiiland, Ichitan Green Tea Dipasarkan di Indonesia

Setelah meraih kesuksesan sebagai merek teh hijau nomor satu di Thailand dengan penjualan lebih dari ratusan juta botol per bulan,…

Hadir di Forklift Indonesia 2025 - XCMG Forklift Pasarkan Forklift Elektrik Terbaru Kunpeng

XCMG Forklift tampil pada pameran FORKLIFT INDONESIA 2025 di Jakarta pada 21-23 Mei 2025. Kehadiran XCMG Forklift selama pameran ini…

Eksistensi 17 Tahun SRC - Perjalanan Perkuat UMKM Indonesia Menjadi Lebih Baik

Selama 17 tahun, Sampoerna Retail Community (SRC) telah menjadi bagian penting dalam perjalanan transformasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Sukses di Thaiiland, Ichitan Green Tea Dipasarkan di Indonesia

Setelah meraih kesuksesan sebagai merek teh hijau nomor satu di Thailand dengan penjualan lebih dari ratusan juta botol per bulan,…

Hadir di Forklift Indonesia 2025 - XCMG Forklift Pasarkan Forklift Elektrik Terbaru Kunpeng

XCMG Forklift tampil pada pameran FORKLIFT INDONESIA 2025 di Jakarta pada 21-23 Mei 2025. Kehadiran XCMG Forklift selama pameran ini…

Eksistensi 17 Tahun SRC - Perjalanan Perkuat UMKM Indonesia Menjadi Lebih Baik

Selama 17 tahun, Sampoerna Retail Community (SRC) telah menjadi bagian penting dalam perjalanan transformasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)…