PEMDA DIMINTA MENERTIBKAN: - Maraknya Pungli di Kawasan Wisata

Jakarta-Di tengah ramainya masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan waktu libur panjang untuk mengunjungi kawasan wisata, ternyata ditemukan beberapa lokasi terdapat pungutan liar (pungli). Menurut pengamat pariwisata Chusmeru, penyebab banyaknya pungli di kawasan wisata tersebut, seharusnya tidak ada biaya di luar pungutan resmi atas pengelolaan kawasan wisata.

NERACA

"Semestinya tidak terjadi pungli di destinasi wisata, jika pemerintah daerah dan pengelola objek wisata menerapkan manajemen objek wisata secara baik," ujar Chusmeru, akhir pekan lalu.  

Menurut dia, pungli bisa hadir ketika pengelolaan tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat. Alhasil, sejumlah oknum masyarakat memanfaatkan kondisi itu untuk mengambil untung dari padat pengunjung ke kawasan wisata tadi.

"Pungli muncul karena ada sebagian masyarakat di destinasi wisata yang tidak kecipratan rejeki dari sektor pariwisata. Selain itu pungli juga merupakan aji mumpung dari masyarakat ketika destinasi padat pengunjung," ujar Chusmeru seperti dikutip Liputan6.com.

Dia menyarankan, pemerintah daerah dan pengelola tempat wisata melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Tujuannya untuk memastikan tidak terjadi pungli. Dia juga meminta pengelola menyiapkan hotline service sebagai tempat pengaduan bagi wisatawan yang terkena pungli. "Terhadap oknum yang melakukan pungli sebaiknya dilakukan pembinaan dan penertiban, karena dapat merusak citra baik destinasi tersebut," tutur dia.

"Pengunjung yang menemui pungli bisa mengambil sikap menolak, mendokumentasikan oknum yang memungut pungli, atau melaporkan tindakan pungli kepada pihak-pihak terkait yang berwenang," sambung Chusmeru.

Dampak Positif UMKM

Diberitakan sebelumnya, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) digadang turut meraup cuan selama periode libur panjang Kenaikan Yesus Kristus, akhir pekan lalu. Ini turut menjadi dampak meningkatnya kunjungan ke titik-titik wisata.

Chusmeru menaksir roda perekonomian masyarakat di sekitar kawasan wisata akan terdampak positif. Utamanya UMKM sektor kuliner dan kerajinan. "Yang pasti roda perekonomian di daerah akan bergerak, karena ada perputaran uang dari wisatawan. Dampak positif juga dirasakan UMKM, utamanya yang mendukung sektor pariwisata, seperti kuliner dan kerajinan," ujarnya.

Dia menjelaskan, pada masa libur panjang ini, masyarakat cenderung memanfaatkan untuk berlibur. Apalagi, kata dia, tingkat ekonomi masyarakat sudah semakin membaik. "Cuaca belakangan ini juga sudah mulai mendukung masyarakat untuk berwisata, meski suhu udara terasa cukup panas," katanya.

Chusmeru melihat setidaknya ada beberapa lokasi yang jadi favorit kunjungan wisata. Misalnya, Bali dan kawasan Puncak, Bogor. "Selama ini memang kecenderungannya hanya dua daerah yang favorit menjadi destinasi wisata libur panjang, yaitu Bali dan Puncak," ujarnya.

"Meski demikian, daerah lain sesungguhnya juga sangat potensial untuk menjadi destinasi wisata libur panjang, seperti Bandung, Yogya, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Lombok, dan Manado," sambung Chusmeru.

Lebih lanjut, dia mengatakan ada sejumlah faktor yang jadi perhatian masyarakat untuk melakukan wisata. Diantaranya, kemudahan akses, pilihan akomodasi, keragaman kuliner di destinasi, serta variasi objek dan daya tarik wisatanya. "Tak kalah penting adalah kenyamanan saat menikmati libur panjang," tegasnya.

Di sisi lain, ada juga yang bisa membuat masyarakat ragu mengunjungi kawasan wisata. Berbanding terbalik dengan faktor pendorong di awal, kawasan yang macet hingga marak pungutan liar (pungli) akan membuat masyarakat enggan berwisata.

Perpres Iuran Pariwisata?

Sementara itu,  pengamat ekonomi Anthony Budiawan dariPEPS (Political Economy andOleh Policy Studies) mempertanyakan rencana pemerintahan Jokowi mau mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menarik iuran pariwisata dari masyarakat melalui tiket penerbangan.

Menurut Anthony, Perpres pungutan dana masyarakat, seperti iuran pariwisata, adalah ilegal. Karena semua pungutan dari masyarakat harus diatur dengan undang-undang, sesuai bunyi Pasal 23A UUD: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

“Artinya, iuran pariwisata yang bersifat memaksa tidak bisa diatur dengan Perpres. Karena negara ini bukan milik Presiden. Paham? Pertanyaannya, kenapa pemerintahan Jokowi nekat menarik dana dari masyarakat dengan cara melanggar konstitusi?,” ujarnya seperti dikutip laman Watyutink.com.

Kenekatan pemerintah menarik iuran pariwisata secara ilegal dan melanggar konstitusi ini merefleksikan keuangan negara (APBN) sedang dalam kondisi kritis. Hal ini juga tercermin dari realisasi APBN 2024 periode triwulan I (Q1). Di dalam APBN 2024, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan (pajak dan bea & cukai) naik dari Rp2.118,3 triliun pada 2023 menjadi Rp2.309,9 triliun pada 2024, atau naik sekitar 9,4 persen.

Tetapi, realisasi penerimaan perpajakan selama triwulan pertama 2024 malah turun sangat signifikan dibandingkan periode sama 2023. Yaitu dari Rp504,2 triliun (Q1/2023) menjadi hanya Rp462,9 triliun (Q2/2024). Atau turun 8,24 persen.

Yang lebih memprihatinkan, pencapaian penerimaan perpajakan pada triwulan pertama 2024 ini (Rp462,9 triliun) hanya 20 persen dari target Rp2.309,9 triliun. Kalau tren penerimaan perpajakan terus berlanjut seperti ini, maka penerimaan perpajakan diperkirakan hanya mencapai 80%, atau kurang (shortfall) 20 persen dari target, setara Rp462 triliun.

Di lain sisi, menurut dia, belanja pemerintah diperkirakan membengkak dibandingkan target ABPN. Salah satu pemicunya adalah kurs rupiah. Di dalam APBN 2024, kurs rupiah ditetapkan Rp15.000 per dolar AS. Sangat rendah. Sedangkan faktanya, kurs rupiah sudah anjlok cukup dalam, mencapai Rp16.250 per dolar AS (1/5/24). Sehingga, kurs rupiah rata-rata selama Q1/2024 diperkirakan mencapai Rp15.750 per dolar AS, dengan tren terus meningkat.

“Dampaknya terhadap APBN (Keuangan Negara) cukup buruk. Pengeluaran atau kewajiban pemerintah terkait mata uang asing akan membengkak. Antara lain, bunga pinjaman dalam mata uang asing, subsidi energi (BBM, elpiji, listrik), subsidi pupuk, akan melonjak,” ujar Anthony. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Prabowo Tekankan Pentingnya Pengelolaan Danantara Secara Transparan

  NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…

KEPALA BPS: STANDAR KEMISKINAN BANK DUNIA - Tidak Sesuai dengan Realitas di Indonesia

  Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…

Kopdes Merah Putih Akomodir Kebutuhan Dasar Masyarakat

NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Prabowo Tekankan Pentingnya Pengelolaan Danantara Secara Transparan

  NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…

KEPALA BPS: STANDAR KEMISKINAN BANK DUNIA - Tidak Sesuai dengan Realitas di Indonesia

  Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…

Kopdes Merah Putih Akomodir Kebutuhan Dasar Masyarakat

NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…