NERACA
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan lembaga keuangan lainnya di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) masih menyusun pedoman rencana pemulihan "recovery plan" dalam Undang-Undang (UU) Pencegahan dan Pengananan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). "Satu tahun sejak UU keluar semua aturan harus lengkap. Kami setahun ini kerja keras melengkapi beberapa pedoman penyusunan 'recovery plan'. Nanti ada urutan apa saja yang harus dilakukan," kata Ketua Dewan Komisaris OJK Muliaman D Hadad seperti dilansir kantor berita Antara, kemarin.
Muliaman mengatakan lembaga keuangan dalam hal ini KSSK yang terdiri dari Bank Indonesia (BI), OJK serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mempersiapkan diri untuk menyiapkan rencana pemulihan yang harus ditempuh agar saat krisis terjadi tidak semakin mendalam. Bahkan, ia berharap ketika bank-bank mengalami masalah sudah ada pedoman dan urutan mekanisme penanganan krisis yang dapat dilakukan. OJK mengimbau agar bank-bank besar terutama bank sistemik memiliki pedoman internal dan upaya penyelamatan saat krisis terjadi melalui penggunaan dana sendiri (bail in).
Muliaman mengingatkan bahwa krisis sektor keuangan dapat terjadi kapan saja, apalagi gejolak perekonomian global yang menciptakan sentimen negatif berdampak pada ekonomi jangka pendek maupun panjang sehingga dapat memengaruhi indeks pasar modal atau perubahan nilai tukar. "Semua sangat mempengaruhi sentimen sehingga dapat memengaruhi arus dana dalam jangka pendek di Indonesia apalagi 56 persen 'equity market' kita dipegang asing," kata Muliaman.
Selain rencana pemulihan dan kelengkapan aturan yang masih disusun, OJK juga belum menentukan daftar bank sistemik yang ditetapkan dalam UU PPKSK. Oleh karenanya, OJK ingin berdiskusi terlebih dahulu dengan BI dengan menggunakan data akhir tahun. "Tinggal kita siapkan saja terkait pengkinian data. Kita ingin gunakan data terakhir dan sudah punya data berdasarkan data akhir tahun lalu," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan ada tiga poin krusial dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yang belum lama disahkan DPR dalam rapat paripurna DPR pada 17 Maret 2016. "Ada beberapa poin krusial pada UU PPKSK yang menjadi ruh tercapainya stabilitas sistem keuangan yang memiliki protocol management crisis yang kuat," katanya.
Ia menjelaskan, poin pertama, UU PPKSK pada dasarnya menitikberatkan pada pencegahan dan penanganan permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. Menurut dia, UU PPKSK mengatur mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar kepada perekonomian. "Dengan demikian, sasaran PPKSK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan agar sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi," ujarnya.
Menurut dia, poin kedua, UU PPKSK dalam pelaksanaannya menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, terutama terkait dengan meminimalisasi penggunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), ataupun terjadinya moral hazard yang bisa memberatkan keuangan negara. Dia mengatakan, poin ketiga, UU PPKSK menegaskan bahwa kewenangan dan peran lembaga-lembaga otoritas keuangan dalam menjawab persoalan krisis yang selama ini belum memiliki demarkasi yang jelas dan tegas.
"Dalam konteks itulah, keberadaan UU PPKSK tidak hanya memperkuat landasan hukum, tetapi juga memperjelas kegiatan surveillance indikator, penetapan status, respons kebijakan maupun organisasi dan proses pengambilan keputusan," katanya. Dia menegaskan, kehadiran UU PPKSK menjadi payung hukum dalam pencegahan dan penanganan permasalahan krisis sistem keuangan.
Hal itu menurut dia, UU PPKSK mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dapat berfungsi normal dan bisa berkontribusi positif bagi perekonomian bangsa. Dia mengatakan, belajar dari pengalaman krisis Asia 1997/1998 dan resesi global 2008, pemerintah setiap saat harus siap bertindak secara cepat ketika tanda-tanda krisis melanda perekonomian nasional.
Namun persoalannya, menurut dia, ketidakjelasan payung hukum yang mengatur protokol penanggulangan krisis, membuat penanganan krisis tidak berjalan efektif. "Adanya UU PPKSK sebagai payung hukum yang dipakai oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta otoritas terkait untuk membuat kebijakan penanggulangan krisis," ujar Misbakhun.
NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk telah meluncurkan kartu debit co-branding eksklusif bersama Shafira Tour & Travel.…
NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa nilai pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga pinjaman daring (pindar)/Layanan Pendanaan…
NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Januari…
NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk telah meluncurkan kartu debit co-branding eksklusif bersama Shafira Tour & Travel.…
NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa nilai pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga pinjaman daring (pindar)/Layanan Pendanaan…
NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Januari…