Mana Pengawasan KemenBUMN dan BPK?

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP

Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

 

Kasus korupsi yang melibatkan enam mantan General Manager PT Aneka Tambang (Antam) dalam periode 2010-2022 berurut-turut sangat menghebohkan, di mana mereka didakwa menyalahgunakan wewenang untuk mencetak emas berlogo Antam secara ilegal.

Hal ini telah menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (KemenBUMN) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 12 tahun terakhir.

Pengawasan terhadap BUMN seperti Antam seharusnya dilakukan dengan ketat dan teratur, mengingat peran penting perusahaan ini dalam ekonomi nasional dan reputasi internasionalnya.  Namun, fakta bahwa selama lebih dari satu dekade kegiatan ilegal ini bisa berlangsung menunjukkan adanya kelalaian atau bahkan kegagalan sistemik dalam mekanisme pengawasan yang ada.

KemenBUMN dan BPK, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan dan audit terhadap BUMN, tampaknya tidak mampu mendeteksi dan menghentikan penyalahgunaan wewenang yang terjadi di Antam.

Lantas pertanyaan utama yang muncul adalah, bagaimana kegiatan ilegal ini bisa berlangsung tanpa terdeteksi selama 12 tahun? Apakah KemenBUMN dan BPK melakukan audit dan inspeksi yang cukup mendalam dan berkala?

Ataukah ada elemen lain yang menyebabkan kelalaian dalam pengawasan, seperti kurangnya sumber daya, prioritas yang salah, atau bahkan kemungkinan adanya kolusi? Apa pun alasannya, kegagalan ini menunjukkan adanya kelemahan serius dalam sistem pengawasan yang harus segera diperbaiki.

Patut diketahui bahwa dampak dari kegagalan pengawasan ini sangat luas dan merugikan banyak pihak. PT Aneka Tambang (Antam) merasakan dampak langsung berupa hancurnya reputasi perusahaan dan menurunnya kepercayaan publik terhadap produk emas mereka. Hal ini dapat berdampak negatif pada nilai saham dan kinerja keuangan perusahaan.

Investor dan pemegang saham juga dirugikan karena ketidakpastian dan skandal ini merugikan para investor yang telah menanamkan modal mereka di Antam. Konsumen dan masyarakat yang membeli emas Antam dengan harapan mendapatkan produk berkualitas tinggi merasa tertipu.

Ketidakpercayaan ini dapat mengurangi minat konsumen terhadap produk Antam di masa depan. Negara, sebagai pemilik mayoritas saham Antam, juga mengalami kerugian baik secara finansial maupun reputasi.

Skandal ini mencoreng citra BUMN Indonesia di mata internasional, menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengawasan terhadap BUMN masih jauh dari kata memadai.

Untuk mengatasi masalah ini dan mencegah kejadian serupa di masa depan, beberapa langkah harus diambil. KemenBUMN dan BPK harus memperbaiki sistem pengawasan mereka dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman audit, serta memastikan adanya transparansi dalam setiap proses pengawasan.

Antam harus meningkatkan transparansi dalam operasionalnya dan memastikan bahwa setiap tindakan di perusahaan dapat dipertanggungjawabkan. Edukasi kepada publik juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang cara memverifikasi keaslian emas dan menyediakan saluran komunikasi yang efektif untuk menangani keluhan dan pertanyaan dari konsumen.

Penegakan hukum yang tegas juga diperlukan. Para pelaku korupsi harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku untuk memberikan efek jera dan menunjukkan bahwa pelanggaran seperti ini tidak akan ditoleransi. Skandal 109 ton emas tidak resmi di Antam adalah bukti nyata dari kelemahan pengawasan yang dilakukan oleh KemenBUMN dan BPK.

Kelalaian ini merugikan banyak pihak dan menunjukkan perlunya reformasi mendalam dalam mekanisme pengawasan terhadap BUMN.

Memang, perekrutan direksi dan komisaris BUMN tidak dilakukan secara proper. BUMN diisi oleh para relawan sebagai ungkapan terima kasih bukan atas dasar profesionalisme. Sekarang ini lah, dampak yang harus dirasakan publik. Lantas siapa yang harus bertanggung jawab?

Dengan langkah-langkah yang tepat, kepercayaan publik dapat dipulihkan dan kinerja perusahaan serta institusi pengawas dapat ditingkatkan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

BERITA TERKAIT

Kontribusi Ekonomi Syariah di SDI

Oleh: Agus Yuliawan  Pemerhati Ekonomi SyariahKabinet Merah Putih (KMP) telah disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto semalam (20/10/2024) di Istana Negara…

Tantangan Kebijakan Fiskal Masa Kabinet Baru

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal       Publik menunggu dengan antusias pembentukan kabinet Presiden Prabowo-Gibran.…

Menjaga Aliran Investasi

Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dalam satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia terus berkinerja baik, ditunjukkan dengan keberhasilan menjaga…

BERITA LAINNYA DI

Kontribusi Ekonomi Syariah di SDI

Oleh: Agus Yuliawan  Pemerhati Ekonomi SyariahKabinet Merah Putih (KMP) telah disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto semalam (20/10/2024) di Istana Negara…

Tantangan Kebijakan Fiskal Masa Kabinet Baru

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN,  Pemerhati Kebijakan Fiskal       Publik menunggu dengan antusias pembentukan kabinet Presiden Prabowo-Gibran.…

Menjaga Aliran Investasi

Oleh: Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dalam satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia terus berkinerja baik, ditunjukkan dengan keberhasilan menjaga…