Oleh: Adella Septikarina, Penyuluh Pajak di DJP Kantor Pusat
Sistem perpajakan di Indonesia mengusung prinsip self assessment, sebuah pendekatan yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk mengelola hak dan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Diterapkan sejak tahun 1983, sistem ini memberikan tanggung jawab kepada wajib pajak mulai dari mendaftarkan diri, menghitung pajak terutang, melakukan pembayaran, hingga pelaporan melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
Dalam kerangka ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi unit administrasi perpajakan yang memegang peran penting dalam memberikan bimbingan, melakukan penelitian, serta pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak. Melalui pendekatan ini, Indonesia berusaha menciptakan keseimbangan antara memberikan kebebasan kepada wajib pajak dan menjaga kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku.
Dalam konteks sistem self assessment ini, terutama pada tahap pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), wajib pajak diharapkan untuk mematuhi prinsip benar, lengkap, dan jelas, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Harmonisasi Perpajakan. "Benar" dalam konteks ini mengacu pada akurasi perhitungan, penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan, penulisan, dan kesesuaian dengan realitas yang sebenarnya.
Konsep "Lengkap" menandakan bahwa SPT yang diajukan harus mencakup semua unsur terkait objek pajak dan elemen lain yang wajib dilaporkan, sementara "Jelas" menekankan pentingnya melaporkan asal usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lainnya dengan tepat dalam SPT. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, wajib pajak berkontribusi pada integritas dan keakuratan data perpajakannya, menjadikan proses perpajakan lebih transparan dan efektif.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, terkadang wajib pajak terlewat atas kewajiban perpajakannya. Misalnya belum mencantumkan aset yang baru saja dibeli atau menyajikan nominal yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dalam situasi seperti ini, wajib pajak dapat secara mandiri mengoreksi SPT yang telah diajukan sebelumnya melalui mekanisme pembetulan SPT. Namun, jika DJP menemukan ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT dan data yang dimiliki oleh DJP, maka DJP melalui account representative pada Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib pajak terdaftar akan mengirimkan "surat cinta" kepada wajib pajak.
Meminta Penjelasan WP
Tujuan dari surat ini adalah untuk meminta penjelasan dari wajib pajak (WP) mengenai perbedaan data yang terdeteksi. Dengan pendekatan ini, sistem perpajakan menciptakan kesempatan bagi WP untuk memperbaiki kesalahan dan menjaga keterbukaan serta akurasi dalam pelaporan pajak mereka.
‘Surat cinta’ yang dimaksud adalah Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Surat ini merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, bertujuan untuk meminta penjelasan dari Wajib Pajak terkait data dan/atau keterangan yang mungkin belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Peran SP2DK menjadi penting dalam menjalankan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas perpajakan di Indonesia. Melalui SP2DK, DJP dapat melakukan pengawasan yang efektif terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak, memastikan bahwa setiap transaksi dan laporan pajak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dengan demikian, SP2DK menjadi instrumen yang tidak hanya mencerminkan keakuratan data perpajakan, tetapi juga menguatkan keterbukaan dan kepatuhan dalam sistem perpajakan Indonesia.
Sebagai contoh situasi yang dapat terjadi ketika data yang tercatat di DJP mengindikasikan bahwa seorang wajib pajak memperoleh penghasilan melalui endorsement produk melalui media sosial, namun informasi ini belum dilaporkan sebagai sumber penghasilan. Atau, contoh lain misalnya seorang wajib pajak telah melakukan transaksi pembelian aset, namun perincian tersebut belum tercantum dalam SPT Tahunan pada tahun bersangkutan. Menghadapi kondisi semacam ini, Direktorat Jenderal Pajak, melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak, mengambil langkah dengan menerbitkan SP2DK kepada wajib pajak.
SP2DK tersebut menjadi saluran resmi untuk meminta penjelasan terkait transaksi dan informasi yang mencurigakan, memberikan wajib pajak kesempatan untuk menjelaskan dan meluruskan data yang mungkin belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh wajib pajak apabila menerima SP2DK?
Ketika menerima SP2DK, langkah pertama yang sebaiknya diambil oleh wajib pajak adalah menjaga ketenangan. Telitilah surat tersebut dengan cermat. Selanjutnya, buka kembali SPT yang telah Anda laporkan melalui situs djponline, dan periksa kembali terutama pada elemen data yang menjadi fokus permintaan penjelasan dalam SP2DK yang diterima. Jika ada informasi yang belum Anda laporkan sebagaimana yang terindikasi dalam SP2DK, langkah selanjutnya adalah melakukan pembetulan SPT.
Pastikan untuk melakukan pembayaran apabila adanya tambahan data tersebut mengakibatkan kurang bayar pajak yang sebelumnya telah Anda bayarkan. Dengan tindakan proaktif ini, wajib pajak tidak hanya dapat menjelaskan perbedaan data secara akurat, tetapi juga memastikan ketaatan terhadap kewajiban perpajakan dan menjaga transparansi dalam pelaporan pajak.
Dalam situasi di mana data yang disajikan dalam Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dinilai tidak sesuai dengan yang sebenarnya, langkah pertama yang perlu diambil adalah segera menghubungi Account Representative melalui nomor telepon yang tertera dalam SP2DK. Selanjutnya, kirimkan salinan dokumen pendukung yang relevan ke Kantor Pelayanan Pajak yang mengeluarkan SP2DK atau Anda dapat menyampaikan dokumen tersebut saat sesi konseling dengan Account Representative Anda.
Pastikan agar komunikasi berjalan lancar, dan perlu diingat bahwa seluruh layanan perpajakan disediakan tanpa dikenakan biaya. Wajib pajak tidak diizinkan memberikan gratifikasi kepada petugas pajak, dan sanksi tegas berlaku baik bagi pemberi maupun penerima gratifikasi.
Selanjutnya, apabila data yang Anda miliki sudah sesuai, pembetulan SPT tidak perlu diperlukan. Namun, wajib pajak perlu menandatangani berita acara konseling yang menyatakan bahwa pembetulan SPT tidak diperlukan. Di sisi lain, jika data dan dokumen yang dimiliki memerlukan pembetulan SPT, segera lakukan perbaikan tersebut untuk menghindari potensi denda lebih lanjut. Dengan langkah-langkah ini, wajib pajak tidak hanya dapat menjaga integritas data perpajakan mereka, tetapi juga memastikan keterbukaan dan kewajaran selama proses klarifikasi data dengan pihak otoritas perpajakan.
Seolah seperti sebuah surat cinta, tanggapan atas SP2DK seharusnya menjadi prioritas bagi wajib pajak. Dalam hal ini, sangat dianjurkan agar wajib pajak segera merespon dengan memberikan tanggapan kepada pengirim SP2DK, yaitu Kantor Pelayanan Pajak. Penting untuk memastikan bahwa tanggapan tersebut disampaikan dalam waktu paling lambat 14 hari kalender sejak SP2DK diterima.
Respon yang tepat waktu dan lengkap adalah kunci untuk mencegah adanya ketidaksesuaian informasi antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa komunikasi dengan pihak pajak dilakukan secara jujur dan transparan, sehingga tidak ada ruang untuk ketidaksepakatan yang dapat mengakibatkan masalah pajak di masa mendatang.
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…