Oleh: Marwanto Harjowiryono
Pemerhati Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian dalam berbagai krisis. Krisis moneter 1997, APBN meski dengan luka parah, telah menyelamatkan negara dari keterpurukan. Konsekuensinya, pemerintah harus menggali utang pada IMF untuk menyelesaikan masalah moneter, serta kepada Bank Dunia dan berbagai donor bilateral dan multilateral untuk menutup defisit fiskal, sehingga berdampak pada membengkaknya utang.
Berbagai tuntutan untuk mendorong kesejahteraan rakyat, juga dibebankan kepada kebijakan fiskal. Belakangan, pandemi Covid-19 dengan berbagai dampak di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi pun, menguji kembali kemampuan APBN untuk mengatasinya.
Penyelamatan dampak Covid-19 telah meninggalkan beban utang di masa depan. Defisit APBN 2020 melonjak, bahkan hingga lebih dari 6 % terhadap PDB, melampaui batas toleransi legal sebesar 3%. Meski telah dilandasi UU No. 2/2020, konsekuensinya utang tetap saja melonjak. Memang beban utang masih aman, namun utang tersebut tetap akan menambah beban yang harus dibayar di masa mendatang.
Tekanan dan gejolak perekonomiam global yang dipicu oleh tarif Trump, serta berbagai tuntutan dukungan belanja pemerintah yang melambung belakangan ini, mengharuskan APBN untuk tetap menjadi shock absorber agar rakyat dan perekonomian nasional tidak terpuruk.
Sayangnya, masih ada kelompok yang kurang waspada bahwa APBN yang selama ini kokoh bagai Garuda penyelamat bangsa, berisiko terluka kembali oleh beban yang semakin berat. Mestinya, APBN juga perlu dikawal dengan hati-hati.
Kebijakan fiskal yang selalu menjadi garda terdepan penyelamatan beban krisis selama ini perlu untuk terus dijaga kesehatannya. APBN sebagai piranti utama kebijakan fiskal, harus dikawal kesinambungannya. Semua stakeholder negara harus mau terlibat dan bertanggung jawab atas kesinambungan APBN ke depan.
Masyarakat harusnya tidak hanya selalu meminta dukungan belanja negara untuk memenuhi kebutuhannya, namun harus juga memahami sulitnya menggali penerimaan negara, terutama perpajakan. Penerimaan harus terus meningkat dalam mendukung meningkatnya belanja negara. Padahal belum semua wajib pajak saat ini membayar kewajiban pajaknya dengan patuh dan benar.
Ditambah lagi, penerimaan perpajakan juga sangat tergantung kepada kondisi perekonomian nasional. Dalam kondisi perekonomian lesu, dimana aktivitas perkonomian melorot, maka penerimaan perpajakan tidak bisa diharapkan untuk meningkat. Padahal, meningkatnya belanja negara, menuntut penerimaan pajak untuk terus meningkat.
Sementara itu, naiknya penarikan utang masa sebelumnya, mendorong meningkatnya pembayaran pokok utang, serta pembayaran bunga yang jatuh tempo. Meningkatnya utang ini merupakan konsekuensi dari kebutuhan belanja yang meningkat untuk membiayai berbagai kebutuhan pada masa krisis dan kondisi sulit lainnya. Namun utang harus tetap dikendalikan sehingga harus hanya digunakan untuk membiayai berbagai program prioritas.
Di sisi lain, belanja negara juga harus dikendalikan pada tingkat yang optimal. Pemerintah perlu terus menjaga prioritas, dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas belanja negara. Menekan dan membatasi belanja memang tidak mudah, namun akan lebih sulit bila nanti defisit anggaran meningkat, yang akhirnya harus dibiayai dari utang. Kebijakan untuk mengendalikan anggaran belanja menjadi salah satu kunci penting dalam menjaga APBN agar sustainable.
Tekanan memburuknya perkonomian global, berisiko merembet kepada perekonomian nasional. Untuk itu, dampak dari tekanan perekonomian global tersebut harus dapat dikendalikan agar tidak berisiko terhadap melesetnya pencapaian sasaran berbagai program dalam APBN 2025.
Oleh: Haryo Limanseto Juru Bicara Kemenko Perekonomian Mempertimbangkan stabilitas perekonomian global yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian geopolitik,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Pada 2 Mei 2025 adalah kloter pertama pemberangkatan haji Indonesia ke Tanah Suci. Dimana…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian…
Oleh: Haryo Limanseto Juru Bicara Kemenko Perekonomian Mempertimbangkan stabilitas perekonomian global yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian geopolitik,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…