Krisis SDM Mengancam Poros Maritim Dunia

Oleh: Dr. Tubagus Haeru Rahayu, A.Pi, M.Sc, Asisten Deputi Pendidikan dan Pelatihan Maritim

Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim, Kemenko Bidang Kemaritiman

 

Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan yang handal dan berstandar internasional adalah mutlak untuk mewujudkan cita-cita pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang akan membangun  ekonomi maritim dan bahkan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hanya saja, kesiapan SDM di bidang kemaritiman justru krisis.

Saat ini Indonesia memang dihadapkan pada berbagai masalah. Diantaranya, jumlah dan mutu SDM yang dihasilkan lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang maritim masih rendah. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor, terutama bergesernya visi bangsa dari maritim menjadi daratan (kontinental). Transformasi ini secara gradual mengakibatkan animo generasi muda terhadap profesi di bidang kemaritiman menurun. Tunas bangsa tersebut menganggap bekerja di bidang kemaritiman sangat riskan, beresiko tinggi, kotor dan kurang bergengsi.

Faktor lainnya yang juga jadi pemicu adalah biaya pendidikan di bidang maritim yang mahal.  Sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat strata sosial menengah ke bawah yang jumlahnya banyak, sekitar 60-70%. Faktor selanjutnya yang masih menjadi masalah yakni minimnya tenaga pendidik dan instruktur pelatihan yang bersertifikat. Sementara, sertifikat kompetensi yang diperolehnya pun tidak diakui secara internasional seperti yang terjadi di bidang perikanan. Belum lagi, penghargaan terhadap profesi di bidang maritim baik itu di dunia usaha maupun industri yang masih rendah.

Masyarakat Transportasi Indonesia mengakui saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga kerja di industri pelayaran, karena baru terpenuhi 21% atau 1.500 orang dari kebutuhan yang mencapai 7.000 orang per tahun. Selain pelayaran, SDM  bidang kemaritiman yang sebenarnya luas, angkutan lepas pantai (offshore) salah satunya masih didominasi tenaga asing. Sebaliknya, Kroasia justru surplus SDM di bidang maritim.

Sedangkan menurut Badan Pengembangan SDM Perhubungan, beberapa masalah SDM   di bidang transportasi laut adalah per 1 Januari 2017, sertifikat pelaut Indonesia harus berbasis Standards of Training, Certification and Watchkeeping (STCW) tahun 1978 yang diamandemen tahun 2010. Selain itu tahun 2015, kebutuhan pelaut dalam negeri mencapai 16.000 orang dan pelaut luar negeri sebanyak 88.552 orang. Kemudian untuk tahun 2019, dibutuhkan 64.897 pelaut dalam negeri dan 93.478 pelaut luar negeri. Belum lagi, urusan SDM Kepelabuhanan yang memerlukan 6.630 orang, 2.155 orang untuk pelabuhan umum dan terminal khusus atau terminal untuk kebutuhan sendiri serta untuk mengantisipasi pembangunan 24 pelabuhan baru.

Demikian pula untuk sektor lainnya. Kebutuhan tenaga kerja untuk perikanan juga masih kekurangan meski tengah mengalamai trend penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 lalu, setidaknya tenaga kerja perikanan yang bergerak di sektor perikanan tangkap termasuk budidaya laut tercatat sebanyak 7.000 individu.

Jika permasalahan terkait pendidikan dan pelatihan di bidang maritim dilakukan dengan analisa Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT) maka faktor-faktor kekuatan dan kelemahan (internal) dan peluang dan ancaman (eksternal) diidentifikasi terlebih dahulu.

Ada pun kekuatan (Strength) yang dimaksud yakni adanya dukungan peraturan perundangan dan turunannya di bidang kemaritiman terhadap upaya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan Indonesia jadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Adanya kemudahan informasi secara global (global access information). Sudah ada lembaga pendidikan dan pelatihan di bawah koordinasi Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman. 

Sedangkan kelemahannya (weakness) adalah jumlah tenaga pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman terbatas.  Jumlah tenaga pendidik dan instruktur yang bersertifikat di bidang kemaritiman masih minim. Infrastruktur pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman belum terstandarisasi. Biaya penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman masih mahal. Pengakuan internasional terhadap lulusan dari lembaga pendidikan dan pelatihan kemaritiman di Indonesia relatif rendah. Indonesia belum aktif dalam meratifikasi peraturan-peraturan internasional di bidang kemaritiman. Sinergi antarlembaga pendidikan dan pelatihan baik internal kementerian mau pun lintas kementerian cenderung lemah.

Kemudian peluangnya (opportunites), tenaga kerja kompeten di bidang kemaritiman baik di sektor transportasi, kepelabuhan, kelautan dan perikanan, pariwisata dan energi SDM masih terbuka lebar. 

Sementara itu ancamannya (treats), era globalisasi yang semakin gencar baik dalam skala regional mau pun internasional menggerogoti dunia kemaritiman Indonesia terutama dari aspek SDMmya. 

Dengan memaksimalkan kekuatan yang ada, mereduksi kelemahan yang dimiliki, memanfaatkan tantangan yang ada dan mengurangi ancaman dari analisis SWOT diatas, maka terdapat 10 langkah strategis yang bisa ditempuh, termasuk targetnya.

Pertama, mendorong dan mengusulkan muatan kemaritiman untuk masuk ke dalam kurikulum sekolah terutama untuk level pendidikan dasar hingga menengah. Sehingga mendorong kembalinya transformasi visi bangsa ke visi maritim yang saat ini sudah bergeser ke visi daratan (kontinental).

Dengan asumsi kondisi politik nasional kondusif, koordinasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), DPR dan unsur terkait baik, lancar, alokasi anggaran tersedia dan mencukupi, maka diharapkan pada tahun 2017, kemartiman sudah masuk ke dalam kurikulum nasional. Momentumnya adalah saat ini  Kemendiknas sudah menghentikan kurikulum 2013 untuk SD.

Kedua, mendorong pemerintah untuk mendirikan lembaga pendidikan dan pelatihan yang baru untuk memenuhi kekurangan SDM di bidang kemaritiman yang belum terpenuhi dari lembaga yang saat ini. Kriterianya, diutamakan fokus ke pendidikan vokasi.  Terintegrasi untuk semua bidang kemaritiman (kementerian di bawah Kementerian Koordinator/Kemenko Bidang Kemaritiman).  Kurikulum, infrastruktur dan SDM  berstandar  internasional untuk memenuhi SDM nasional dan internasional.

Asumsinya, semua koordinasi dengan berbagai pihak terkait berjalan baik dan dukungan dana tersedia, maka paling tidak tahun 2017 sudah ada ijin dari lembaga penelitian dan pengembangan  serta pendidikan tinggi. Tahun 2018 sudah mulai operasional sambil menunggu pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya siap.

Ketiga, standardisasi sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang sudah ada di masing-masing kementerian teknis.  Fokusnya untuk pemenuhan tenaga kerja nasional dulu, baru internasional. Targetnya,  paling lambat mulai tahun 2016, seluruh lembaga pendidikan dan pelatihan di kementerian teknis di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman sudah memenuhi standar sesuai peraturan yang berlaku di bidang kemaritiman secara nasional mau pun internasional.

Keempat,  peningkatan kerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan luar negeri di bidang kemaritiman yang terakreditasi dan cocok dengan karakter pendidikan dan pelatihan di Indonesia. Targetnya, pada tahun 2019 akan terjalin kerjasama dengan lembaga di luar negeri dan meningkat 100%. Ini tentunya akan meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan kemaritiman di Indonesia.

Kelima, penguatan sinergi dengan pemerintah daerah untuk dapat berkolaborasi mendukung pendanaan untuk meningkatkan kualitas SDM melalui lembaga pendidikan dan pelatihan kemaritiman yang membutuhkan dana yang besar. Misalnya, melalui pemberian insentif biaya sertifikasi yang dibutuhkan seorang pelaut yang harus mengantongi tiga sertifikat dasar yaitu Basic Safety Training, Buku Pelaut dan  Sertifikat Nautika atau Teknik.           Targetnya, mulai tahun 2016, harus ada payung hukum antara pemerintah pusat dan daerah terkait kesepakatan bersama untuk mendukung pendanaan pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman.

Keenam, mendorong pemerintah melalui kementerian terkait untuk segera meratifikasi peraturan atau konvensi internasional seperti standard of training certification and wacthkeeping for fisheries (STCWF), agar Indonesia bisa mendapatkan pengakuan secara internasioanal di bidang kelautan perikanan. Asumsinya, semua dukungan anggaran tersedia dan koordinasi antar kementerian teknis lancar, maka mulai akhir tahun 2015 sudah harus melakukan koordinasi dengan organisasi dunia yang menangani kemaritiman untuk meratifikasi peraturan-peraturan di bidang kemaritiman.

Ketujuh, mendorong pemerintah melalui kementerian terkait khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenarkertrans), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan kebijakan perbaikan sistem gaji untuk tenaga kepelautan terutama bidang perikanan. Paling tidak 4-5 kali upah minimal regional (UMR). Dengan asumsi semua koordinasi berjalan lancar, maka paling lambat awal tahun 2017 sudah ada kebijakan resmi pemerintah terkait dengan struktur gaji khusus untuk tenaga kerja di bidang kemaritiman, terutama untuk sektor perikanan yang masih jauh tertinggal.

Kedelapan, membentuk wadah berupa forum komunikasi pendidikan dan pelatihan kemaritiman untuk dijadikan media koordinasi dan evaluasi untuk peningkatan kualitas lembaga. Pada tahun 2016, sudah harus terselenggara workshop forum komunikasi pendidikan dan pelatihan kemaritiman yang membahas isu strategis untuk peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman.

Kesembilan, penguatan program sertifikasi di bidang kemaritiman bagi SDM yang belum memiliki standar kompetensi sesuai peraturan yang dirujuk. Asumsinya, jika koordinasi baik, intensif dan dukungan dana cukup, maka di akhir tahun 2016, sebanyak 510.664 pelaut Indonesia mendapat sertifikasi STCW. Sehingga, seluruh pelaut tidak ada yang tanpa sertifikat (ilegal).

Kesepuluh, menyelenggarakan job fair kemaritiman secara periodik sebagai wadah para tenaga kerja memperoleh informasi dan mencari pekerjaan. Harapannya, mulai tahun 2016, job fair harus masuk ke dalam agenda rutin tahunan masing-masing kementerian teknis di bawah koordinasi Kemenko Bidang  Kemaritiman.

Dari sepuluh  langkah strategis yang diusulkan, maka beberapa upaya seperti nomor 1, 2, 5 dan 6 dapat dijadikan program prioritas (quick win), sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat dalam tempo yang relatif singkat.

Apalagi, di Indonesia dewasa ini  aspek maritim mendapat perhatian yang lebih dan diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya yang mencapai lebih dari 250 juta.  

Hal tersebut sesuai dengan cita-cita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang ingin mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan   diimplementasikan ke dalam 5 agenda pembangunan.

Pertama, membangun kembali budaya maritim Indonesia. Kedua,  menjaga dan mengelola sumberdaya laut, berfokus pada kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Ketiga, memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim melalui pembangunan tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan dan pariwisata maritim. Keempat, strategi poros maritim adalah melalui diplomasi maritim dengan mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerjasama di bidang maritim, baik dalam mau pun luar negeri. Kelima, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal tersebut diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.

Kemenko Bidang  Kemaritiman lahir sebagai pengejawantahan visi dan misi Pemerintah Kabinet Kerja 2014-2019. Dalam misinya yang ke 6 disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden ingin mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Sehingga Indonesia diharapkan menjadi poros maritim dunia.

Tugas Kemenko Bidang kemaritiman adalah membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan kebijakan dan mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidang kemaritiman.

Kemenko Bidang Kemaritiman mengkoordinasikan beberapa kementerian teknis secara langsung yakni Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pariwisata, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Termasuk kementerian lainnya yang secara tidak langsung yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta Kemenakertrans.

Salah satu bidang yang ditangani Kemenko Bidang Kemaritiman adalah SDM, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Budaya Maritim yang dipimpin oleh seorang deputi. 

Deputi memiliki peran penting dan strategis dalam mendukung terwujudnya negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional melalui kebijakan-kebijakan yang kuat di bidang pendidikan dan pelatihan maritim. Sehingga, akan berdampak terhadap meningkatnya jumlah dan mutu SDM yang disiplin, kompeten dan bertaraf internasional di sektor kemaritiman. SDM yang berkualitas ini dibutuhkan untuk menggerakkan instrumen-instrumen poros maritim dengan cepat, tepat dan terukur. 

Di dalam pelaksanaannya, pembangunan di kementerian teknis di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman masih banyak mengalami permasalahan mulai dari hulu sampai hilir.  Contohnya, KKP yang  masih direcoki aksi penangkapan ikan illegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan (Illegal, Unregulated and Unreported Fishing /IUU fishing) di berbagai perairan. Termasuk overfishing, kerusakan lingkungan perairan dan kemiskinan nelayan.

Sementara masalah di Kemenhub antara lain transportasi laut dan manajemen kepelabuhan yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Begitu pula di Kementerian ESDM dan Pariwisata yang masih tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya.   

Permasalahan-permasalahan tersebut jika diinventarisir dan dipetakan ternyata bermuara pada SDM yang masih belum siap, baik dari jumlah mau pun kualitasnya. Niat Indonesia menjadi poros maritim tidak akan berhasil tanpa kesiapan SDM.

BERITA TERKAIT

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…