SURVEI AHLI EKONOMI LPEM FEB-UI: - Kondisi Ekonomi Memburuk di Awal 2025

Jakarta-Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI) menggelar survei ahli ekonomi untuk mengevaluasi 100 hari pertama pemerintahan Prabowo- Gibran. Hasil survei LPEM UI menunjukkan mayoritas pakar ekonomi menilai kondisi ekonomi dalam negeri lebih buruk dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.

NERACA

Sampel survei tersebut terdiri dari 42 orang pakar ekonomi dari berbagai latar belakang, seperti dari institusi pendidikan tinggi, lembaga riset, lembaga think tank, sektor swasta, hingga organisasi/lembaga multinasional. Responden juga berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan luar negeri untuk mewakili perspektif domestik dan internasional.

Menyimak  laporan survei LPEM-UI, sebanyak 55 persen atau 23 dari 42 total responden sepakat situasi ekonomi saat ini memburuk. “Bahkan, tujuh pakar sepakat bahwa kondisinya jauh lebih buruk,” tulis LPEM UI dalam laporan 'LPEM Economic Experts Survey Semester I-2025' yang dikutip Minggu (16/3). 

Sementara itu, sebanyak 11 pakar menilai situasi stagnan. Hanya satu pakar yang menilai situasinya lebih baik dari sebelumnya. Kemudian, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pada periode berikutnya juga tampak pesimistis. “Dengan sebagian besar pakar (23 dari 42) memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dari angka saat ini, meskipun tidak ada peserta yang menganggap kontraksi akan jauh lebih kuat,” demikian bunyi laporan tersebut.

 Sementara lebih dari seperempat sampel memperkirakan perubahan yang tidak signifikan, minoritas yang terdiri dari 6 pakar memperkirakan adanya pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya.

Adapun puluhan ekonom itu turut menilai kebijakan fiskal dan moneter pemerintahan Prabowo-Gibran. Mayoritas pakar menilai kebijakan fiskal yang dilaksanakan saat ini tidak efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan.

Sejumlah 28 persen atau 12 dari 42 responden menilai kebijakan fiskal sangat tidak efektif, sedangkan 60 persen atau 25 dari 42 pakar menilai sedikit tidak efektif. “Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas,” kata LPEM UI.

Sebagian besar pakar, 38 persen atau 16 dari 42 responden, memandang kebijakan moneter pemerintahan Prabowo tidak memiliki efek. Sekitar 13 responden atau 13 persen menganggap kebijakan moneter sedikit tidak efektif.

 Selain itu, hasil survei menunjukkan adanya keraguan ihwal kebijakan ekonomi Prabowo-Gibran. “Arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru dalam 100 hari pertamanya secara luas dinilai tidak efektif,” tulis laporan tersebut.

Dari 42 responden, 36 orang memandang kebijakan ekonomi tersebut secara negatif. Rinciannya, 21 responden menilai kebijakan tidak efektif, 15 sangat tidak efektif. Sedangkan hanya 2 orang yang melihat sedikit efektivitas dan 4 orang tetap netral. Tidak ada responden yang menganggap kebijakan tersebut sangat efektif. Menurut LPEM UI, hal ini mencerminkan skeptisisme yang luas.

Ancam Anggaran Negara

Pada bagian lain, anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR-RI  Amin Akram menyatakan prihatin atas laporan Kementerian Keuangan yang menunjukkan adanya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rp 31,3 triliun per Februari 2025. Menurut dia, defisit ini bisa mengancam keberlanjutan anggaran negara.

 “Turunnya penerimaan pajak secara drastis bukan hanya mengancam keberlanjutan anggaran negara. Tetapi juga bisa berdampak luas pada perekonomian nasional, stabilitas nilai tukar, dan kepercayaan investor,” ujarnya  dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/3).

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menyinggung alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan penurunan pajak ini akibat gangguan pada sistem Coretax. Menurut Amin, pemerintah tidak boleh menganggap masalah ini remeh. Karena itu, dia meminta pemerintah segera bertindak dengan langkah konkret.

“Kalau sistem perpajakan baru justru menyebabkan penerimaan negara terjun bebas, ini tanda bahwa ada kesalahan serius dalam perencanaannya. Pemerintah harus menyiapkan mekanisme darurat agar pengumpulan pajak tidak terus terganggu,” kata Amin.

Di sisi lain, menurut  dia, rendahnya penerimaan pajak juga mencerminkan perlambatan ekonomi yang berimbas pada pajak korporasi dan PPN. Jika situasi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin defisit APBN akan melampaui target Rp 612,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB tahun ini.

Menurut Amin, keterlambatan rilis laporan APBN pada Januari-Februari 2025 juga menimbulkan kekhawatiran tentang transparansi pengelolaan fiskal. Menurut Anggota Komisi VI DPR ini, keterbukaan data keuangan negara sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan investor.

“Kita tidak ingin ada spekulasi negatif akibat keterlambatan informasi. Menteri Keuangan harus lebih transparan dan responsif dalam menyampaikan kondisi fiskal negara agar pasar dan dunia usaha dapat mengantisipasi risiko dengan baik,” ujarnya.

BAKN DPR-RI, kata dia, juga berkomitmen untuk mengawal kebijakan ekonomi nasional agar tetap berada di jalur yang sehat dan berkelanjutan. “Kami akan terus mengawasi dan memberikan masukan kepada pemerintah agar kebijakan fiskal kita tidak hanya sekadar memenuhi target angka. Tetapi benar-benar memperkuat ekonomi nasional secara menyeluruh,” ujarnya.

Tidak hanya itu. Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak pada Februari 2025 anjlok 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 187,8 triliun. Ekonom pun menilai pemerintah perlumembuat anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P).

“Revisi target saja tidak memadai, karena postur APBN 2025 tidak lagi relevan menggambarkan kondisi riil perekonomian. Perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan APBN perubahan,” ujar ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin seperti dikutip Katadata.co.id, pekan lalu.

Realisasi pendapatan negara secara keseluruhan tahun hingga akhir Februari 2025 baru mencapai Rp 316,9 triliun, turun 20,8%  dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 400,36 triliun. Penerimaan perpajakan yang mendominasi penerimana negara, turun dari Rp 320,6 triliun menjadi  Rp 240,4 triliun.

Wijayanto menilai, turunnya penerimaan ini menimbulkan sejumlah risiko sehingga pemerintah perlu menyusun APBN perubahan. Menurut dia,  target penerimaan negara pada tahun ini yang mencapai Rp 3.005 triliun berpotensi tak tercapai. Kondisi ekonomi saat ini kemungkinan tak menunjang target itu. “Target penerimaan APBN Rp 3.005 triliun ini berpotensi tidak tercapai akibat pelemahan daya beli, perlambatan bisnis, dan penurunan harga komoditas global,” ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah memiliki agenda besar yang menyebabkan pemborosan anggaran, seperti program makan bergizi gratis alias MBG, tiga juta rumah per tahun, Ibu Kota Negara, hingga Danantara.

Kondisi ini, menurut dia, dapat mendorong defisit APBN melebihi target 2,53% dan berpotensi mendekati 3% atau bahkan melampaui. “Jika ini terjadi, risiko fiskal kita melejit, rupiah tertekan, IHSG memerah, dan menjual SBN semakin sulit,” kata Wijayanto.

Center of Economic and Law Studies (Celios) juga menyoroti kinerja penerimaan negara pada awal tahun ini. Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menilai, pemerintah berpotensi  merevisi target penerimaan negara pada tahun ini. Namun, revisi target, akan berdampak pada pos anggaran lainnya. “Jika merevisi target penerimaan, maka akan merevisi rencana belanja dan pembiayaannya,” ujarnya.

Untuk itu, Nailul menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemungkinan hanya akan memberikan gambaran outlook yang berbeda dari  target-target di APBN. “Nanti di awal semester II akan muncul outlook-nya,” ujarnya.  bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

UPAYA PERLUAS BASIS PAJAK: - Tidak Perlu Turunkan Ambang Batas PTKP

  Jakarta-Akademisi  dan Manajer Riset CITA tidak menyarankan penurunan ambang batas PTKP untuk memperluas basis pajak seperti yang disarankan Organization…

MENKO PANGAN: - Modal Awal Koperasi Merah Putih Rp3 Miliar per Unit

NERACA Bandung - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, koperasi desa merah putih akan diberi modal awal dari pemerintah…

Pemerintah Pastikan MBG Bebas Kontaminasi

NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memastikan bahwa makanan yang disediakan aman,…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

UPAYA PERLUAS BASIS PAJAK: - Tidak Perlu Turunkan Ambang Batas PTKP

  Jakarta-Akademisi  dan Manajer Riset CITA tidak menyarankan penurunan ambang batas PTKP untuk memperluas basis pajak seperti yang disarankan Organization…

MENKO PANGAN: - Modal Awal Koperasi Merah Putih Rp3 Miliar per Unit

NERACA Bandung - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, koperasi desa merah putih akan diberi modal awal dari pemerintah…

Pemerintah Pastikan MBG Bebas Kontaminasi

NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memastikan bahwa makanan yang disediakan aman,…