Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo
Di era kecerdasan buatan dan digitalisasi yang semakin masif maka kebutuhan terhadap data dan pendataan semakin penting dan tidak bias diremehkan karena berkaitan dengan banyak aspek dan kepentingan. Selain itu data dan pendataan riil menjadi penting karena menyangkut suara rakyat dan hajat hidup rakyat. Data, pendataan dan statistik itu adalah angka-angka yang memberikan makna penting bagi pengambilan keputusan secara nyata dan sistematis.
Selain itu, data dan pendataan melalui angka-angka statistik harus dijaga keamanannya sehingga kasus kebocoran data oleh Bjorka kemarin sangatlah meresahkan karena data dan pendataan terkait kepercayaan. Oleh karena itu, meremehkan pendataan bisa sangat berakibat fatal sementara di masa depan penguasaan terhadap big data sangat penting karena bisa memenangkan persaingan dan menjadi salah satu komponen utama dalam daya saing.
Intinya, era now kebutuhan terhadap data, pendataan dan statistik itu tidak bisa diabaikan karena berkepentingan secara sistematis dan berkelanjutan.
Persoalan data dan pendataan sebagai bagian kebijakan statistic menjadi penting untuk penentuan kebijakan strategis, baik jangka pendek atau panjang. Oleh karena itu, upaya membangun ‘big data’ yang bernilai strategis menjadi penting dan ini tidak saja menjadi tugas BPS tetapi juga pihak atau kementerian lain yang terkait, baik itu secara langsung atau tidak langsung. Pelajaran kasus kebocoran data oleh Bjorka kemarin menjadi sangat ironi sebab data bersifat rahasia.
Selain menuju pembangunan untuk kesejahteraan, di era now pasti membutuhkan data statistik sebagai materi penting menentukan kebijakan strategi demi pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, data termasuk juga pendataan dan statistik bisa disajikan sebagai bahan perenungan dan pertimbangan. Jadi, dalih penyaluran subsidi salah sasaran justru menunjukan kepongahan pengambil keputusan karena datanya pasti valid dan sah.
Kepongahan dan ketidakcermatan dalam membaca data, pendataan dan statistik terlihat saat debat capres beberapa waktu lalu, misalnya terkait kontroversi tentang penguasaan lahan dan data pangan, terutama kasus jagung. Betapa tidak pada debat itu menyebutkan impor jagung terjadi kesalahan akibat tidak cermat dalam membaca data sehingga realita ini memicu kontroversi. Perdebatan ini akhirnya terurai karena data yang disampaikan mengacu Kementerian Perdagangan dengan kasus impor jagung pakan sementara data BPS mencakup semua impor jagung. Jadi kedua data yang muncul itu benar adanya dan tentu ini menjadi pertimbangan untuk manajemen pangan kedepannya secara nasional.
Belajar bijak dari kontroversi saat memahami data, pendataan dan statistik tersebut maka penguasaan dan keberadaan data sangatlah penting. Selain itu persaingan era global jelas sangat membutuhkan penguasaan data sehingga komitmen terhadap pembangunan dan pengembangan big data tidak bisa lagi diabaikan. Argumen yang mendasari yaitu kasus kebocoran data oleh Bjorka beberapa waktu lalu yang memicu kontroversi antara sisi kepercayaan dan keamanan data serta aspek kerahasiaan dari data itu sendiri.
Padahal, di era masa depan akumulasi data menjadi dominan dan siapapun yang menguasai data akan memenangkan persaingan dan pastinya memiliki daya saing yang lebih tangguh. Terkait hal ini maka menjaga kedaulatan data tidak bias diremehkan karena taruhannya trust dan ini akan sangat mereduksi keamanannya.
Kasus pembobolan data dan kebocoran data sejatinya tidak hanya terjadi di kasus Bjorka tapi beberapa waktu lalu juga pernah terjadi. Pembobolan data milik Yahoo tahun 2013 menyasar 3 miliar data, di myspace (2013) 360 juta akun, kasus di Alibaba (2019) 1,9 miliar akun, di FB (2019) 533 juta akun dan di Linkedin (2021) ada 700 juta akun.
Salah satu sifat yang sangat rawan dan sensitif terhadap kebocoran dan pembobolan data yaitu foto selfie dengan identitas tertentu, tautan melalui e-mail, pengiriman tautan, dan raffle produk (sifat undian terbatas). Oleh karena itu perilaku cermat dan kehati-hatian menjadi kunci mereduksi kebocoran dan pembobolan data. Jadi, antisipasi terhadap ancaman ini adalah mereduksi terjadinya human error dan technical error. Jadi kasus phising di dunia maya yang biasanya menyasar layanan e-banking merupakan salah satu kasus klasik dan ironisnya masih banyak yang terjebak dan tertipu.
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Membangun ekosistem halal bukan hanya pada wilayah masyarakat perkotaan saja, namun di masyarakat pedesaan…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian…
Oleh: Haryo Limanseto Juru Bicara Kemenko Perekonomian Mempertimbangkan stabilitas perekonomian global yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian geopolitik,…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Membangun ekosistem halal bukan hanya pada wilayah masyarakat perkotaan saja, namun di masyarakat pedesaan…
Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo Di era kecerdasan buatan dan digitalisasi yang…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian…