NERACA
Jakarta - Remitansi atau aliran uang tenaga kerja Indonesia yang masuk ke Tanah Air diproyeksi bakal mencapai USD 10,5 miliar tahun ini. Itu menjadikan Indonesia sebagai negara penerima remitansi terbesar ke empat belas di dunia. Peringkat teratas ditempati India dengan perkiraan remitansi USD 72,2 miliar. Diikuti China USD 63,9 miliar, dan Filipina USD 29,7 miliar.
Hal tersebut diungkap Bank Dunia dalam Migration and Remmitances Factbook 2016, seperti dikutip, akhir pekan kemarin. Secara global, pekerja migran atau orang bekerja di luar negaranya bakal menembus 250 juta jiwa tahun ini. Adapun remitansi mengalir ke negara asal diprediksi mencapai USD 601 miliar. Sebesar USD 44 miliar diantaranya mengali ke negara berkembang.
"Tiga kali lebih besar ketimbang dana bantuan pembangunan, remitansi pekerja migran bakal menyokong hidup jutaan rumah tangga di negara berkembang. Sebagai tambahan, pekerja migran internasional juga mampu menyimpan lebih dari USD 500 miliar per tahun," kata Dilip Ratha, salah satu penulis factbook, dalam situs resmi Bank Dunia.
Tahun lalu, Amerika Serikat menjadi negara sumber remitansi terbesar, sekitar USD 56 miliar. Diikuti Arab Saudi USD 37 miliar, dan Rusia (USD 33 miliar). Adapun Indonesia berada di empat terbawah, sekitar USD 4,1 miliar. Berdasarkan dokumen tersebut, arus migrasi antarnegara berkembang (south-south) lebih dominan ketimbang negara berkembang ke negara maju (south-north).
Pada 2013, migrasi selatan-selatan mencapai lebih dari 38 persen dari total migrasi internasional. Sedangkan migrasi selatan-utara hanya 34 persen. Pada periode itu, sepuluh negara tujuan migrasi adalah Amerika Serikat, Arab Saudi, Jerman, Rusia, Uni Emirat Arab. Kemudian, Inggris Raya, Prancis, Kanada, Spanyol, dan Australia.
Sayangnya, menurut peneliti dari Asia Research Institute Dr. Silvia Mila Arlini, para migran perempuan atau tenaga kerja indonesia cenderung mengirimkan lebih banyak uang kepada rumah tangga mereka. Berdasarkan jenis pekerjaan, migran perempuan yang bekerja di sektor domestik cenderung mengirimkan uang lebih banyak dibandingkan dengan tiga pekerjaan lainnya yang didominasi oleh laki-laki, misalnya di sektor pertanian, konstruksi, dan produksi.
Sebagian besar remitansi digunakan untuk mencukupi keperluan sehari-hari (35 persen) dan juga untuk biaya pendidikan dan keperluan anak-anak (26 persen). Tingginya penggunaan uang kiriman atau remitansi TKI untuk kepentingan sosial bukanlah hal yang mengejutkan karena itulah motivasi utama mereka bermigrasi untuk bekerja. Hanya ada sedikit rumah tangga yang menggunakan uang kiriman untuk investasi fisik seperti lahan pertanian, deposito bank, ternak, alat-alat pertanian maupun bisnis. “Dalam hal ini, dapat ditunjukkan bahwa migrasi bisa berperan sebagai salah satu strategi penting untuk peningkatan kehidupan yang lebih baik, terutama bagi rakyat miskin,” kata Silvia.
Penelitian yang berangkat dari survei rumah tangga ini merekomendasikan beberapa hal agar bisa menjadi input atau masukan bagi pemerintah. Pertama, mendukung diversifikasi pendapatan. Mila menyampaikan, remitansi telah menjadi komponen penting dan besar bagi sumber pendapatan keluarga migran. Namun, saat migran kembali ke tanah air, remitansi tidak bisa lagi dijadikan andalan bagi sumber pendapatan keluarga. Penelitian menemukan, remintansi tidak diinvestasikan untuk modal agar pendapatan rumah tangga tidak terus bergantung pada uang kiriman.
“Untuk itu, migran dan keluarganya sebaiknya didorong untuk mengurangi ketergantungannya terhadap remitansi. Saat memiliki remitansi yang cukup besar, perlu didorong agar menginvestasikannya pada sektor ekonomi yang produktif,” jelas Silvia.
Kedua, memfasilitasi migrasi yang aman. Migrasi bagi tenaga terampil maupun tidak terampil dapat menjadi salah satu jalan keluar dari masalah kemiskinan di perdesaan. Upaya untuk menghalangi migrasi dikhawatirkan hanya akan membatasi akses ke migrasi legal, sekaligus mengurangi kesempatan masyarakat miskin untuk memperbaiki status sosial ekonominya. Untuk memfasilitasi migrasi yang aman melalui jalur resmi, akses kredit mungkin dapat diupayakan, seperti melalui koperasi simpan pinjam atau pinjaman bank.
“Rekomendasi ketiga adalah menggalakkan pendidikan yang lebih tinggi. Tidak dipungkiri, banyak migran berkeinginan agar anaknya dapat bekerja pada jenis pekerjaan dengan ketrampilan tinggi yang biasanya juga memerlukan standar pendidikan minimal cukup tinggi,” jelas Silvia lagi.
NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan…
NERACA Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa optimistis Indeks Menabung Konsumen (IMK)…
NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa kinerja intermediasi sektor jasa keuangan (SJK) syariah masih tumbuh…
NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan…
NERACA Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa optimistis Indeks Menabung Konsumen (IMK)…
NERACA Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa kinerja intermediasi sektor jasa keuangan (SJK) syariah masih tumbuh…