BI Antisipasi "Bubble" Akibat Bunga Negatif Negara Maju

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia terus mengantisipasi potensi "bubble" atau kenaikan drastis pembelian instrumen keuangan di pasar modal, menyusul banyaknya peralihan dana dari instrumen berbasis bunga karena kebijakan suku bunga negatif negara-negara maju. "Dalam pertemuan di rapat dewan gubernur, kita selalu antisipasi kemungkinan 'bubble'(gelembung), terutama di pasar modal," kata Deputi Gubernur BI Hendar, seperti dikutip Antara, kemarin.

Hendar mengatakan peningkatan nilai instrumen keuangan di pasar modal hingga saat ini, masih sesuai dengan takaran fundamental Bank Indonesia. "Kita dalami, sejauh ini penguatan ini masih sejalan," ujar dia. Beberapa kalangan ekonom dan bankir sebelumnya mengkhawatirkan krisis ekonomi global berikutnya bisa terjadi karena gelombang kebijakan suku bunga negatif dari berbagai bank sentral dunia yang memicu gelembung (bubble) peningkatan nilai instrumen keuangan di pasar modal. Lazimnya, ketika suku bunga nol persen atau negatif, dana dari bank akan dipindahkan ke instrumen keuangan di pasar modal karena bunga instrumen yang ditawarkan bank tidak menarik.

Oleh karena itu pembelian instrumen keuangan non-bank akan terjadi secara masif (bubble) dan dikhawatirkan berdasarkan spekulasi. "Semakin turun bunga acuan bank sentral maka akan semakin meningkatkan 'value' (nilai) instrumen finansial," kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) Haru Koesmahargyo beberapa waktu lalu.

Hal itu, kata Haru, akan memicu potensi gejolak atau instabilitas ketika kebijakan suku bunga negatif tersebut akan menemui titik balik dan memicu jatuhnya harga instrumen keuangan. "Makin rendah suku bunga, maka semakin tinggi 'value' instrumen. Namun, tidak ada sumur yang tidak memiliki dasar. Ketika ada titik balik, harga instrumen finansial yang 'bubble' akan jatuh," kata dia.

Sebelumnya, kata dia, terdapat dua fenomena "bubble" yang menyebabkan badai atau krisis ekonomi global, yakni pada 1999 dan 2008. "Pada 1999 berasal dari emiten-emiten dot-com di pasar modal Amerika Serikat, namum dampaknya tidak terlalu terasa di Indonesia. Kemudian tahun 2008 krisis keuangan, berasal dari bubble properti," kata dia.

Haru menekankan penempatan dana lebih baik diprioritaskan untuk sektor riil dan sektor yang tidak berpotensi terjadi "bubble". "Pertumbuhan ekonomi harus didorong dengan mengeser dana-dana di instrumen keuangan di atas ke sektor riil. Sebab dia menilai, pembiayaan ke sektor riil cenderung terhindar dari gelembung ekonomi," ujarnya.

Ekonom BCA David Sumual menilai, pemberlakuan suku bunga negatif menunjukkan perlambatan ekonomi tengah terjadi di dunia. Bahkan, beberapa negara mengalami resesi sehingga kebijakan tersebut perlu dilakukan agar ekonomi kembali pulih. “Fenomena ini terjadi pasca krisis di tahun 90-an. Ekonomi Jepang sebenarnya sudah terganggu di akhir 90-an, saat itu terjadi gelembung properti di sana. Ekonomi lesu, Jepang melakukan kebijakan Quantitative Easing (QE), menggelontorkan dana ke pasar, dan banyak kebijakan lainnya, tapi itu tidak berhasil, akhirnya Jepang mengikuti Eropa dengan menerapkan suku bunga negatif,” jelasnya.

Menurutnya, penerapan suku bunga negatif dilakukan Jepang untuk bisa kembali memulihkan perekonomiannya. Selama ini, masyarakat Jepang lebih banyak menyimpan dananya di perbankan dan enggan membelanjakannya. Sehingga ekonomi tidak bergerak. Cukup dengan menyimpan uang di bank, mereka sudah bisa mendapatkan keuntungan dengan bunga yang didapatkan. Inilah yang membuat pola konsumsi masyarakat tak bergerak. Ekonomi Jepang pun lesu.

Untuk mengantisipasinya, bank sentral Jepang kemudian menerapkan kebijakan suku bunga negatif. Diharapkan, hal tersebut bisa mendorong masyarakat untuk menarik dananya dan membelanjakannya ke sektor yang lebih produktif sehingga perekonomian bergerak. “Kebijakan suku bunga negatif untuk mengantisipasi ini. Di samping itu, ekonomi Jepang menciut karena juga penduduk Jepang sudah mulai menua, produktivitas berubah, berkurang, makanya perlu didorong,” terang dia.

 

BERITA TERKAIT

BI Diprediksi Tahan Suku Bunga

  NERACA Jakarta - Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan…

OJK Sebut Proses KUB Bank Banten dengan Bank Jatim Segera Rampung

  NERACA Jakarta - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Banten menyampaikan bahwa proses pembentukan kelompok usaha bank (KUB) antara Bank…

Askrindo Jamin Ratusan Kapal Transcoal Pacific

  NERACA Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), anggota holding penjaminan dan asuransi Indonesia Financial Group (IFG), terus mendukung sektor…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BI Diprediksi Tahan Suku Bunga

  NERACA Jakarta - Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan…

OJK Sebut Proses KUB Bank Banten dengan Bank Jatim Segera Rampung

  NERACA Jakarta - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Banten menyampaikan bahwa proses pembentukan kelompok usaha bank (KUB) antara Bank…

Askrindo Jamin Ratusan Kapal Transcoal Pacific

  NERACA Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), anggota holding penjaminan dan asuransi Indonesia Financial Group (IFG), terus mendukung sektor…