Di tengah himpitan beban ekonomi yang makin berat belakangan ini, sebagian besar masyarakat masih merasakan mahalnya harga daging, ayam, cabai merah yang sering terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan. Untung saja pada bulan Puasa yang lalu harga beras tidak mengalami lonjakan harga yang signifikan.
Namun anehnya harga daging hingga saat ini belum turun sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi yaitu di bawah Rp80.000 per Kg, padahal keran impor sudah dibuka lebar. Apakah mahalnya harga daging ini permainan mafia pangan? Tapi yang jelas permainan harga daging sudah membawa korban diberhentikannya Dirjen Peternakan oleh Menteri Pertanian.
Sang Dirjen mungkin bernasib sial karena baru menjabat di posisinya kurang dari satu tahun. Lantas bagaimana mengatasi persoalan tersebut agar tidak berulang di kemudian hari ? Apakah perlu ada lembaga pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab penuh dalam penyediaan daging, cabai, beras, atau bahan pokok lainnya yang kenaikan harganya akan berdampak kenaikan inflasi di negeri ini?
Kita tentu masih ingat di zaman Orde Baru, yang hampir tak mendengar tentang kelangkaan ataupun mahalnya harga bahan pokok. Karena pada zaman Orde Baru, Bulog merupakan BUMN yang ditugasi sebagai badan penyangga. Tentu tugasnya antara lain menstabilisasi tujuh bahan pokok, antara lain gula, beras, terigu, gandum, dan kedelai. Penugasan Bulog tertuang dalam Keppres RI Nomor 50/1995. Hasilnya terbukti efektivitas pengendalian harga produsen dan stabilitas harga konsumen hingga 1998 sangat baik. Masyarakat pun tenang.
Keberhasilan Bulog di era Orde Baru juga tidak lepas dari tata kelola institusinya. Bulog walaupun secara garis koordinasi berada di Kementerian Sekretariat Negara, tetapi bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Mungkin itu sebabnya program swasembada beras sempat tercipta pada zaman Suharto karena perhatian langsung dari sang Presiden. Nah, sekarang bagaimana peran Bulog?
Mengapa Bulog terkesan hampir mati kutu dan tidak mampu menguasai keadaan pasar? Peran Bulog bergeser pada saat terjadi krisis tahun 1998. Perubahan peran Bulog sejalan dengan perubahan BUMN yang merupakan bagian dari kesepakatan perjanjian Letter of Intent dengan IMF. Artinya, BUMN yang semula berperan Perum dan PT dengan penitikberatan program tertentu, berubah menjadi hampir semuanya bertujuan pada orientasi profit semata.
Unsur agen perubahan dan tangan pemerintah dalam penyeimbangan harga dalam kasus Bulog menjadi sirna. Peran Bulog tak ubahnya dengan perusahaan lain yang tentu penekanan utamanya pada botom line atau keuntungan menjadi indikator keberhasilannya. Jika kita pernah mengalami stabilitas harga dan tersedianya bahan pokok karena peran Bulog, mengapa tidak mengembalikan saja peran Bulog seperti semula? yang tentu dengan penyempurnaan.
Kita yakin penguatan Bulog akan mampu menjaga stabilitas harga pangan dan mampu menjaga minat petani untuk tetap menanam padi. Penguatan Bulog juga dipercaya akan dapat mewujudkan amanat Undang-Undang Nomor 18/ 2012 tentang Pangan guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan nasional. Presiden Jokowi baru saja menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48/ 2016 tentang penugasan kepada Perum Bulog dalam rangka ketahanan pangan nasional.
Dalam perpres ini Jokowi memberikan tugas dan tanggung jawab baru kepada Bulog. Perpres ini juga menegaskan bahwa pengadaan pangan oleh Perum Bulog diutamakan melalui pengadaan pangan dalam negeri. Dalam hal pengadaan pangan dalam negeri, jika tidak mencukupi, dapat dilakukan pengadaan pangan dari stok operasional Perum Bulog maupun dari luar negeri dengan tetap menjaga kepentingan produsen dan konsumen dalam negeri. Kita bisa berkaca kepada Thailand.
Di Thailand semua beras yang diproduksi petani dibeli dengan harga yang memungkinkan petani meraih keuntungan, kemudian disalurkan kepada rakyat dengan harga yang terjangkau masyarakat. Mengembalikan fungsi Bulog sebagai penyangga berarti memberi keleluasaan untuk membeli hasil produksi petani dan menyalurkannya ke daerah- daerah dalam kasus beras. Hal senada dapat diterapkan misalnya untuk komoditas lain. Lebih lanjut Bulog diharapkan mampu memenuhi semua unsur, baik produsen maupun konsumen.
Bulog perlu menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) sebagai upaya memberi insentif kepada petani dalam meningkatkan produksi. Adapun untuk melindungi konsumen perlu kemudian ditetapkan harga maksimum. Pemerintah dinilai perlu memberi keleluasaan kepada Bulog untuk membeli semua beras yang dihasilkan petani dengan beragam kualitas dan harga. Untuk itu harus ada patokan dalam membeli gabah pada tingkat harga dan kualitas tertentu. Hasil pembelian beras oleh Bulog dapat digunakan pemerintah untuk berbagai keperluan menyejahterakan rakyat.
Selain itu agar turbulensi harga pangan di pasar dunia tidak langsung berimbas pada harga pangan domestik, perlu diupayakan relasi harga terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar. Bulog juga seharusnya memiliki stok penyangga dalam jumlah yang cukup. Karena tanpa stok penyangga dalam jumlah yang cukup, mustahil pemerintah dapat mengintervensi pasar untuk stabilisasi harga saat terjadi gejolak harga pangan.
Melalui stabilisasi harga pangan yang langsung di bawah Presiden, Bulog seharusnya mampu mengelola pangan dengan manajemen yang lebih modern dengan tetap memegang teguh prinsip tata kelola good governance.
Pemerintah kini mengambil peran lebih aktif dalam menanggulangi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang menjadi perhatian serius…
Keberhasilan pemerintah dalam mencegah penyelundupan menunjukkan efektivitas sistem pengawasan dan sinergi antarlembaga yang semakin solid. Dari laut…
Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam menciptakan sumber daya manusia unggul melalui peluncuran program Sekolah Garuda, sebuah…
Keberhasilan pemerintah dalam mencegah penyelundupan menunjukkan efektivitas sistem pengawasan dan sinergi antarlembaga yang semakin solid. Dari laut…
Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam menciptakan sumber daya manusia unggul melalui peluncuran program Sekolah Garuda, sebuah…
Pemerintah memperluas cakupan layanan kesehatan melalui Apotek Desa sebagai strategi nasional mewujudkan sistem kesehatan lebih inklusif. Program ini representasi…