Jakarta-Sudah dapat dipastikan beban ekonomi masyarakat Indonesia akan semakin bertambah berat di tengah kondisi daya beli yang cenderung stagnan saat ini. Pasalnya, pemerintah dan DPR sudah sepakat menaikkan tarif daya listrik (TL) 900 VA per 1 Januari 2017 hingga enam bulan kemudian secara bertahap mencapai kenaikan 143%!
NERACA
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memastikan per 1 Januari 2017 nanti, tarif listrik untuk daya 900 volt ampere (VA) akan naik tinggi mencapai 143% dalam enam bulan ke depan.
Kebijakan baru TDL itu dinilai bakal memiskinkan masyarakat yang memang selama ini memiliki daya beli yang rendah. Sehingga sudah pasti menggenjot inflasi. Namun sayangnya, pemerintah enggan menyebut kebijakan kenaikan tarif listrik ini akan picu inflasi tinggi.
“Nanti mekanisme kenaikannya bertahap. Supaya tidak terasa berat kenaikannya. Dengan begitu, bisa mencegah dampak inflasi di jangka pendek,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Ditjen Ketenaglistrikan Kementerian ESDM Satya Zulfanitra di Jakarta, Minggu (20/11).
Kenaikan bertahap itu, menurut dia, dalam waktu per dua bulan sekali tarif listrik kapasitas 900 VA itu akan dinaikkan. Kebijakan ini dipastikan akan mendapat banyak resistensi. Apalagi, jumlah pengguna listrik yang tidak mendapatkan subsidi itu jumlah belasan juta yakni, 18,94 juta. Selama ini yang menikmati sebanyak 23,04 juta pelanggan, nantinya yang mendapatkan subsidi cuma 4,1 juta pelanggan.
“Jadi yang kita kurangi (subsidinya) sebanyak 82,2%. Nantinya, pemerintah akan naikkan tarif listrik per KWh (KiloWatt/hour) dalam tiga tahap dan setiap tahapya akan naik 32%,” ujarnya.
Aturan pencabutan subsidi yang berlaku pada Januari 2017 itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik PT PLN (Persero). Tarif baru berlaku bagi 18,7 juta pelanggan 900 VA yang dianggap mampu secara ekonomi.
Satya merinci kenaikan tarif listrik bagi golongan 900 VA selama ini membayar tagihan sebesar Rp585 per KWh, akan dinaikkan menjadi Rp774 per KWh pada 1 Januari. Dua bulan Kemudian, tarifnya meningkat lagi menjadi Rp1.023 per KWh. Dan pada Mei 2016 akan kembali naik menjadi Rp1.352 per KWh.
Jika dinominalkan dalam rupiah, menurut dia, tagihan rekening listrik pelanggan 900 VA non-subsidi akan meningkat dari rata-rata saat ini Rp74 ribu menjadi Rp180 ribu pada Mei 2017 atau ketika subsidi sepenuhnya dicabut.
“Dengan begitu, anggaran masyarakat untuk membayar tagihan listrik 900 VA bakal melonjak 143% dalam enam bulan mendatang. Tapi, bagi pemerintah, pencabutan subsidi listrik ini langkah yang baik, karena selama ini salah sasaran,” ujarnya.
Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun mengatakan, harga keekonomian tarif listrik 900 VA ada di angka Rp185,79 ribu per bulan. Selama ini, masyarakat hanya membayar Rp74.470 per bulan. “Dengan kebijakan itu, pemerintah masih perlu menyubsidi tagihan listrik 23,04 juta pelanggan sebesar Rp111.234 per bulannya,” ujarnya.
Sehingga, anggaran subsidi tahun ini sebesar Rp60 triliun sebagian besar lari ke pelanggan 900 VA itu. “Karena sebanyak 36,43 persen dari pelanggan PLN adalah pelanggan golongan bersubsidi 900 VA itu,” ujar Benny.
Sebelumnya Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman mengatakan, penghematan anggaran subsidi listrik dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di daerah.
Menurut Jarman, penerapan subsidi listrik tepat sasaran dapat menghemat penggunaan anggaran negara untuk subsidi. Anggaran hasil penghematan dari subsidi listrik tepat sasaran juga akan memberikan ruang fiskal yang lebih leluasa bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Kebutuhan subsidi listrik tahun 2017 dialokasikan sebesar Rp44,98 triliun. Angka ini menurun dari kebutuhan subsidi listrik tahun 2016 yaitu Rp65,15 triliun. Jarman berharap, dengan adanya penyesuaian tarif tenaga listrik, dapat mendorong masyarakat agar Iebih hemat listrik, sehingga dapat menurunkan beban puncak penyediaan tenaga listrik. "Pencabutan subsidi pada daya 900 VA diharapkan masyarakat bisa lebih hemat listrik," ujarnya seperti dikutip kompas.com.
Mekanisme Pasar
Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi listrik 900 VA kepada 18,7 juta pelanggan hanya sebagai kedok untuk menyerahkan tarif pada mekanisme pasar atau tariff adjustment.
Ketua YLKI Tulus Abadi memperkirakan, akan terjadi ketidakadilan jika tarif tersebut dipengaruhi kondisi pasar karena listrik merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harusnya pemerintah tidak boleh melepas tangan.
“Pencabutan subsidi ini sebagai kedok untuk menerapkan tariff adjustment atau tarif yang berdasarkan mekanisme pasar, karena kalau dicabut pasti mekanisme pasar, padahal listrik kan kebutuhan dasar,” ujarnya di Gedung Dewan Pers, beberapa waktu lalu.
Kemudian masalah jumlah 18,7 juta pelanggan yang terancam dicabut tersebut menurut Tulus, bukanlah jumlah yang sedikit. Dia meminta pemerintah berhati-hati dengan data tersebut.
Dia sendiri tidak percaya dengan data itu karena katanya, pemerintah tidak mempunyai patokan dan spesifikasi yang jelas untuk mengkategorikan golongan mampu atau golongan yang tidak layak menerima subsidi.
“Kita menekankan spesifikasi pembatasan miskin atau tidak miskin itu harus diperjelas, jangan sampai salah cabut subsidi terhadap masyarakat yang memang masih membutuhkan. Jumlah 18,7 juta itu sangan besar sekali, padahal belum ada fakta yang menujukkan bahwa mereka dikategorikan sebagai orang yang mampu,” ujarnya.
Namun kendati begitu, pemerintah tampaknya belum terlalu yakin dengan jumlah 4,1 juta pelanggan yang akan diberi subsidi, sehingga pemerintah memberi ruang pengajuan bagi masyarakat yang merasa miskin dan memenuhi kriteria yang diatur dalam peraturan menteri agar melapor ke Kelurahan setempat.
“Sudah diterbitkan Permen 28 dan 29 untuk kenaikan tarif dan mekanisme subsidi tepat sasaran. Kalau ada masyarakat tidak mampu tapi tidak dapat subsidi karena mungkin tidak terdeteksi, maka bisa melakukan permintaan supaya bisa golongan yang disubsidi. Sudah dibentuk Pokja PLN, Kemensos, ESDM, TNP2K untuk menangani ini,” ujar Jarman.
Selanjutnya jelas Jarman, dana dari pencabutan subsidi itu akan dialihkan untuk membangun infrastruktur listrik bagi masyarakat yang belum teraliri serta daerah remote area. Saat ini tambahnya, persentasi elektrifikasi secara nasional masih berada pada angka 89,5%, sementara sisannya sebesat 10,5% atau sekitar 7 juta rumah tangga yang belum mendapatkan listrik.
“Rasio Elektrifikasi kita tertinggal dari Vietnam 98%, apalagi dibanding Malaysia dan Thailand. Rasio elektrifikasi kita 89,5%, ada hampir 7 juta KK atau 10,5% yang belum berlistrik. Itu hampir 28 juta orang kalau 1 KK berjumlah 4 orang,” ujarnya.
Sementara itu, kebijakan rencana kenaikan TDL dan elpiji 3 kilogram di tahun depan tentunya harus dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, dampak dari kenaikan harga itu akan berdampak serius ke masalah laju inflasi. Apalagi memang kalau kebijakan itu dilakukan secara berbarengan maka akan lebih besar lagi dampak negatifnya.
Menurut Direketur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung, BI yang selama ini ditugasi untuk menjaga inflasi mengharapkan pemerintah agar melakukannya tak dalam waktu yang bersamaan.
“Selama ini BI mematok target inflasi sebesar 4 +/- 1 persen pada tahun 2017 nanti. Akan tetapi angka sasaran inflasi itu hanya memasukan dampak dari kenaikan tarif dasar listrik untuk pelanggan 900 VA (volt ampere), bukan yang 450 VA di awal tahun 2017,” ujarnya dalam diskusi ekonomic outlook 2017 di Jakarta, pekan lalu.
Akan tetapi, menurut dia, pemerintah juga menargetkan akan menaikkan harga gas elpiji 3 kg di tahun depan. Hal ini yang menurut Juda perlu diantisipasi oleh pemerintah terkait kebijakan pengendalian inflasi. “Mestinya, kebijakan kenaikan itu, kalau bisa tarif listrik dan elpiji di spread (berjarak). Jangan ditumpuk di kurun waktu yang sama,” ujarnya.
Juda mengakui, jika pemerintah tak hati-hati dalam melakukan kebijakan kenaikan harga itu, maka dampak yang paling terasa adalah inflasi yang tinggi. “Inflasi pasti akan menggila (kalau kenaikan bersamaan). Sehingga target inflasi kita sebesar 4 +- 1 persen tak akan tercapai,” ujarnya. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…
NERACA Jakarta – Perang dua negara bersaudara India dan Pakistan memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Namun demikian, menurut…
Jakarta-Bank Indonesia menyoroti kondisi pertumbuhan kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kini makin melesu. Deputi Direktur Departemen Ekonomi…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyatakan kesiapannya untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menteri…