Industri keuangan syariah Indonesia menyimpan potensi yang sangat besar. Dengan kondisi literasi dan inklusi yang terbilang rendah, total asetnya telah berada di posisi ke-7 secara global. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa total aset keuangan syariah mencapai Rp2375,84 triliun. Aset jumbo ini terdiri atas perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah.
Meskipun Indonesia saat ini berada pada posisi teratas dalam Global Islamic Report, namun belum selayaknya industri keuangan syariah berpuas diri. Jika melihat segmen keuangan syariah domestik masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan industri keuangan konvensional. Tidak hanya itu, OJK menilai pasar bank syariah saat ini tidak sehat karena didominasi oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI dengan pangsa aset besar, sementara yang lainnya memiliki aset yang tergolong kecil.
Guna menciptakan kompetisi yang sehat dalam industri perbankan syariah, OJK mendorong perbankan syariah untuk melakukan konsolidasi agar terdapat lebih banyak bank syariah besar dengan aset lebih dari Rp100 triliun di Indonesia. “OJK mendorong bank syariah melakukan konsolidasi dengan harapan industri bank syariah dapat memiliki dua atau tiga bank berskala besar yang lebih kompetitif,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.
Disampaikannya, OJK pun telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) dan mendorong UUS melakukan spin off dan berkonsolidasi dengan UUS lain. Dalam beleid itu, bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off. Selain itu, OJK juga tengah menyiapkan peraturan tentang tata kelola syariah dan surat edaran terkait manajemen risiko BUS dan UUS agar bank syariah dapat memperkuat karateristiknya.
Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono mendukung kebijakan OJK terkait konsolidasi perbankan syariah dengan aset yang sepadan degan BSI agar tercipta persaingan bisnis yang sehat. “Semestinya dengan populasi masyarakat muslim terbesar di dunia, ada tiga sampai empat bank besar syariah untuk melindungi konsumen agar tercipta persaingan sehat,”ujarnya.
Dirinya pun mengapresiasi langkah OJK menerbitkan kebijakan yang mewajibkan bank dan lembaga jasa keuangan konvensional untuk memisahkan UUS. Kebijakan tersebut dinilai mampu menjadi suplemen untuk mengembangkan industri perbankan dan keuangan syariah. Namun, Yusuf berharap OJK mengawal spin-off tersebut agar terbentuk persaingan bank syariah yang sehat di Indonesia. “Saat ini industri perbankan syariah sangat timpang, di mana BSI menjadi pemain yang sangat besar dan satu-satunya. Selayaknya BSI memiliki 3-4 pesaing yang sepadan agar industri perbankan nasional menjadi lebih sehat,”kata Yusuf.
Hal senada juga disampaikan peneliti ekonomi syariah dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fauziah Rizki Yuniarti, industri perbankan syariah dalam negeri perlu memiliki bank sebagai kompetitor PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Menurut Fauziah, kasus peretasan data di BRIS pada paruh pertama tahun 2023 menjadi pengingat tentang perlunya keberadaan bank syariah lain dengan permodalan yang setara BSI. Sehingga, hal ini bisa menciptakan kompetisi yang sehat terkait pemberian layanan jasa dan produk perbankan syariah.
Dia mengingatkan, kasus peretasan data BRIS di awal tahun ini menjadi pelajaran berharga, bahwa industri perbankan syariah di Indonesia membutuhkan pemain besar yang modalnya setara BSI. "Dari sisi supply, hal tersebut akan menciptakan persaingan sehat. Karena, para pemain berusaha untuk berkompetisi memberikan yang terbaik bagi nasabah dari berbagai sisi, produk dan jasa,"ungkapnya.
Fauziah menambahkan, adanya bank syariah besar yang setara BRIS diyakini akan berdampak posisi dari sisi demand, karena nasabah akan memiliki beragam pilihan yang pada akhirnya bisa melakukan perbandingan mulai dari fasilitas, harga hingga aksesibilitas.
Ceruk Pasar Syariah
Berangkat besarnya dukungan pelaku pasar agar adanya bank syariah yang bisa berkompetisi dengan BSI, menjadi peluang besar bagi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) untuk mengembangkan bisnis keuangan syariahnya dari UUS menjadi Bank Umum Syariah (BUS) dengan mengakuisisi bank syariah pertama di Indonesia. Catatan saja, BTN tengah melakukan proses uji tuntas (due diligence) terhadap Bank Muamalat. Proses ini akan menentukan kelanjutan agenda akuisisi dan merger. Kementerian BUMN sendiri menargetkan agenda korporasi ini bisa dituntaskan pada semester I-2024 ini.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan, untuk mendorong akses pembiayaan perumahan, industri dinilai membutuhkan bank syariah besar yang fokus dengan kemampuan penyaluran pinjaman yang mumpuni sehingga pasar tergarap optimal. Terlebih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah memiliki keunggulan cicilan yang tetap."Sangat dibutuhkan bank syariah yang fokus dalam menyalurkan KPR karena ini pasarnya besar," ujarnya.
Oleh karenanya, dirinya sangat mendukung BTN Syariah mengakuisisi Bank Muamalat. Menurutnya langkah konsolidasi tersebut bisa menjadi jalan keluar kebutuhan rumah masyarakat Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya dan adanya bonus demografi hingga 2030 nanti."Saya sangat mendukung bila akusisi bank Muamalat dengan BTN Syariah. Memang kebutuhan KPR itu besar sekali, antara 1 - 1,5 juta rumah pertahun dengan asumsi tidak ada peningkatan, tapi kita tahu dengan ada bonus demografi tentu kebutuhan rumah akan meningkat bisa sampai 2 juta keluarga setiapnya tahuunya, dengan kondisi ini tentu dibutuhkan bank syariah khusus KPR dengan kemampuan lebih besar," terangnya.
Piter menilai, dengan mengakusisi Bank Muamalat terdapat keunggulan yakni basis nasabah Bank Muamalat yang loyal. Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, bank Muamalat memiliki keunikan dan masalah yang cukup rumit, bank Muamalat tetap tidak ditinggalkan oleh sebagian besar nasabahnya hingga saat ini."Artinya sebuah potensi bila bergabung dengan BTN Stariah bakal jadi bank yang baik, apalagi jika nanti dibackup pemerintah, sehingga nanti ada dua bank syariah besar selain BSI ketika BTN Syariah akusisi Bank Muamalat. Dengan catatan BTN Syariah yang sudah ambil Bank Muamalat bisa fokus kepelayanan KPR Syariah, itu adalah kondisi yang ideal sekali,"katanya.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk, Nixon L.P. Napitupulu mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan UUS dari induk BTN dan digabungkan dengan bank syariah yang akan diakuisisi, dengan target selesai pada semester pertama 2024,“UUS harapan kami di semester pertama 2024 akan kami keluarkan dari BTN dan digabungkan ke bank yang telah kami akuisisi. Kita harapkan ini menjadi bank terbesar nomor dua segmen syariah di Indonesia,” ujarnya.
Usai melakukan akuisisi dengan satu bank syariah, nantinya model bisnis dari BTN Syariah hampir sama dengan segmen konvensional. Di mana, porsi 60 hingga 70% akan difokuskan pada perumahan sesuai dengan ekosistem yang dibangun BTN. Sementara, 30 hingga 40% sisanya akan didorong ke segmen turunan lainnya, yakni SME dan UMKM.
Direktur Consumer PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Hirwandi Gafar menuturkan, BTN Syariah akan menggenjot ceruk pasar syariah dalam hal ini bisnis KPR dengan skema syariah yang terus meningkat permintaannya. Perseroan kedepan terus menghadirkan inovasi produk KPR syariah yang dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan semua segmen masyarakat mulai dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kelas menengah, hingga menengah ke atas. “Minat masyarakat untuk memiliki rumah dengan skema pembiayaan syariah semakin tinggi, sehingga market share kami pun terus meningkat,”kata Hirwandi.
Memudahkan generasi Z hingga milenial memiliki hunian dengan skema KPR syariah, menjadi potensi pasar yang digarap BTN Syariah. Bahkan dengan skema tersebut juga menawarkan uang muka ringan hingga promo bundling untuk pembiayaan isi furniture rumah hingga biaya pernikahan. KPR BTN syariah, lanjut Hirwandi sangat cocok bagi Gen Z maupun milenial karena memiliki jangka waktu sampai 30 tahun. KPR tersebut, lanjutnya, dapat diakses oleh calon nasabah dengan semua jenis pekerjaan, mulai dari pekerjaan tetap, profesional, hingga wirausaha.“Para Gen Z juga dapat memilih beragam hunian karena kami memiliki puluhan ribu mitra pengembang dengan berbagai jenis proyek perumahan. Kami juga menawarkan diskon biaya administrasi dan biaya proses yang menarik,” ujarnya.
KPR BTN Syariah memiliki beberapa skema yakni skema berjenjang dengan margin mulai 2,99%. KPR berskema syariah ini juga menawarkan pilihan skema fix margin sampai lunas. Ada beberapa pilihan skema akad KPR BTN syariah yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Di antaranya KPR BTN Platinum iB dengan akad murabahah untuk pembelian unit properti ready stock. Kemudian, ada juga KPR BTN Indent iB dengan akad Istisna untuk pembelian unit properti Inden.
Lalu, pembiayaan properti BTN iB dengan akad musyarakah mutanaqisah atau ijarah muntahiya bittamlik untuk pembelian unit properti maupun refinancing asset nasabah. Selain berbagai pilihan tersebut, Bank BTN juga memberikan paket promo bundling KPR yang bebas biaya administasi dan biaya proses.
NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan literasi pasar modal, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan dua media edukasi terbaru yang dirancang…
NERACA Jakarta — PT RMK Energy Tbk. (RMKE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp51,5 miliar pada kuartal I/2025 atau meningkat sebesar…
NERACA Jakarta — Kuartal pertama 2025, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) mencatatkan kinerja positif. Dimana laba bersih tumbuh signifikan…
NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan literasi pasar modal, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan dua media edukasi terbaru yang dirancang…
NERACA Jakarta — PT RMK Energy Tbk. (RMKE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp51,5 miliar pada kuartal I/2025 atau meningkat sebesar…
NERACA Jakarta — Kuartal pertama 2025, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) mencatatkan kinerja positif. Dimana laba bersih tumbuh signifikan…